tirto.id - Jane adalah ibu rumah tangga dengan 3 orang anak. Kegiatannya nyaris tanpa henti dalam mengurus anak, mulai dari mempersiapkan sarapan, cuci piring, mengantar anak sekolah, menjaga bayi, menyuapi, dan dan seabrek pekerjaan rumah tangga lainnya.
Hidupnya nyaris tanpa jeda untuk mengurus keluarganya. Namun, ia tetap berpikir untuk memiliki sisi lain dari kehidupannya yang menyenangkan. Ia memilih lingerie. Pakaian dalam itu dipakainya di sisi jeda waktunya, untuk menyenangkan suami, dan membuat ia berbahagia sebagai seorang wanita.
“Wanita membeli lingerie pada dasarnya untuk tiga alasan, untuk merasa feminin, menyenangkan pasangan, dan karena mau memakainya,” kata Tina Matsunaga, seorang pengusaha dan internet marketer.
Jane dan miliaran wanita lainnya di dunia ini merupakan konsumen tetap pakaian dalam termasuk lingerie, bra, panties dan macam lainnya. Bagi wanita, pakaian dalam tak sekadar penutup bagian tubuh, tetapi juga bagian dari sisi feminisme. Itulah mengapa ada sebagian wanita yang rela membelanjakan banyak uang untuk urusan pakaian dalam ini. Berkahnya tentu saja mampir ke industri pakaian dalam yang perputaran uangnya cukup menggiurkan.
Uang dan Kenyamanan
Pernah mendengar sebuah set pakaian dalam dibanderol jutaan dolar atau miliaran rupiah? Ini biasanya ditawarkan oleh perusahaan pakaian dalam khusus wanita papan atas. Victoria's Secret pernah memamerkan sebuah pakaian dalam red hot fantasy bra and panties seharga 15 juta dolar AS, bertabur batu mulia.
Lupakan dalaman yang berharga miliaran itu. Ada bagian dari pasar yang jauh lebih besar. Pasar lingerie misalnya, terus tumbuh makin dalam. Setiap tahun di Amerika Serikat (AS) mengalami pertumbuhan 5 persen. Dari total industri lingerie global, AS mengusai pangsa pasar 40 persen disusul oleh Cina, Inggris, dan Australia.
Berdasarkan statista, pertumbuhan pasar ritel lingerie dunia naik tajam, pada 2014 tercatat 72 miliar dolar AS, tahun ini diperkirakan mencapai 82,1 miliar dolar AS. Sedangkan total keseluruhan industri pakaian dalam secara global jauh lebih besar, The Business of Fashion mencatat pada 2014 bisnis ini memutar uang 110 miliar dolar AS. Pemain utama bisnis pakaian dalam dunia antara lain Triumph, Hanes, Maidenform, Wonderbra, Playtex, dan Victoria's Secret.
Tuntutan gaya hidup modern yang penuh kepraktisan dan tawaran hadiah membuat kaum hawa berburu lingerie mereka dengan jejaring belanja daring. Membeli pakaian dalaman kini tak hanya di butik-butik, tapi cukup dengan di depan laptop. Technavio’s market research memprediksi pertumbuhan CAGR 17 persen untuk penjualan lingerie secara online periode 2016-2020. Pasar Eropa yang paling besar menguasai pasar online lingerie yang mengambil porsi 45 persen.
Persaingan merek dalam bisnis lingerie semakin ketat, bermunculannya merek-merek baru menjadi tantangan bagi pemain bisnis ini. Di jagad perdagangan daring lingerie, merek-merek papan atas lingerie yang dijual online antara lain L Brands, Maison Lejaby, Lise Charmel, PVH, Wolf Lingerie, Baci Lingerie, Chantelle, Etam, Hanes Brands, Jockey, Lindex, Triumph, Wacoal, dan Wolford.
“Ketika seorang wanita menemukan bra favoritnya, mereka enggan untuk mengubahnya,” kata Cora Harrington, pendiri The Lingerie Addict dikutip dari entrepreneur.com
Pernyataan Cora ini sangat tepat. Berdasarkan studi terbaru yang dilakukan oleh perusahaan ritel lingerie Inggris, Rigby & Peller terhadap 2000 wanita AS berumur di atas 18 tahun pada Juli 2016, mengungkapkan fakta bahwa kenyamanan jadi hal utama bagi kaum hawa menggunakan pakaian dalamnya.
Tak jarang wanita terus-terusan mengenakan bra favoritnya yang menurut mereka nyaman, meski pakaian dalam lainnya bersusun menumpuk di lemari pakaian. Sebayak 80 persen responden wanita punya kurang lebih satu bra yang mereka rasakan 100 persen nyaman, tak ada yang perpandangan bra yang terlihat indah otomatis memberikan rasa nyaman.
Sebanyak 67 persen wanita AS mengaku sering menggunakan bra yang sama. Ada pula 30 persen wanita yang disurvei punya sebuah bra yang sudah dipakai lebih dari 10 tahun, dan 5 persennya bahkan mengaku setidaknya punya satu bra yang telah berumur 20 tahun. Survei serupa juga telah dilakukan terhadap 2.000 wanita Inggris, pada bulan sebelumnya. Salah satu temuannya adalah wanita mengaku hanya 27 persen pakaian dalam di lemari mereka yang nyaman dikenakan. Ini juga terkait pengetahuan mereka dalam memilih pakaian dalam.
"Temuan yang luar biasa, ada kesamaan antara wanita AS dan Inggris, riset kami menunjukkan banyak wanita AS membeli lingerie sebagai sebuah kebutuhan yang jahat, dan mereka membeli lingerie yang tak cocok," jelas Rigby & Peller dikutip dari supermodelclub.com.
Pakaian dalam seperti lingerie memang memberikan sisi feminin bagi seorang wanita. Namun ada yang lebih mendalam dari sebuah pakain dalam wanita, yaitu sebuah kenyamanan.