tirto.id - Bagi sebagian perempuan, memiliki wajah yang rupawan mungkin memberikan keuntungan dalam beberapa bidang kehidupan. Namun, salah jika menganggap kecantikan datang tanpa membawa perangkap.
Sementara ada beberapa keuntungan yang pasti didapat, bualan kecantikan ternyata dapat membuat aspek-aspek tertentu dari kehidupan justru jauh lebih sulit. Maka, jika ingin selalu tampil cantik sampai mati, Anda mungkin ingin berpikir ulang.
Dilansir dari laman The Independent, para perempuan yang cantik secara umum datang beramai-ramai ke situs Reddit untuk menyuarakan pengalaman negatif mereka ketika satu pengguna media sosial itu bertanya, "Apakah Anda memiliki cerita di mana daya tarik Anda sebenarnya sudah merugikan?"
Tanggapan yang paling umum menyatakan bahwa para perempuan tersebut tidak dianggap serius di tempat kerja, tempat banyak wanita menemukan dirinya didorong oleh prasangka seksis implisit.
"Tidak ada yang menganggap saya serius. Mereka menganggap bahwa aku bodoh. Dan bahkan ketika saya membuktikan bahwa saya tidak bodoh, masih ada perasaan itu," ungkap seorang wanita.
Ia menambahkan, bahkan telah tersirat oleh manajer sebelumnya bahwa ia akan lebih baik menjadi istri pajangan saja.
Menanggapi itu, yang lainnya setuju dan menambahkan, "Saya cukup muda [pertengahan dua puluhan] dan diberitahu oleh orang HRD yang bertanggung jawab dalam komite perekrutan bahwa saya tidak memiliki kesempatan karena rekan kerja laki-laki yang lebih tua tidak akan menganggap saya serius dan terdistraksi oleh saya."
Bahkan seseorang calon suami menyumbang pengalaman buruk rekannya di tempat kerja. "Terdengar seperti [cerita] tunangan saya. Orang hanya berpikir dia adalah si 'bodoh pirang' lainnya yang mencoba kesuksesan dunia laki-laki [di bidang IT]. Namun dalam kenyataannya ia mampu bergabung dengan orang-orang dan tahu sistem yang lebih baik daripada pria manapun dalam timnya. "
Sementara beberapa merasa sulit untuk menjalin pertemanan dengan perempuan, para perempuan lain menyadari bahwa mereka tidak akan pernah bisa menjadi salah satu dari perempuan dalam lingkupnya.
"Ini saya dapat saat masa SMA. Gadis-gadis yang saya pikir adalah teman-teman saya sering diam-diam membenci saya. Setiap kali saya menunjukkan kelemahan, mereka akan menerkam saya," tulis seorang wanita.
"Itu sangat menegangkan dan saya akhirnya berhenti mencoba untuk mencari teman perempuan," tuturnya.
Perempuan yang lain menambahkan, "Saya harus berhati-hati ketika pergi keluar minum-minum dengan teman-teman lelaki. Setelah beberapa minuman, sudah biasa bagi mereka untuk mendapatkan rayuan [bahkan jika mereka berada dalam suatu hubungan]. Dan aku benci harus menemukan cara yang tidak canggung untuk menghindari mereka sementara harus mempertahankan persahabatan kami entah dengan cara apa. "
Rangkaian ini pun mengungkapkan pengalaman yang bertentangan ketika sejumlah perhatian datang kepada para wanita itu. Sementara beberapa perempuan berjuang mendapatkan teman kencan, yang lain menemukan perhatian dari lawan jenis yang tertarik pada mereka justru berbahaya.
"Jumlah orang-orang yang berkata: 'Tapi kau cantik, aku tidak percaya kau jomblo!' sudah menggila. Itu membuat saya berpikir bahwa tidak ada yang pacaran dengan saya atau mendekati saya karena mereka menganggap orang lain tengah berpacaran dengan saya. KENCANI AKU. SILAKAN. AKU KESEPIAN," seorang wanita mengaku.
Lainnya yang merasa terganggu pun mengungkapkan bahwa ia digoda orang asing di jalan. "Saya terus-menerus khawatir tentang keselamatan saya . Suatu hari saya berjalan kaki 15 menit dan pada waktu itu ada yang membunyikan klakson dua kali. Seorang pria keluar dari mobilnya di lampu merah bertanya pada saya jika membutuhkan tumpangan. Itu membuat saya takut, kadang-kadang. "
Perempuan lain mengaku pernah mengalami situasi yang sama pula. "Orang-orang secara acak di jalan bertanya pada saya jika saya ingin pergi ngopi atau memberi mereka nomor saya."
Efek samping negatifnya, ia menambahkan, orang tua menyeramkan mengikutinya atau mencoba berbicara dengannya di depan umum. "Mereka memasuki ruang pribadi saya dan saya takut," ungkapnya.
Penulis: Yuliana Ratnasari
Editor: Yuliana Ratnasari