Menuju konten utama

Bulu Kemaluan Tak Perlu Dicukur Sebab Bisa Sehatkan Kemaluanmu

Bulu kemaluan justru bisa mencegah gesekan pada kulit selama berhubungan seks. Ini yang menyebabkan mengapa bulu kemaluan bertekstur lebih tebal dan kasar.

Bulu Kemaluan Tak Perlu Dicukur Sebab Bisa Sehatkan Kemaluanmu
Ilustrasi. FOTO/Istock

tirto.id - Orang dewasa yang aktif berhubungan seksual kerap mencukur bulu kemaluannya, terutama sebelum bercinta. Alasannya banyak, mulai dari selera pasangan hingga demi kesehatan. Padahal memandang bulu kemaluan sebagai sesuatu yang kotor dan perlu dienyahkan adalah sebuah kekeliruan, apalagi untuk perempuan.

“Bulu kemaluan menyediakan penghalang alami untuk menjaga (kemaluan) agar tetap bersih, mengurangi kontak dengan virus dan bakteri, dan melindungi area kulit lembut yang berada di sekitarnya,” kata Dr Vanessa Mackay, anggota Royal College of Obstetricians and Gynecologists yang bermarkas pusat di London, Inggris, kepada Independent.

Bulu kemaluan juga melindungi vagina dari debu. Bulu kemaluan juga mampu mengontrol kelembaban area yang mengurangi kemungkinan seorang perempuan terkena infeksi ragi (yeast infection).

Para pegiat Departemen Urologi di Universitas California menyebut kemungkinan lebih serius: infeksi menular seksual.

E. Charles Osterberg dan kawan-kawan mengadakan survei yang melibatkan 7.580 orang dewasa Amerika Serikat. Pertanyaan apakah mereka mencukur bulu kemaluan atau tidak. Jika iya, dilanjutkan dengan pertanyaan bagaimana tekniknya.

Responden diklasifikasikan “pencukur frekuensi tinggi” jika melakukannya setiap hari hingga tiap minggu. Sementara yang mencukur habis lebih dari 11 kali per tahun dikategorikan “pencukur ekstrem”.

Datanya kemudian disandingkan dengan riwayat infeksi menular seksual para responden. Hasilnya, yang dipublikasikan di BMJ Journal, menunjukkan bahwa responden yang mencukur, waxing, memangkas, atau mencabut bulu kemaluan kemungkinan dua kali lebih besar punya riwayat infeksi menular seksual seperti herpes dan penyakit lain yang menular melalui kulit.

Mereka juga 90 persen lebih mungkin punya kutu dan 70 persen lebih mungkin mengalami klamidia atau penyakit lain yang bisa menyebar lewat cairan tubuh lainnya.

Dalam ulasan Guardian, meski berhubungan erat, riset ini tidak membuktikan secara jelas apakah ada hubungan sebab akibat antara mencukur bulu kemaluan dan infeksi menular seksual. Namun Osterberg dan koleganya berani menyatakan kemungkinannya “masuk akal”.

“Sebab tindakan mencukur bulu kemaluan dengan pisau cukur atau alat cukur menyebabkan sobekan kecil di kulit ari, yang membuka kemungkinan penetrasi epitel oleh bakteri atau virus penyebab infeksi menular seksual,” lanjut mereka. Intinya, mencukur bulu kemaluan mungkin membuat luka kecil namun cukup untuk jadi pangkal penyakit.

Itu baru satu kemungkinan. Kemungkinan lain: karena para responden baru mencukur bulu kemaluan setelah dirinya menderita infeksi menular seksual. Bisa juga para pencukur aktif ini mempunyai kehidupan seksual yang berbeda dengan para pencukur pasif. Data memang menunjukkan bahwa aktivitas seksual mingguan memang lebih sering dilakukan yang aktif.

Sebagian besar orang dewasa di Amerika memang pelaku cukur bulu kemaluan dengan beragam teknik. Menurut survei JAMA Dermatology dua tahun lalu jumlahnya mencapai 76 persen. Kebiasaan ini tak berlangsung 100 persen aman sebab kurang lebih seperempat di antaranya dilaporkan mengalami luka akibat kurang hati-hati saat mencukur.

Luka paling umum adalah sayatan, diikuti dengan ruam dan sensasi terbakar. Kebanyakan tidak serius, namun 1,5 persen kasusnya perlu ditangani secara medis. Periset Dr. Benjamin Breyer memakai unit gawat darurat (UGD) University of California San Fransisco (UCSF) sebagai data penunjang. Hasilnya, tiga persen orang dewasa yang datang ke UGD UCSF adalah mereka yang terluka akibat cukur bulu kemaluan.

Sebagaimana Osterberg dan kawan-kawan, Breyer juga menyatakan jika luka akibat mencukur bulu kemaluan memang memperbesar kemungkinan terkena penyakit menular seksual. Dalam laporan Time, Breyer berencana untuk melakukan penelitian lebih lanjut untuk mencari bukti valid bahwa cedera akibat mencukur bulu kemaluan memang membuat tingkat penularan penyakit seksual lebih tinggi.

infografik si bulu pemalu

Sebelum ke sana, Breyer hanya mampu mengingatkan bahwa risetnya menunjukkan perbandingan lurus antara kuantitas bercukur dengan kemungkinan kena luka di area sekitar kemaluan. Dalam banyak kasus, hal ini lebih sering menimpa mereka yang berusaha mencukur sampai habis, sampai tak ada rambut yang tersisa.

“Satu pelajaran yang bisa diambil dari sini adalah jika Anda punya luka yang signifikan usai mencukur bulu kemaluan, atau sering jadi luka, Anda harus mempertimbangkan lagi area yang Anda cukur, seberapa sering, dan sejauh mana Anda melakukannya,” katanya.

Bulu kemaluan mulai tumbuh saat remaja laki-laki dan perempuan masuk usia remaja atau masa pubertas. Dengan demikian rambut kemaluan adalah sesuatu yang natural, sebagaimana rambut di kepala, ketiak, dagu, dan lain sebagainya. Aturan sosial dalam bentuk tren, gaya hidup, ajaran agama, dan lain-lain yang mengatur perlakuan terhadapnya.

Aturan-aturan tersebut menuai kesan bahwa rambut kemaluan adalah sesuatu yang menjijikkan dan oleh karena itu perlu diatur bentuknya, bahkan dihilangkan sama sekali. Apalagi ditambah dengan iklan produk-produk pembersih bulu di badan.

Citra perempuan ideal yang ditampilkan mulus seutuhnya, dari leher sampai ujung kaki, menjadikan industri penghilang bulu badan bernilai miliar dolar, demikian laporan Inc. Beberapa perempuan, misalnya, jadi tidak percaya diri membiarkan bulu kaki dan tangannya lebat saat kencan pertama, juga berbulu kemaluan lebat saat mau berhubungan seks dengan pasangan.

Emely Shire dalam tulisannya di Daily Beast menyebutkan argumen yang menyatakan bahwa tren mencukur bersih bulu kemaluan dilakukan perempuan sebagai efek dari tren yang sama di kalangan aktris porno.

Kebiasaan mencukur rambut kemaluan dalam industri porno dilakukan demi estetika sinematografi. Namun, kebiasaan ini secara tak langsung turut membentuk selera para pria yang lebih menyukai area kemaluan pasangannya bersih. Lalu, baik diminta secara eksplisit maupun implisit, si perempuan pun membabat habis bulu kemaluannya (atau disisakan sedikit). Demi menyenangkan pasangan, dan agar ia sendiri percaya diri selama di ranjang.

Hal tersebut dibuktikan dalam penelitian Debby Herbenick dan koleganya dari Universitas Indiana, AS, yang dipublikasikan 2012 silam. Perempuan yang menghilangkan bulu kemaluan memiliki minat yang lebih besar dalam seks, menikmati seks oral, permainan jari, rangsangan klitoris, peningkatan durasi penetrasi, di ragam bercinta lainnya.

Sonali Kokra punya pendapat yang beda. Dalam artikelnya untuk Huffington Post ia menyebutkan manfaat bulu kemaluan yang justru bisa mencegah gesekan yang menyebabkan rasa terbakar pada kulit selama berhubungan seks. Ini yang menyebabkan mengapa bulu kemaluan bertekstur lebih tebal dan kasar.

Meski secara sains memiliki risiko, bukan berarti mencukur bulu rambut dilarang. Risiko-risiko yang berkaitan dengan kesehatan bisa dihindari dengan beberapa tips.

Menurut ginekologis Alyssa Dweck, sebagaimana ia sampaikan ke Cosmopolitan, adalah pertama dengan menggunakan pisau cukur sendiri alias tidak dipakai oleh orang lain. Ini demi mengurangi kemungkinan tertular penyakit dari penderita herpes atau infeksi lain dari orang yang memakai pisau cukur yang sama.

Kedua, agar makin aman, selalu gunakan pisau cukur baru. Pisau yang tumpul akan meningkatkan kemungkinan luka. Ketiga, gunakan selalu krim atau sabun cukur. Selain Dweck, beberapa ahli klinis juga menyatakan bahwa cukur memakai krim adalah teknik memangkas rambut paling aman seperti saat mencukur kumis, jenggot, atau bulu kaki/tangan.

Keempat, cukur pelan-pelan sesuai arah tumbuh rambut kemaluan. Jadi, berbeda dari mencukur bulu kaki, misalnya, yang melawan arah bulu tumbuh. Lagi-lagi untuk meminimalisir kemungkinan luka.

Kelima, khusus untuk perempuan, hindari: mencukur rambut kemaluan sebelum menstruasi sebab lebih area tersebut jauh lebih sensitif dibanding hari biasa, dan menghilangkan rambut pakai laser jika punya rambut tipis sebab kemungkinan akan berefek pada peningkatan pigmen di area folikel rambut.

Keenam, ekstra hati-hati saat mencukur pakai gunting. Pastikan pencahayaannya bagus, dan pantulan yang didapat dari cermin juga jelas. Dweck berkata banyak menerima pasien yang terluka akibat menggunting bulu kemaluan dengan kondisi buruk, lalu menyayat kulit sensitifnya sendiri. Sekali lagi, hati-hati, sebab area kemaluan mengandung banyak darah. Luka sedikit saja bisa berujung banjir darah.

Baca juga artikel terkait PENYAKIT KELAMIN atau tulisan lainnya dari Akhmad Muawal Hasan

tirto.id - Kesehatan
Penulis: Akhmad Muawal Hasan
Editor: Akhmad Muawal Hasan