tirto.id - Menteri Sosial Idrus Marham memenuhi panggilan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Kamis (19/7/2018). Idrus diperiksa sebagai saksi dalam penyidikan dugaan tindak pidana korupsi suap kesepakatan kerja sama pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Riau-1.
"Hari ini sebenarnya saya juga ada undangan di DPR, ya, bersama beberapa menteri di Komisi IX. Akan tetapi, karena saya juga dapat undangan dari KPK, saya harus hormati dan saya harus penuhi undangan pada hari ini karena saya anggap penting. Oleh karena itu, saya hadir di sini," kata Idrus saat tiba di Gedung KPK RI, Jakarta.
Idrus mengaku diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Wakil Ketua Komisi VII DPR RI dari Fraksi Golkar Eni Maulani Saragih dan pemegang saham Blackgold Natural Resources Limited Johannes Budisutrisno Kotjo.
"Nanti materinya apa? Saya belum bisa menyampaikan kepada teman-teman semua. Saya percaya KPK itu tidak melakukan di luar aturan jadi pasti aturannya biasanya tiga hari sebelumnya sudah diterima," kata Idrus seperti diwartakan Antara.
Namun, Idrus tidak menjelaskan mengenai apa yang ia ketahui mengenai kasus tersebut. "Nanti, ya, saya kira sudah, ya, sudah ditunggu," ungkap Idrus.
Wakil Ketua KPK Saut Situmorang sebelumnya menyatakan bahwa para saksi adalah orang-orang yang punya kaitan dengan perkara tersebut.
"KPU tidak akan manggil orang kalau tidak ada hubungan langsung tidak langsung dengan kasus itu," kata Wakil Ketua KPK Saut Situmorang di Gedung KPK, Rabu (18/7/2018).
Rumah Idrus Marham juga menjadi lokasi Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK terhadap Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Eni Maulani Saragih pada Jumat, 13 Juli lalu.
KPK juga telah menjadwalkan pemeriksaan terhadap Direktur Utama Perusahaan Listrik Negara Sofyan Basir pada Jumat, 20 Juli mendatang sebagai saksi kasus ini.
"Ya, 'kan sebagai saya katakan itu 35.000 megawatt, kemudian Desember lalu sudah bicara dengan mereka agar plotnya itu hati-hati. Nanti, dikembangkan dahulu, justru itu yang mau didalami karena ada beberapa hal yang perlu konfirmasi," ungkap Saut menanggapi rencana pemeriksaan Sofyan.
Petugas KPK pada Minggu, 15 Juli lalu telah menggeledah rumah Sofyan Basir. Ia mengaku memberikan dokumen-dokumen yang terkait dengan proyek PLTU tersebut.
“KPK hanya membawa dokumen yang terkait PLTU Riau,” ucap Sofyan seperti dilansir Tirto. “Dokumen itu umum, bukan rahasia. Dokumen itu bisa kita buka ke publik,” terang dia.
KPK telah menetapkan dua tersangka, Eni Maulani Saragih dan pemegang saham Blackgold Natural Resources Limited Johannes Budisutrisno Kotjo.
Dalam operasi tangkap tangan (OTT), 13 Juli lalu, KPK sudah mengamankan sejumlah barang bukti yang diduga terkait dengan kasus itu, yaitu uang Rp500 juta dalam pecahan Rp100 ribu dan dokumen atau tanda terima uang sebesar Rp500 juta tersebut.
Ada dugaan penerimaan uang sebesar Rp500 juta merupakan bagian dari "commitment fee" sebesar 2,5 persen dari nilai proyek yang akan diberikan kepada Eni Maulani Saragih dan kawan-kawan terkait dengan kesepakatan kontrak kerja sama pembangunan PLTU Riau-1.
Proyek PLTU Riau-1 merupakan bagian dari proyek pembakit listrik 35.000 megawatt secara keseluruhan. PLTU Riau-1 masih pada tahap letter of intent (LOI) atau nota kesepakatan. Kemajuan program tersebut telah mencapai 32.000 megawatt dalam bentuk kontrak jual beli tenaga listrik (power purchase agreement/PPA).
Johannes Budisutrisno Kotjo ditetapkan sebagai tersangka pemberi suap dengan sangkaa Pasal 5 Ayat 1 Huruf a atau Huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20/2001 juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
Sebagai tersangka penerima suap, Eni Maulani Saragih, disangkakan melanggar Pasal 12 Huruf a atau Pasal 12 Huruf b atau Pasal 11 UU No. 31/1999 yang diubah dengan UU No. 20/2001 jo. Pasal 64 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Penulis: Yuliana Ratnasari
Editor: Yuliana Ratnasari