tirto.id - Nurindra B. Charismiadji atau Indra Charismiadji ditahan Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakarta Timur pada Rabu (27/12/2023) hingga 15 Januari 2024. Indra ditahan bersama rekannya, yaitu Ike Andriani. Keduanya bersama-sama merupakan pemilik atau pengendali PT Luki Mandiri Indonesia Raya.
Pelaksana Harian Kepala Seksi Intelijen Kejari Jaktim, Mahfuddin Cakra Saputra, menerangkan kasus Indra terjadi pada kurun waktu 2017-2019. Dia diduga melakukan tindak pidana pencucian uang dengan sengaja menerbitkan dan/atau menggunakan faktur pajak yang tidak berdasarkan transaksi yang sebenarnya.
“Sekira Januari 2019 sampai dengan Desember 2019 diduga melakukan Tindak Pidana Perpajakan dan Tindak Pidana Pencucian Uang dengan cara sengaja tidak menyampaikan surat pemberitahuan masa PPN atau sengaja tidak menyetorkan PPN yang telah dipungut ke kas negara,” kata Cakra dalam keterangan tertulis, Rabu (27/12/2023) malam.
Penyidik menyangkakan Indra dengan Pasal 39 ayat (1) huruf c jo Pasal 43 ayat (1) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang perubahan ketiga atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah beberapa kali dan diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Atau Pasal 39 ayat (1) huruf i jo Pasal 43 ayat (1) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang perubahan ketiga atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah beberapa kali dan diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Kemudian, Pasal 3 jo Pasal 10 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tetang pencegahan dan pemberantasan Tindak Pidana Pencucian uang atau Pasal 5 jo. Pasal 10 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
Akan tetapi, kasus Indra ini menjadi perhatian publik karena posisi dia yang saat ini sebagai caleg dari Partai Nasdem sekaligus Juru Bicara Tim Nasional Pemenangan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (AMIN). Akibatnya, publik melihat kasus ini tidak hanya dari sisi hukum, tapi juga politik.
Tim Hukum Nasional Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar, Ari Yusuf Amir, mengatakan kasus Indra Charismiadji telah bergulir sejak 2019. Namun, dia merasa heran bahwa kasus yang menurut dia sudah segera berakhir di Ditjen Pajak harus kembali bergulir di ranah hukum.
“Karena kalau persoalan hukum silakan saja, nanti biar publik yang menilai. Biar hukum menilai pengadilan yang menentukan, tapi harapan kami jangan ada unsur politisasi dalam kasus ini,” kata Ari Yusuf Amir dalam keterangan pers di Kantor Timnas AMIN, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (28/12/2023).
Timnas AMIN Minta Penegak Hukum Berlaku Adil
Di sisi lain, meski Indra sudah berstatus tersangka dan ditahan di Rutan Cipinang, tapi dia tetap menjadi bagian dari Timnas AMIN. Ari menjamin Indra tidak akan dipecat dari Timnas AMIN, karena sebelum diangkat pihaknya sudah melakukan pengecekan latar belakang masing-masing personel.
“Kami mengetahui kasus-kasus tersebut dan kami masih meyakini bahwa beliau tidak bersalah. Oleh karena itu kami mengangkat beliau sebagai jubir. Sampai saat ini ini beliau masih jubir dari Timnas,” kata Ari.
Menurut Ari, kasus yang menimpa Indra merupakan bentuk kriminalisasi di tahun politik. Karena itu, Ari meminta agar penegak hukum bersikap adil, apabila masing-masing individu yang terlibat dalam kegiatan politik di tiga tim sukses capres-cawapres niscaya akan ditemukan kesalahan.
“Kawan-kawan sekalian kalau kita mau mencari kesalahan seseorang sekecil apa pun pasti akan dapat, siapa pun akan punya kesalahan di muka dunia ini,” kata Ari.
Ari mengingatkan para penegak hukum bahwa kasus yang menimpa Indra dapat merusak citra penegak hukum terutama kejaksaan. Dia tidak berharap kasus ini dihentikan begitu saja, namun dia berharap aparat penegak hukum mau bersikap adil.
“Peristiwa ini hanya lima tahunan, tapi ketidakpercayaan publik kepada Anda akan berbahaya, berdampak besar bagi aparat penegak hukum yang tidak netral. Itu luar biasa,” kata dia.
Kejaksaan Agung Melanggar Aturan yang Dibuat Sendiri?
Menurut Ari, sehari ditahan di Rutan Cipinang, Indra masih diperlakukan secara baik secara aturan hukum. Pihaknya juga sudah mengajukan pendampingan hukum dan penangguhan penahanan, serta berharap segera dibebaskan.
“Betul kemarin langsung dibawa ke Rutan Cipinang, tapi hari ini tim kami lagi di lokasi untuk mengajukan penangguhan ini,” kata dia.
Ari kembali menegaskan bahwa pihaknya tidak masalah bila kasus pajak yang menjerat Indra untuk dilanjutkan. Namun, dia merasa keberatan bilamana Indra harus ditahan di saat tahun politik berlangsung. Selain itu, Indra saat ini juga aktif menjadi calon legislatif DPR RI di Dapil Jateng I dari Partai Nasdem.
“Cuma kami menyesalkan penahanan ini. Apakah perlu dilakukan penahanan itu saja?” kata Ari mempertanyakan.
Menurut Ari, tindakan Kejaksaan Negeri Jakarta Timur mengingkari perintah Jaksa Agung ST Burhanuddin yang dikeluarkan pada 20 Agustus 2023 yang mengharuskan penundaan pemeriksaan segala bentuk penyelidikan di seluruh kasus hingga selesai seluruh rangkaian dan proses tahapan pemilihan. Hal itu sebagai bentuk penegasan bahwa Kejaksaan Agung tidak digunakan sebagai alat politik praktis bagi pihak tertentu.
Sementara itu, Ahli Hukum Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar, menyebut tindakan Kejaksaan Negeri Jakarta Timur sebagai aksi subordinasi. Menurut dia, Jaksa Agung harus memberi saksi kepada anak buahnya tersebut, karena berpotensi nama baik dan netralitas institusi kejaksaan di tahun politik tercoreng.
“Jika ada keputusan penundaan dari kejaksaan, maka semua proses seharusnya ditunda. Karena itu tindakan Kejaksaan Negeri Jakarta Timur merupakan tindakan subordinasi. Demikian juga terkesan mengada-ada, karena jika benar ada alasannya, mengapa baru pada masa kampanye ini perlu dilaksanakan. Ini sudah masuk politisasi, Kejaksaan Jaktim harus ditindak,” kata Fickar saat dihubungi Tirto pada Kamis (28/12/2023).
Penulis: Irfan Amin
Editor: Abdul Aziz