Menuju konten utama

Menko PMK Muhadjir Curhat Kesulitan Turunkan Angka Kemiskinan

Muhadjir curhat kesulitan pemerintah menurunkan angka kemiskinan seperti yang ditargetkan dalam RPJMN 2020-2024.

Menko PMK Muhadjir Curhat Kesulitan Turunkan Angka Kemiskinan
Muhadjir Effendy Respons pemberian PMT yang tidak sesuai kecukupan gizi di Depok. (Tirto.id/Avia)

tirto.id - Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Muhadjir Effendy, mengungkapkan kesulitan pemerintah untuk menurunkan angka kemiskinan seperti yang ditargetkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024.

Dalam RPJMN ditargetkan angka kemiskinan nasional turun menjadi 6,5-7,5 persen. Muhadjir menjelaskan hingga 2023, angka kemiskinan di Indonesia masih 9,36 persen. Dia tidak optimistis, pemerintah selama sisa 8 bulan masa kerja dapat menurunkan 1,85 angka kemiskinan untuk mengejar target RPJMN.

“Dan itu saya tidak terlalu optimistis bisa capai itu. Karena berdasarkan pengalaman tahun sebelumnya, penurunan kemiskinan hanya 0,3 (persen) sampai 0,5 (persen). 0,3 (persen) yang paling tinggi," kata Muhadjir usai mengikuti Rapat Tingkat Menteri tentang Perkembangan Pelaksanaan Program Percepatan Penanggulangan Kemiskinan, di Istana Wakil Presiden, Kamis (22/2/2024).

Di sisi lain, Muhadjir optimistis pemerintah dapat menurunkan angka kemiskinan ekstrem di 2023 dengan angka 1,12 persen untuk menjadi 0,1 persen di 2024. Namun dia pesimistis bahwa angka kemiskinan ekstrem bisa dituntaskan menjadi 0 persen, walaupun dalam rapat Wakil Presiden Ma'ruf Amin menargetkan angka kemiskinan ekstrem bisa ditekan hingga nol persen.

“Kalau nol bulat enggak mungkin lah, karena kita kan populasinya yang miskin sekitar 6 juta miskin ekstrem yang miskin masih 26 juta, jadi memang nilai angka absolutnya yang sangat besar," kata Muhadjir.

Ia memberikan sejumlah alasan mengapa dua target tersebut sulit dicapai. Di antaranya kesulitan pemerintah dalam pemerataan pemberian bantuan di seluruh Indonesia.

Dia mencontohkan seperti program keluarga harapan (PKH) yang nilai bantuanya sama di seluruh Indonesia. Akibatnya masyarakat Indonesia di kawasan timur tetap kesulitan mendapat bahan pokok karena harganya lebih mahal dari yang ada di Jawa dan sekitarnya.

"Beras sekarang di Pegunungan Tengah (Papua) berkisar Rp40-50 ribu per kilogram. Dan ketika kita memberi bantuan sama dan itulah kenapa penanganan kemiskinan tidak bisa segera tuntas. Itu salah satunya, karena pengalokasian anggaran bantuan tidak dibikin lebih beragam disesuaikan dengan kondisi di masing-masing tempat," kata dia.

Baca juga artikel terkait KEMISKINAN 2024 atau tulisan lainnya dari Irfan Amin

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Irfan Amin
Penulis: Irfan Amin
Editor: Abdul Aziz