Menuju konten utama

Menkeu: Perubahan Iklim Berpotensi Turunkan PDB Dunia sampai 10%

Menurut Sri Mulyani, skenario terburuk ini bisa terjadi jika tak ada upaya tegas untuk mengatasi masalah perubahan iklim.

Menkeu: Perubahan Iklim Berpotensi Turunkan PDB Dunia sampai 10%
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan pendapat akhir presiden saat Rapat Paripurna ke-5 Masa Persidangan I Tahun Sidang 2024-2025 di Gedung Nusantara II, kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (3/9/2024). Rapat paripurna tersebut mencakup pengambilan keputusan terhadap RUU tentang Pertanggungjawaban atas Pelaksanaan APBN Tahun Anggaran 2023. ANTARA FOTO/Asprilla Dwi Adha/tom.

tirto.id - Menteri Keuangan, Sri Mulyani, mengungkapkan perubahan iklim bisa membuat produk domestik bruto (PDB) dunia mengalami penurunan hingga 10 persen pada 2025. Menurutnya, skenario terburuk ini bisa terjadi jika tak ada upaya tegas untuk mengatasi masalah perubahan iklim.

Pada gilirannya, kata dia, minimnya upaya untuk mengatasi masalah perubahan iklim bisa membuat usaha negara-negara di dunia untuk mencapai pendapatan hingga 3 persen pada tahun 2024 dan 2025 menjadi semakin sulit dilakukan.

"Angka ini cukup besar, 10 persen dari PDB. Setiap kali kita mencoba meningkatkan PDB sebesar 3 persen, seperti pada tahun 2024 dan 2025 ini, dibutuhkan usaha yang besar, terutama dengan banyaknya risiko penurunan ini," ungkapnya dalam Sesi Tematik Indonesia International Sustainability Forum (ISF) 2024, di Jakarta Convention Center (JCC) Senayan, Jakarta, Jumat (6/9/2024).

Sementara di kawasan ASEAN, Asian Development Bank (ADB) memperkirakan risiko krisis iklim bisa menurunkan PDB hingga 11 persen di akhir abad ini. Penurunan lebih dalam ini berpotensi terjadi di tengah peningkatan emisi global yang mencapai 7 persen.

"Jadi, pertanyaan bagi kita sebagai ASEAN adalah bagaimana kita melanjutkan, perlu memajukan proses pembangunan kita? Karena negara ASEAN terdiri dari 10 negara dengan tahap pembangunan yang berbeda, tetapi pada saat yang sama juga memiliki kemampuan untuk mengurangi emisi CO2," ujarnya.

Menurut Sri Mulyani, koreksi sebesar 10 persen di dunia maupun 11 persen di ASEAN memunculkan konsekuensi yang sangat besar dalam hal ekonomi. Pada saat yang sama, risiko ini juga mengancam upaya dunia termasuk Indonesia dalam melawan kemiskinan serta menciptakan lapangan kerja bagi generasi muda.

Peningkatan suhu dunia yang kini telah mencapai 1,45 derajat lebih hangat daripada suhu sebelum era industri, juga meningkatkan frekuensi keparahan bencana alam. Bahkan upaya Indonesia dalam membangun banyak infrastruktur dapat dengan mudah hancur atau rusak oleh perubahan iklim.

"Itu bisa menjadi upaya yang sangat sia-sia dan menghabiskan banyak uang. Tetapi kita perlu terus memastikan bahwa ada ketahanan dalam cara kita akan tumbuh dan membangun banyak infrastruktur, termasuk dalam hal ini perumahan," imbuhnya.

Dampak ekonomi dari perubahan iklim juga dapat memicu ketidakstabilan sosial-politik, dan biasanya orang miskin atau yang paling miskin akan menjadi pihak yang paling menanggung akibatnya. Jika kondisi ini terjadi, jelas dapat menciptakan kesenjangan sosial dan juga dapat menciptakan lebih banyak ketegangan politik.

"Saat itu komitmennya adalah mencoba menghindari peningkatan suhu 1,5 derajat Celsius, dan saat ini suhu kita sudah 1,45 Jadi, ada konsekuensi dari pemanasan iklim ini. Jika kita gagal menahan kenaikan suhu global ini, maka akan menimbulkan konsekuensi sistemik sekaligus bencana ekonomi," tegasnya.

Baca juga artikel terkait PERUBAHAN IKLIM atau tulisan lainnya dari Qonita Azzahra

tirto.id - Flash news
Reporter: Qonita Azzahra
Penulis: Qonita Azzahra
Editor: Irfan Teguh Pribadi