tirto.id - Di Jakarta, kepopuleran waxing atau praktik menghilangkan bulu tubuh menggunakan lilin yang berasal dari lebah, muncul sekitar 10 tahun terakhir. Salon waxing tidak selalu berwujud tempat mewah. Satu dekade lalu, sebuah rumah sederhana yang menempati tikungan gang di Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, selalu dipadati wanita-wanita berusia menjelang 20-30 tahunan.
Mereka rela menunggu berjam-jam dan menahan sakit demi waxing yang bisa dilakukan dalam waktu 15 menit untuk satu bagian tubuh. Setidaknya satu orang butuh waktu dua jam untuk menunggu dan satu jam untuk berada di dalam bilik yang dikelilingi gorden untuk menghilangkan seluruh bulu. Baik itu bulu di wajah, tangan, jari-jari, kaki, ketiak, dan kelamin. Datang lebih awal tidak selalu jadi solusi. Harapan untuk mendapat nomor antrean kecil bisa lebih besar bila pelanggan datang sebelum salon buka.
Kini, situasi menunggu sudah membaik. Banyaknya salon waxing yang ada di berbagai mal dan kawasan ramai ibu kota tidak membuat pelanggan menunggu lama. Waktu 15 menit saja sudah termasuk lama. Momen menunggu bisa digunakan tamu untuk menimbang bentuk bulu yang dikehendaki saat hendak melakukan waxing alat kelamin. Bentuk hati, segitiga, persegi panjang, kumis ala Hitler, tanda panah ke bawah, atau bersih sama sekali alias Brazilian wax.
Kamar perawatan setidaknya terdiri dari enam bilik dan ada beberapa salon yang menyediakan belasan terapis. Satu orang bisa dilayani dua terapis sekaligus. Seorang terapis salon waxing di Pondok Indah mengaku pernah melayani 10 tamu dalam sehari.
Di antara berbagai metode menghilangkan bulu seperti mencukur dan laser, waxing masih jadi pilihan. Riset Transparency Market Research tentang Hair Removal Wax Market menyebut keuntungan bisnis waxing dengan jenis hard wax akan mencapai angka $4 miliar pada 2026.
Selain wanita, para pria mulai melakukan waxing pada area dada, punggung, telinga, dan hidung. Perkembangan terbesar datang dari kawasan Asia Pasifik. Jenis waxing yang menyumbang persentase signifikan dari bisnis ini ialah soft waxing. Metode yang dilakukan dengan mengoleskan campuran wax panas atau dingin ke permukaan kulit dan menempelkan strip atau kain untuk mencabut bulu. Periset menyebut waxing menghilangkan kulit mati, membuat bulu tumbuh lebih lama dan lebih lembut.
Tidak semua hal tentang waxing indah didengar. Emily Gibson, direktur pusat kesehatan di Western University Washington menyatakan rutinitas waxing alat kelamin menyebabkan peradangan dan iritasi kulit. Konsekuensi lebih beratnya ialah penyakit herpes yang mungkin muncul bila terapis tidak menjaga kebersihan.
Risiko juga bisa muncul bila seseorang melakukan waxing pada bagian wajah. Bila orang tersebut menggunakan krim perawatan anti jerawat atau anti kerut yang mengandung retinoid, muncul kemungkinan kulit bisa terbakar.
Lewat Encyclopedia of Hair Removal (2006), Gill Morris dan Janice Brown membuat panduan sederhana bagi terapis waxing. Morris dan Brown menyatakan perlunya lembar konsultasi yang menyebut waktu dan area waxing, jenis waxing, dan kondisi kulit pasca-waxing. Lembar tersebut akan jadi bahan evaluasi bila seseorang hendak mengulang aktivitas waxingnya. Buku ini juga menyebut perlunya pengolesan krim pelembab pasca-waxing.
Di dalam negeri, banyak hal di atas belum dipraktikkan. Wacananya bahkan belum sampai ke sana. Di sini, salah satu faktor keamanan waxing yang baru dilakukan ialah penggunaan masker, sarung tangan, dan teknik no double dipping atau tidak menggunakan spatula yang sama untuk mengoles wax pada kulit. Penggunaan berulang berpotensi menumbuhkan bakteri pada kulit meski digunakan pada orang yang sama. Ini pun belum dipraktikkan oleh semua salon waxing.
Berkembang setelah Perang Dunia
Praktik menghilangkan bulu sudah dilakukan pada peradaban Mesopotamia. Raja meminta agar selir-selir mendatanginya dalam tubuh yang bersih dari bulu. Peradaban Mesir kuno meninggalkan kisah bahwa para wanita menggunakan beeswax dan sugar wax untuk menghilangkan bulu.
Orang-orang Romawi kuno percaya bahwa wanita berkelas ialah wanita yang bebas dari bulu. Pada Abad Pertengahan, Ratu Elizabeth membuat tren menghilangkan bulu halus di area dahi agar wajah terkesan lebih lebar. Kelak Elizabeth menjadi pelopor gerakan waxing wajah seperti yang rutin dilakukan Kim Kardashian sejak ia duduk di bangku SMA.
Eksplorasi teknik waxing terjadi setelah Perang Dunia kedua. Saat itu, material untuk membuat stocking terbatas sehingga para wanita menghilangkan bulu kaki supaya nampak mulus. Waxing kala itu masih kalah terkenal dibanding alat cukur. Pada 1960-an, waxing kian diminati. Ini terjadi seiring tren memakai bikini. Penghilangan bulu tidak hanya dilakukan pada kaki, tetapi juga ketiak dan area selangkangan. Tindakan ini disebut bikini wax.
Pada 1987, tujuh wanita asal Brasil dengan inisial J mendirikan salon J Sisters di New York. Tiga tahun kemudian, mereka memperkenalkan Brazilian wax, menghilangkan seluruh bulu di sekitar alat kelamin. Ide tersebut muncul setelah pemilik melihat wanita-wanita yang berseliweran di pantai Brasil. Brazilian wax diminati kalangan selebritas. J. Sisters didatangi Naomi Campbell, Gwyneth Paltrow, Tyra Banks, Kimora Lee, Cameron Diaz, dan model-model dari Brasil.
Dikenalnya bikini wax di luar Amerika disulut oleh Sarah Jessica Parker lewat Sex and The City. Adegan dalam satu episode yang tayang pada 2000 menunjukkan ekspresi wajah Sarah yang kesakitan saat melakukan waxing. Ekspresi Sarah itu masih jauh lebih terkontrol ketimbang ekspresi nyata orang-orang yang sedang waxing.
PLUCKED: A History of Hair Removal (2015) mengungkap waxing ialah salah satu upaya wanita untuk tampil lebih atraktif dan lebih bersih. Persepsi atraktif tersebut turut dibangun dari Hustler, majalah yang memuat potret wanita telanjang tanpa bulu pada 1975 dengan judul "Adolescent Fantasy".
Beredarnya majalah tersebut dan film-film porno yang menampilkan wanita tanpa bulu di alat kelamin membuat waxing makin digemari. Awalnya, waxing alat kelamin digunakan sebagai cara wanita memberi kejutan untuk pasangan pada momen tertentu seperti peringatan hari kasih sayang, malam pertama pernikahan, atau ulang tahun.
Sebelum munculnya berbagai bentuk bulu seperti sekarang, Rebecca M.Herzig, sang penulis PLUCKED menyebut gaya ‘Tiffany’s Box’ sebagai bentuk yang diminati para wanita, yakni: “Bulu alat kelamin dibentuk dan dicat seperti kemasan kotak perhiasan Tiffany atau dihias berbentuk kristal.”
Seks dan peer pressure bukan dua alasan utama orang melakukan waxing. Alasan lain orang melakukan waxing ialah cara terhindar dari bullying. The Guardianpernah melaporkan kisah tentang wanita yang memilih untuk menghilangkan bulu tangan dan bagian atas bibir karena dicibir oleh kawannya.
Apa pun alasan dan variannya, yang pasti waxing itu menyakitkan. Herzig mengutip pernyataan Sherri Sheperd, orang pertama yang melakukan Brazilian wax. “Rasanya lebih buruk daripada melahirkan," katanya.
Editor: Maulida Sri Handayani