tirto.id - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto mengatakan, dunia saat ini tengah mengalami perfect storm yaitu krisis multidimensi yang cepat. Hal ini menghambat percepatan pemulihan ekonomi di berbagai negara.
“Kita berkumpul di sini hari ini karena dunia telah berubah dengan cepat. Kita menyebutnya sebagai perfect storm yaitu krisis multidimensi yang cepat. Seperti tantangan keamanan, ekonomi, dan lingkungan ini telah menunda upaya kita untuk mempercepat pemulihan,” ungkap Airlangga pada pembukaan The 8th G20 Parliamentary Speakers Summit di Gedung Nusantara II DPR, Kamis (6/10/2022).
Terkait tantangan yang muncul akibat perubahan iklim, Airlangga menyampaikan bahwa Indonesia mementingkan keseimbangan pertumbuhan ekonomi yang tetap memperhatikan aspek lingkungan.
Indonesia mendesak negara-negara maju untuk memenuhi janji mereka untuk menyediakan pendanaan untuk penanganan perubahan iklim sebesar 100 miliar dolar AS kepada negara-negara berkembang.
Indonesia telah melakukan transisi energi dengan berbagai upaya mulai dari co-firing PLTU dengan blue ammonia, carbon capture and storage, serta financial model untuk untuk PLTU yang tidak efisien. Hal tersebut juga terkait dengan target untuk mencapai net zero emission (NZE) pada tahun 2060 atau lebih cepat.
“Transisi energi harus berkeadilan, berkelanjutan, dan affordable bagi masyarakat,” tegas Airlangga.
Di sisi lain, Airlangga kembali menegaskan bahwa multilateral platform seperti G20, PBB, WTO, harus tetap relevan dengan situasi saat ini dan memastikan stabilitas internasional.
Forum G20 sendiri merupakan forum yang terbentuk dari krisis ekonomi tahun 1998 dan saat ini mewakili 85 persen PDB global dan 75 persen perdagangan dunia.
Di tengah krisis multidimensi dengan posisi negara yang sangat terfragmentasi saat ini, G20 harus tetap memiliki peran yang kuat dan tidak boleh redup.
“Sebagian besar konteks dalam concrete deliverables yang dibahas pada pertemuan-pertemuan working group dan engagement group telah disepakati. Satu-satunya masalah yang masih ada adalah geopolitik. Oleh karena itu, pertemuan Parliament 20 (P20) diharapkan dapat menyelesaikan masalah geopolitik yang tersebut,” pungkas Airlangga.
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Anggun P Situmorang