tirto.id - Satuan Tugas Komisi Pemberantasan Korupsi (Satgas KPK) menggeledah rumah Direktur Utama PT PLN Sofyan Basir di kawasan Bendungan Hilir, Jakarta Pusat, Minggu pagi hingga malam, 15 Juli 2018. Penggeledahan rumah Sofyan Basir oleh KPK bagian dari pengembangan aksi tangkap tangan terhadap Eni Mulyani Saragih dan Johannes B. Kotjo. Keduanya adalah tersangka dalam dugaan suap kontrak kerja sama pembangunan PLTU-1 Provinsi Riau.
Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan mengatakan KPK sudah menyelidiki kasus ini sejak Juni 2018. Artinya proses projustisia sudah berjalan hampir satu bulan lebih sebelum Eni dan Johannes kena tangkap tangan. Eni ditangkap di kediaman Menteri Sosial Idrus Marham, di Kompleks Widya Chandra, Jakarta.
Kasus ini bagian dari proyek PLTU Riau-1 yang melibatkan perusahaan Blackgold Natural Resource Limited (Blackgold). Pada 24 Januari 2018, Blackgold mengumumkan menerima Letter of Intent (LoI) atau surat minat dari PLN dalam rangka perjanjian jual beli listrik atau power purchasment agreement (PPA). PPA menjadi penting bagi perusahaan yang akan membangun pembangkit listrik swasta atau independent power producer (IPP) agar listriknya terjual ke PLN.
Blackgold masuk dalam konsorsium PT Pembangkit Jawa-Bali (anak usaha PLN), PT PLN Batu Bara, dan China Huadian Engineering Co. Ltd. Konsorsium ini akan mengembangkan dan mengoperasikan Pembangkit Listrik Tenaga Uang (PLTU) di Mulut Tambang dengan kapasitas 2 x 300 MW.
Konsorsium akan memasuki PPA definitif dengan PLN setelah syarat dan ketentuan dalam LOI terpenuhi. Setelah itu, konsorsium akan membentuk perusahaan patungan untuk Proyek PLTU Riau-1 guna untuk menuntaskan perjanjian pembelian tetap untuk jangka panjang dengan anak perusahaan BlackGold, PT Samantaka Batubara. PT Samantaka ini akan menjadi pemasok batubara pada proyek PLTU Riau-1 yang targetnya akan selesai 2023.
LoI adalah pintu masuk bagi kelangsungan bisnis Blackgold. CEO Blackgold Grup Philipp Rickard mengatakan LOI merupakan tonggak besar dalam perjalanan Blackgold menuju tujuan akhir untuk mendapatkan proyek jangka panjang.
“Kami akan bekerja dengan sungguh-sungguh untuk menyelesaikan semua formalitas yang diperlukan menjelang penandatanganan akhir PPA dengan PLN,” kata Phillip, 24 Januari 2018.
Sebelum LOI Turun
Keberhasilan Blackgold menerima LoI bukan tanpa masalah. KPK justru menduga ada masalah di balik kerja sama yang akhirnya dituangkan dalam LoI terhadap Blackgold. Pada Desember 2017, atau sebulan sebelum LoI terbit, KPK menerima laporan penyerahan uang Rp2 miliar kepada Eni Mulyani Saragih, Wakil Ketua Komisi VII DPR yang membidani masalah energi.
Basaria menduga uang itu merupakan bagian dari commitment fee sebesar 2,5 persen dari nilai proyek. Uang diberikan oleh Johanes B Kotjo selaku pemegang saham Blackgold kepada Eni.
Berselang dua bulan setelah LoI terjadi, Johanes kembali mengirimkan uang Rp2 miliar kepada Eni melalui stafnya pada Maret 2018. Empat bulan berselang, uang kembali dikirim Johanes kepada Eni sebesar Rp300 juta pada 8 Juni 2018, dan terakhir Rp500 juta pada 13 Juli 2018.
“Eni diduga berperan memuluskan proyek penandatanganan kerja sama terkait pembangunan PLTU-1 Riau,” ucap Basaria.
Sejauh ini, belum jelas bagaimana cara Eni memuluskan penandatanganan LoI. KPK masih terus menelusuri informasi yang mereka dapat setelah memeriksa 14 orang yang ditangkap dan menetapkan dua tersangka dalam kasus ini. Salah satu informasi yang dikembangkan adalah dengan menggeledah rumah Sofyan Basir.
Penggeledahan di rumah Sofyan menjadi coreng baru buat PLN. Perusahaan listrik pelat merah ini bukan kali pertama menghadapi masalah dengan pucuk pimpinannya, antara lain: Nur Pamudji dan Dahlan Iskan yang sempat jadi tersangka kasus hukum.
KPK menduga ada rangkaian peristiwa yang terkait dengan kasus suap PLTU Riau-1 ini di rumah Sofyan. Soal ini Kepala Biro Humas KPK Febri Diansyah mengatakan “Penggeledahan dilakukan karena diduga terdapat bukti yang terkait penyidikan,” kata Febri, Senin (16/7/2018).
Bukti yang diduga terkait dengan perkara ini nyatanya memang ditemukan KPK. Antara lain: dokumen dan rekaman CCTV. Namun, Febri tak mau memberi keterangan jelas apakah memang Sofyan terlibat dalam kasus tersebut. Febri tak merespons pesan singkat yang dikirim Tirto lewat aplikasi WhatsApp, dan hanya membacanya.
Pada konferensi pers di Gedung Utama PLN Kantor Pusat, Senin (16/7) Sofyan Basir menegaskan menghormati proses hukum yang sedang berjalan di KPK. Ia mengaku akan patuh dan taat pada hukum yang berlaku.
“Sebagai tuan rumah, dirut membantu KPK dan memberikan sejumlah informasi terkait proyek Riau-1, serta dokumen terkait objek,” kata Sofyan.
Proses hukum memang masih berlangsung, namun bagi PLN kasus PLTU Riau-1 menjadi duri dalam daging baru bagi para direksi dan PLN sebagai korporasi.
Penulis: Mufti Sholih
Editor: Mufti Sholih