Menuju konten utama

Menyoal Kenaikan Anggaran Polri yang Cukup Fantastis di 2025

Peneliti ISESS menilai semestinya yang dinaikkan biaya operasional seperti biaya penyelidikan, penyidikan, hingga pelayanan publik.

Menyoal Kenaikan Anggaran Polri yang Cukup Fantastis di 2025
Wakapolri Komjen Pol Agus Andrianto (tengah) mengikuti rapat kerja bersama Komisi III DPR di kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (11/6/2024).ANTARA FOTO/Galih Pradipta/aww.

tirto.id - Polri mendapat dukungan berupa penambahan anggaran sekitar Rp60,64 triliun dari DPR RI, sehingga total anggaran pada 2025 diperkirakan mencapai Rp162,15 triliun. Pemerintah sebelumnya mengajukan pagu anggaran untuk Polri dalam APBN 2025 sebesar Rp104,67 triliun.

Permintaan penambahan anggaran itu disampaikan Wakapolri Komjen Pol Agus Andrianto dalam rapat dengan Komisi III DPR RI pada Selasa (11/6/2024). Dalam rapat tersebut, Agus menjelaskan, Polri hanya mendapat pagu anggaran pada 2025 sebesar Rp104,67T. Mereka mengajukan penambahan bujet Rp60,64 triliun kepada DPR.

“Sesuai surat Kapolri Nomor B/7641/VI/REN2.3/2024 tanggal 4 Juni 2024, hal usulan penambahan Polri dalam rangka penetapan pagu anggaran tahun 2025, Polri usulkan tambahan anggaran sumber rupiah murni dari penetapan pagu anggaran TA 2025 sebesar Rp60,64 triliun,” kata Agus.

Agus menjelaskan sejumlah alasan pertimbangan penambahan anggaran tersebut, yaitu sebagai upaya mitigasi perkembangan lingkungan strategis global, regional, dan nasional; peningkatan harkamtibnas, melanjutkan reformasi birokrasi; tingginya kejahatan jiwa, harta benda dan perdagangan orang; pencegahan dan penanganan peredaran gelap narkotika; tingginya angka kejahatan konvensional dan transnasional; berkembangnya kejahatan siber; penguatan SDM Polri 4.0; rencana pemindahan ibu kota negara; pembangunan polda daerah otonomi baru; penetapan Polda Papua Barat dan Papua Tengah; pembentukan Direktorat Siber dan PPA sebagaimana perintah presiden; hingga peningkatan PNBP pengamanan izin keramaian sosial.

Dalam rinciannya, sekitar Rp64,43 triliun akan digunakan untuk tiga hal, yakni: belanja pegawai, belanja barang, dan belanja modal. Ia mengatakan, sekitar Rp4,9 triliun akan digunakan untuk gaji pegawai rekrutmen personel baru, tukin rekrutmen personel baru 70 persen; tukin 80 persen personel Polri yang ada, dan kenaikan tukin 80 persen personel Polri.

Sementara itu, Rp11,68 triliun akan digunakan untuk belanja barang operasional, belanja barang non operasional, penambahan anggaran belanja barang sumber PNBP, dan penambahan anggaran belanja barang bersumber dari BLU.

Terakhir belanja modal senilai Rp43,97 triliun yang digunakan untuk pemenuhan almatsus, pengembangan SPKT di tingkat polres, peningkatan layanan di ruang pelayanan kepolisian, dan keperluan lain-lain.

Jika ditotal, maka Rp162,15 triliun akan terbagi pada tiga aspek, yakni: sekitar Rp64,43 triliun untuk kepentingan belanja pegawai dengan termasuk pemenuhan gaji, tunajngan kinerja personel rekrutmen 2024; Rp45,74 triliun untuk pemenuhan listrik, air, internet, BMP, kaporlap mabes dan polda, pemenuhan perawatan tahunan, kegaitan nasional dan internasional hingga pengamanan IKN; dan Rp51,97 triliun untuk faskon Polri mendukung program prioritas nasional. Angka ini naik Rp44,74 triliun dibanding alokasi tahun 2024 yang mencapai Rp117,40 triliun.

Pengajuan anggaran tersebut langsung disetujui oleh Komisi III DPR RI dalam sidang yang dipimpin langsung oleh Ketua Komisi III, Bambang Wuryanto alias Bambang Pacul.

Raker Polri dengan Komisi III DPR

Wakapolri Komjen Pol Agus Andrianto (tengah) mengikuti rapat kerja bersama Komisi III DPR di kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (11/6/2024). ANTARA FOTO/Galih Pradipta/aww.

Dipersoalkan Publik

Sontak, kenaikan anggrana tersebut menuai sorotan publik, salah satunya Ketua Umum YLBHI, M. Isnur. Ia mempersoalkan kenaikan anggaran Polri yang cukup fantastis. Ia berharap DPR mengevaluasi kinerja kepolisian sebelum menyetujui kenaikan anggaran yang besar tersebut.

“Apakah memang anggaran kita akan sangat besar menuju sekuritisasi publik gitu ya?” kata Isnur mempertanyakan saat dihubungi reporter Tirto, Kamis, 13 Juni 2024.

Isnur menilai, pemberian anggaran sebaiknya lebih difokuskan pada isu yang lebih penting. Dalam kacamata Isnur, penambahan bujet lebih baik fokus pada penguatan pendidikan daripada keamanan.

“Yang harus dibangun oleh negara ini agar kemudian kejahatan berkurang tidak karena hukum penegakannya, tapi karena pendidikan yang baik,” tutur Isnur.

Pernyataan Isnur bukan tanpa alasan. Mengutip hasil rapat Kemendikbudristek dengan Komisi X DPR pada Rabu (5/6/2024), pagu indikatif Kemendikbud di 2025 hanya Rp83 triliun, sementara pagu berjalan Rp101,3 triliun.

Kemendikbudristek mengajukan tambahan anggaran Rp25 triliun untuk memastikan semua berjalan. Mereka juga menyatakan Rp41,5 triliun sudah diambil untuk pendanaan wajib seperti Program Indonesia Pintar, Kartu Indonesia Pintar, tunjangan guru non-PNS, tunjangan profesi dosen dan guru besar non-PNS, BOPTN tinggi, dan vokasi.

Isnur menilai, tingginya permintaan anggaran kepolisian juga harus melihat kinerja kepolisian. Ia mengingatkan banyak kejadian negatif berkaitan kepolisian selama periode 2023-2024. Ia mengungkit bagaimana kasus Ferdy Sambo, keterlibatan kasus narkoba yang dilakukan Irjen Pol Teddy Minahasa dan kasus lain yang memantik perhatian publik.

SIDANG PUTUSAN FERDY SAMBO

Terdakwa kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir Nopriansyah Yosua Hutabarat, Ferdy Sambo (tengah) tiba untuk menjalani sidang putusan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jakarta, Senin (13/2/2023). ANTARA FOTO/Aprillio Akbar/nym.

“Seharusnya peran-peran itu dievaluasi secara maksimal dulu, bagaimana peran-peran kepolisian selama ini, itu menjadi catatan buat masyarakat sipil, di mana-mana melakukan kekerasan, represif, dan juga terjadi misalnya terlibat dalam banyak pelanggaran hak asasi manusia,” kata Isnur.

Harus diakui, kepercayaan publik kepada kepolisian memang berada di angka cukup baik, yaitu 70,6 persen pada survei Indikator 4-5 April 2024. [PDF] Akan tetapi, angka ini berada di peringkat 6 dari 9 pemerintah maupun lembaga yang disurvei Indikator.

Polri masih kalah dari saudara tuanya, yaitu TNI dengan 92,6 persen, presiden 85 persen, Kejaksaan Agung 74,7 persen, MK 72,5 persen, dan Pengadilan 71,1 persen. Polri hanya lebih tinggi dari KPK 62 persen, Parpol 55,9 persen, dan DPR yang hanya 51,3 persen.

Isnur juga mengkhawatirkan penambahan anggaran berkaitan dengan sejumlah isu terkini. Ia khawatir penambahaan anggaran berkaitan kemungkinan pembelian alat spyware seperti upaya peretasan akun medsos sebagaimana laporan Amnesty Internasional atau pembelian gas air mata yang berujung membahayakan nyawa seperti kasus Kanjuruhan.

Isnur berharap agar anggaran yang diperoleh Polri tepat guna, tepat sasaran, dan untuk melindungi masyarakat.

Selain itu, Isnur juga khawatir penambahan anggaran berkaitan dengan kepentingan pemilu di masa lalu. Ia melihat indikasi keterliibatan polisi dalam politik pemilu seperti manuver Polda Jateng yang memanggil para kades saat Pilpres 2024, maupun Kapolda Jateng, Irjen Pol Ahmad Luthfi, yang kini menjadi kandidat bakal calon Gubernur Jateng. Ia juga khawatir jika Polri malah bermain politik praktis di masa depan.

“Jadi kami sangat khawatir ini adalah bagian dari movement bukan lagi sebagai alat negara, tapi alat politik kekuasaan,” kata Isnur.

Pertemuan Panglima TNI dengan Kapolri

Kapolri Jenderal Pol. Listyo Sigit Prabowo (kanan) bersama Panglima TNI Jenderal TNI Agus Subiyanto (kiri) memberikan keterangan kepada media usai pertemuan secara tertutup di Mabes Polri, Jakarta, Selasa (5/12/2023). ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja

Sementara itu, peneliti kepolisian dari ISESS, Bambang Rukminto, mengakui memang perlu kenaikan anggaran bagi kepolisian. Akan tetapi, Bambang tidak sepakat dalam proses penyaluran anggarannya seperti yang dijabarkan di atas.

“Saya setuju dinaikkan, tetapi bukan untuk belanja modal, tetapi untuk belanja operasional. Karena keluhan di level operator Polri, anggaran penyelidikan, penyidikan maupun harkamtibmas masih sangat minim,” kata Bambang.

Bambang mengingatkan, kenaikan anggaran secara jumbo tidak bisa dibenarkan saat ini. Ia beralasan, situasi 2025 berbeda dengan situasi 2024 yang ada 'hajatan negara' seperti pemilu serentak, pilpres, dan pilkada.

Selain itu, penambahan anggaran dengan postur yang ditawarkan Polri lebih terkesan untuk menyenangkan kepolisian daripada memenuhi kebutuhan dasar kepolisian dalam pelayanan publik. Ia mengingatkan bahwa kebutuhan polisi saat ini lebih pada biaya operasional seperti biaya penyelidikan, penyidikan, harkamtibnas hingga pelayanan publik.

Bambang justru khawatir ada upaya titipan dari DPR. Sebab, kata dia, angka belanja modal lebih besar daripada belanja lain. Padahal, belanja modal adalah belanja tidak langsung yang dirasakan personel sebagai ujung tombak pelayanan kepolisian pada publik.

Di sisi lain, belanja modal rerata dilakukan dengan memberi manfaat lebih dari 1 periode akuntansi. Ia mencontohkan pengadaan Boeing 727 senilai Rp1 triliun yang terjadi tahun lalu dan berujung tidak digunakan. Belanja modal yang tidak dibutuhkan dapat diindikasikan kemungkinan ada titipan dari pihak yang tidak bertanggung jawab di parlemen.

“Dengan porsi kenaikan yang super besar tersebut, layak untuk ditelisik, berapa 'belanja titipan dari DPR?' Makanya tak heran bila parlemen pasti langsung menyetujui kenaikan anggaran tersebut,” kata Bambang.

Tirto sudah berupaya meminta tanggapan dari Mabes Polri tentang tudingan tersebut. Akan tetapi, hingga berita ini dirilis, pihak Mabes Polri enggan berkomentar.

Pengamanan peringatan Hari Buruh Internasional di Jakarta

Sejumlah personel Kepolisian berjaga saat pengamanan aksi peringatan Hari Buruh Internasional di Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta, Rabu (1/5/2024). ANTARA FOTO/Aprillio Akbar/rwa.

Baca juga artikel terkait POLISI atau tulisan lainnya dari Andrian Pratama Taher

tirto.id - Politik
Reporter: Andrian Pratama Taher & Ayu Mumpuni
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Abdul Aziz