Menuju konten utama
Horizon

Menjamurnya Kedai Kopi, Wujud Kebutuhan Anak Muda Urban?

Koridor Slamet Riyadi menjadi salah satu perwujudan gaya hidup urban Kota Solo, mencitrakan kebutuhan anak muda akan kedai kopi yang nyaman dan estetik.

Menjamurnya Kedai Kopi, Wujud Kebutuhan Anak Muda Urban?
Laju, salah satu coffee shop yang jadi primadona anak muda Solo untuk nongkrong. Berada di Jl. Slamet Riyadi No.257, Sriwedari, Kec. Laweyan. instagram/lajukopisolo

tirto.id - Dalam perspektif tata kota, koridor atau jalan perkotaan merupakan ruang publik yang berfungsi sebagai pendukung mobilitas manusia dan barang yang memasuki kota. Tak hanya itu, ia juga berfungsi lain sebagai ruang sosial yang di dalamnya terdapat interaksi antar-individu dan kelompok.

Shafa Aulia dan kolega dalam salah satu artikel di Jurnal Desa-Kota (2020) menyebut, berdasarkan teori Good City Form, koridor Jalan Slamet Riyadi Solo telah memenuhi kriteria sebagai ruang interaksi sosial. Adapun dimensi-dimensi dari teori Good City Form meliputi vitality (kemampuan memenuhi kebutuhan vital masyarakat), sense (bermakna), fit (kesesuaian aktivitas dan kondisi ruang kota), accessibility (aksesibilitas), dan control (regulasi yang baik).

Sejak lama, Jalan Slamet Riyadi telah dipenuhi oleh gedung-gedung perkantoran, perhotelan, juga ruko perdagangan dan jasa. Area tersebut juga sering dimanfaatkan untuk berbagai aktivitas rutin mingguan seperti Car Free Day (CFD) hingga acara besar tahunan macam Solo Batik Carnival, Solo Menari, dan Kirab HUT Kota Solo. Ini menunjukkan bahwa koridor Slamet Riyadi telah memenuhi kriteria fit dan vitality: kondisi ruang kota yang ada telah selaras dengan aktivitas warga dan mewadahi kebutuhan vitalnya.

Selain menjadi pusat acara-acara tahunan Kota Solo, koridor Slamet Riyadi berkembang pesat menjadi sentral kegiatan kawula muda. Itu salah satunya ditandai dengan menjamurnya kedai kopi (coffee shop). Kebanyakan di antaranya menawarkan pemandangan rel kereta api ikonik yang melintas sepanjang jalan arteri tersebut.

Lokasi Kedai Kopi yang Seksi dan Strategis

Dalam artikel lain di jurnal yang sama, Muhammad Khairul (2019) mengemukakan empat faktor pemilihan lokasi kafe di Kota Solo, yakni fleksibilitas lokasi, kesesuaian lokasi, dukungan sekitar, dan aspek tambahan..

Soal pertama, fleksibilitas lokasi, terkait erat dengan kemudahan akses menuju tempat tersebut. Pemilik usaha kafe akan cenderung memilih lokasi yang berada di jalan-jalan utama yang ramai sehingga lokasi kafe dapat dengan mudah ditemukan dan diakses oleh masyarakat.

Jalan Slamet Riyadi merupakan pusat kegiatan masyarakat Kota Solo. Oleh karena itu, cukup tepat apabila para pebisnis memilih lokasi tersebut sebagai titik utama usaha kedai kopi. Potensinya untuk dilirik calon pelanggan jelas lebih besar dibanding lokasi lain.

Faktor kedua, yakni kesesuaian lokasi, berhubungan dengan ketersediaan ruang untuk mengakomodasi kebutuhan dari kegiatan kafe, seperti parkir, luas lokasi, peraturan, dan biaya lokasi.

Terkait ruang parkir, kendaraan para pengunjung kedai kopi biasanya diparkir di sepanjang city walk Slamet Riyadi. Bahkan, ketika akhir pekan atau libur panjang, area trotoar itu seketika disulap menjadi tempat tambahan untuk duduk jika kursi di dalam kafe telah penuh.

Adapun faktor dukungan sekitar lokasi, beririsan dengan aspek lain yang mendukung kegiatan operasional, prasarana, dan pengamanan lingkungan sekitar kafe. Mengenai aspek keamanan, misalnya, angka kriminalitas di Kota Solo cenderung rendah. Menurut data Badan Pusat Statistik, angka kejahatan cenderung turun pada 2023, dibanding 2022.

Faktor terakhir adalah aspek tambahan yang tidak memberikan pengaruh signifikan dalam pemilihan lokasi kafe. Soal transportasi umum, misalnya, sebagaimana diterangkan oleh Khairul, tidak berpengaruh banyak pada pemilihan lokasi. Meski transportasi umum sudah mulai berkembang, masyarakat sekitar tetap memilih kendaraan pribadi, termasuk untuk berkunjung ke kedai di sepanjang koridor Slamet Riyadi.

Sekutu Kopi

Sekutu Kopi, salah satu coffee shop yang cukup awal mewarnai koridor Jalan Slamet Riyadi, berada di Jl. Slamet Riyadi No.116, Keprabon, Kec. Banjarsari. instagram/sekutukopi

Terlepas dari faktor pemilihan lokasi, kafe di sepanjang Jalan Slamet Riyadi, yang membentang dari Purwosari hingga Gladag, tersebut cukup variatif. Masing-masing menawarkan konsep berbeda dengan target pasar yang berlainan pula. Meski begitu, ada satu benang merah yang dapat ditarik: kedai kopi menjadi ruang publik primadona bagi anak muda untuk berinteraksi dan berekspresi.

Akhmad Ramdhon, akademisi sosiologi perkotaan Universitas Sebelas Maret Surakarta (UNS), mengamini hal tersebut. Di kedai kopi, anak-anak muda mendapatkan dukungan mental yang secara tidak langsung, misalnya berupa interior estetik dan suasana hangat, sehingga mereka dapat duduk, minum, dan kemudian mengabadikannya lewat foto maupun video.

Coffee Shop Sebagai Gejala Urban

Makin ramainya koridor Jalan Slamet Riyadi bisa dibilang merupakan salah satu gejala urban berupa perubahan infrastruktur.

Namun, memusatnya berbagai infrastruktur utama, seperti perbankan, pertokoan, dan pemerintahan, tak lepas dari sejarah masa kerajaan. Sejak dulu, Slamet Riyadi menjadi pusat seluruh aktivitas serta keramaian Kota Solo. Inilah yang oleh Ramdhon disebut sebagai proses terbentuknya kota. Dari yang awalnya hanya digunakan untuk jalur lalu lintas, Slamet Riyadi menjelma pusat keramaian dengan segala aktivitas warganya yang beragam.

Perkembangan infrastruktur beriringan dengan perubahan kultur masyarakat kota yang ingin menikmatinya. Dalam konteks masa kini, salah satunya wujudnya bisa dilihat dari aktivitas konsumsi produk kedai kopi.

Kurang lebih dalam kurun waktu dua tahun terakhir, apalagi setelah koridor Gatot Subroto kembali hidup dengan pasar malamnya, kawasan Slamet Riyadi seakan menjadi sorotan bagi anak muda Solo untuk berinteraksi. Momen ini yang kemudian dimanfaatkan oleh para pengusaha untuk mendirikan kedai kopi di kawasan tersebut.

Munculnya beragam kedai kopi di sepanjang koridor Slamet Riyadi melanggengkan tren lama: anak muda duduk berkumpul sambil menikmati kopi, berbincang hingga dini hari.

Menurut Ramdhon, budaya duduk sembari makan, minum, serta mengobrol, sebenarnya sudah lebih dulu eksis di basis angkringan. Budaya angkringan, khususnya di Solo, jauh lebih masif dan menyebar di berbagai kawasan.

“Solo punya budaya kuat [terkait] itu,” katanya.

Sedikit berbeda dengan Yogyakarta dan Klaten, angkringan di Solo lebih populer dengan nama HIK yang berasal dari kepanjangan Hidangan Istimewa Kampung.

Menurut Nurcahyo (2019), kemunculan angkringan di Solo tak lepas dari keberadaan listrik pertama kali pada 1902. Adanya listrik membuat kegiatan malam hari di Solo makin bervariatif. Dulu, setelah masyarakat menonton bioskop atau layar tancap, mereka akan mencari tempat makan. Di sinilah angkringan mulai menunjukkan signifikansinya dalam dunia kuliner malam di Kota Solo.

Maraknya angkringan dari masa ke masa juga dipengaruhi oleh faktor kebiasaan masyarakat Solo yang gemar nongkrong dan ngobrol, atau masyarakat setempat menyebutnya dengan istilah jagongan.

Sekutu Kopi

Sekutu Kopi, salah satu coffee shop yang cukup awal mewarnai koridor Jalan Slamet Riyadi, berada di Jl. Slamet Riyadi No.116, Keprabon, Kec. Banjarsari. instagram/sekutukopi

Yang membedakan budaya angkringan dan kedai kopi adalah aspek yang menjadi daya tawar. Angkringan tidak menawarkan estetika visual. Lain itu, kedai kopi memiliki banyak interior yang menarik sehingga pengunjung dimanjakan dengan konsep dan suasana berbeda.

“Saya juga baru memahami. Duduk sampai dini hari di kawasan Slamet Riyadi, dengan bangunan yang dibuat beberapa estetik, Instagramable. Ini merupakan akumulasi kebutuhan anak muda. Itu yang tidak terjadi ketika anak muda duduk di angkringan," terang Ramdhon.

“Makanya peminatnya bertambah, penyedia semakin banyak dan ini jadi pasar baru khususnya sepanjang Slamet Riyadi menjadi sebuah spot baru untuk memenuhi konsumsi baru anak-anak kota,” pungkasnya.

Baca juga artikel terkait KAUM URBAN atau tulisan lainnya dari Adisti Daniella Maheswari

tirto.id - News
Kontributor: Adisti Daniella Maheswari
Penulis: Adisti Daniella Maheswari
Editor: Fadli Nasrudin