tirto.id - Menteri Hukum (Menkum) RI, Supratman Andi Agtas, menegaskan bahwa buron kasus korupsi e-KTP, Paulus Tannos alias Tjhin Thian Po, masih berkewarganegaraan Indonesia (WNI). Supratman menjelaskan bahwa Indonesia menganut prinsip kewarganegaraan tunggal sehingga Paulus Tannos tidak serta-merta mendapatkan kewarganegaraan lain, meski memiliki paspor di negara tersebut.
“Indonesia punya Undang-undang tentang kewarganegaraan. Prinsipnya Indonesia menganut kewarganegaraan tunggal. Yang bersangkutan saat ini memiliki paspor negara sahabat, namun untuk melepas kewarganegaraan Indonesia tidak berlaku otomatis,” ujar Supratman dalam konferensi pers di Gedung Kementerian Hukum (Kemenkum), Jakarta, Rabu (29/01/2025).
Supratman menerangkan, buronan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tersebut telah dua kali mengajukan pelepasan kewarganegaraan Indonesia. Namun, Supratman mengatakan prosesnya belum selesai karena Paulus Tannos belum melengkapi dokumen yang dibutuhkan sampai saat ini. Hal tersebut membuat status kewarganegaraannya masih sebagai warga negara Indonesia.
“Status kewarganegaraan atas nama Tjhin Thian Po alias Paulus Tannos masih berstatus sebagai warga negara Indonesia. Sampai dengan 2018 yang bersangkutan itu paspornya masih atas nama Tjhin Thian Po dan dua kali melakukan perubahan,” lanjutnya.
Hingga hari ini, Supratman mengaku, Kemenkum terus berkoordinasi dengan KPK, Kepolisian RI, Kejaksaan Agung, dan Kementerian Luar Negeri untuk mempercepat proses ekstradisi Paulus Tannos.
Dia juga menyebut bahwa batas waktu pemerintah Indonesia untuk mengajukan permohonan dan melengkapi dokumen ke otoritas Singapura adalah selama 45 hari, dan akan berakhir pada 3 Maret 2025 nanti. Meski demikian, dia yakin pemerintah Indonesia dapat memenuhi persyaratan dokumen dalam waktu yang lebih cepat.
“Empat puluh lima hari itu untuk melengkapi dokumen. Tapi saya yakinkan kita tidak akan menunggu sampai dengan 3 Maret 2025,” ujar Supratman.
Kasus Paulus Tannos sendiri merupakan proses ekstradisi pertama yang akan dilakukan oleh Indonesia dan Singapura. Kedua negara telah melakukan penandatanganan perjanjian ekstradisi pada tahun 2022, yang dilanjutkan dengan ratifikasi pada tahun 2023.
“Kita harus menghargai aturan-aturan hukum, mekanisme yang berlaku di negara lain termasuk Singapura. Saya yakin dan percaya sebagai negara tetangga yang sangat bersahabat, dengan menghargai perjanjian ekstradisi yang telah ditandatangani dan kita ratifikasi bersama, akan memudahkan penanganan kasus ini,” tutur Supratman.
Sebagai informasi, Paulus Tannos atau Tjhin Thian Po adalah buron KPK dalam kasus proyek E-KTP. Paulus Tannos telah masuk Daftar Pencarian Orang (DPO) sejak 19 Oktober 2021 lalu. Selanjutnya, Paulus Tannos berhasil ditangkap di Singapura oleh lembaga anti korupsi Singapura.
Sebelum penangkapan, Divisi Hubungan Internasional Polri mengirimkan surat penangkapan sementara (provisional arrest request) kepada otoritas Singapura untuk membantu penangkapan buronan tersebut. Lalu, pada 17 Januari 2025, Jaksa Agung Singapura mengabarkan bahwa Paulus Tannos sudah ditangkap. Hingga saat ini, pemerintah Indonesia sedang melakukan proses ekstradisi Paulus Tannos.
Penulis: Nabila Ramadhanty
Editor: Andrian Pratama Taher