Menuju konten utama

Menimbang Wacana Pembubaran DPD RI & Anggota DPR dari Nonparpol

Jimly menilai fungsi DPD RI sebaiknya dipindah ke DPR dengan memasukkan wakil daerah, aspirasi daerah memutus fungsi legislasi.

Menimbang Wacana Pembubaran DPD RI & Anggota DPR dari Nonparpol
Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) La Nyalla Mattalitti (tengah) didampingi Wakil Ketua Nono Sampono (kiri) dan Mahyudin memimpin sidang paripurna di kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (7/10/2019). ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/ama.

tirto.id - Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI, Jimly Asshiddiqie mendukung gagasan Ketua DPD RI, La Nyalla Mahmud Mattaliti untuk menata kembali struktur ketatanegaraan Indonesia. Ia mendorong agar lembaga parlemen cukup dua, yakni DPR dan MPR. Ia juga mendukung gagasan menghapus DPD.

“Bisa enggak ini dipikir ulang. Cukup dua saja. Ada MPR upper house, ada DPR lower house. MPR ditambah satu fraksi namanya perwakilan golongan. Di DPR tambahin satu fraksi namanya perwakilan daerah. Dengan demikian, DPD dibubarin, masuk ke DPR. Supaya lembaga DPD itu ada gunanya,” kata Jimly di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (16/8/2023).

Jimly mengatakan, pembubaran penting karena posisi DPD dinilai tidak optimal. Ia mengaku, keputusan DPD tidak pernah diperhatikan selama empat tahun menjadi legislator.

“Saya sudah 4 tahun di sini, ini kayak LSM saja. Dia hanya memberi saran, pertimbangan, usulan, tapi enggak pernah didengar, jadi dia tidak memutuskan, padahal ini lembaga resmi. Maka harus dievaluasi, bisa enggak dia bubar saja lah? Karena adanya sama dengan tiadanya," kata Jimly.

Jimly juga menekankan, DPD tidak perlu diperkuat karena penguatan DPD justru akan melemahkan fungsi DPR. Oleh karena itu, Jimly mendorong pembubaran DPD dan mengatur ulang soal fraksi di MPR.

Sebagai contoh, MPR memiliki fraksi perwakilan daerah, fraksi perwakilan golongan, tapi fraksi tersebut berstatus adhoc. Akan tetapi, kata dia, khusus perwakilan daerah, ia harus dilembagakan di DPR agar bisa mengambil keputusan.

Jimly menilai, fungsi DPD sebaiknya dipindah ke DPR dengan memasukkan wakil daerah, aspirasi daerah memutus fungsi legislasi. DPD yang di DPR pun bisa melakukan fungsi negara. Oleh karena itu, DPD ikut mendorong upaya amandemen Undang-Undang Dasar 1945.

“Nah dengan demikian ada penataan ulang struktur parlemen Indonesia. Sama yang tadi penguatan sistem presiden. Ya itu saya kira bagus sekali yang men-trigger apa yang disampaikan ketua MPR, dan ketua DPD itu, paling tidak menggugah kita untuk memikir kembali dan waktunya ada kesempatan kalau mau perubahan kelima," kata Jimly.

Ketua DPD RI, La Nyalla Mahmud Mattaliti mendorong agar mengembalikan MPR sebagai lembaga tertinggi negara. Ia juga mengatakan bahwa DPD ingin ada peluang anggota DPR dalam unsur di luar partai politik.

“Membuka peluang adanya anggota DPR RI yang berasal dari peserta pemilu unsur perseorangan atau non-partisan. Selain dari anggota partai politik. Sebagai bagian dari upaya untuk memastikan bahwa proses pembentukan undang-undang yang dilakukan DPR bersama presiden, tidak didominasi oleh keterwakilan kelompok partai politik saja. Tetapi juga secara utuh dibahas oleh keterwakilan masyarakat non-partai," kata La Nyalla saat memberikan sambutan sidang bersama DPR dan DPD.

Pengamat Politik dari Universitas Paramadina, Khoirul Umam mengapresiasi gagasan pembubaran DPD RI dan menjadi bagian dari DPR RI sebagai fraksi nonpartai. Ia menilai, jika hal ini diwujudkan, maka nantinya produk undang-undang tidak dimonopoli oleh kepentingan politik.

“Sementara aspirasi DPD untuk mengisi anggotanya dengan unsur nonpartai tentu positif, agar setiap produk undang-undang tidak didominasi oleh cengkeraman kepentingan partai politik," kata Umam dalam keterangannya, Rabu, 16 Agustus 2023.

Namun demikian, hal tersebut bukan berarti tanpa masalah. Keinginanan DPD tersebut jelas memerlukan amandemen UUD 1945. Yang dalam penilaian Umam berpeluang ditunggangi kepentingan politik praktis.

"Ide amandemen lagi-lagi berpeluang akan membuka kotak pandora. Usulan amandemen konstitusi ini juga jelas berpeluang ditunggangi oleh kepentingan sempit untuk menunda Pemilu 2024 atau skema perpanjangan masa jabatan presiden. Adapun narasi kedaruratan tampaknya seringkali hanya produk kalim elit politik saja, dan cenderung mengada-ada," kata Umam.

Ia mengatakan, ide amandemen parsial terhadap pasal-pasal konstitusi dinilai kurang tepat untuk dijalankan saat ini. Menuritnya, amandemen harus dijalankan secara menyeluruh dengan basis pembacaan yang betul-betul mendalam dan tidak serampangan.

“Patut disayangkan jika ide pimpinan MPR dan DPD ini justru dimanfaatkan oleh kepentingan sempit tertentu untuk menunda Pemilu 2024 mendatang," katanya.

Baca juga artikel terkait DPD RI atau tulisan lainnya dari Fatimatuz Zahra

tirto.id - Politik
Reporter: Fatimatuz Zahra
Penulis: Fatimatuz Zahra
Editor: Abdul Aziz