Menuju konten utama

Menguji Keterangan Pengacara Frederich soal Kesehatan Novanto

Pasien yang mengalami gegar otak tidak semestinya diberikan obat penenang.

Menguji Keterangan Pengacara Frederich soal Kesehatan Novanto
Pengacara Setya Novanto, Fredrich Yunandi menunjukkan foto Setya Novanto yang sedang dirawat di RS Medika Permata Hijau, Jakarta, Kamis (16/11/2017). ANTARA FOTO/Galih Pradipta

tirto.id - Usai mendengar kabar Setya Novanto mengalami kecelakaan, sang pengacara Fredrich Yunadi memberi kesan kepada wartawan bahwa kliennya itu mengalami luka sangat parah. Ia menyebut Novanto mengalami benjol sebesar bakpao, hipertensi, hingga positif gegar otak. Fredrich mengatakan tim dokter Rumah Sakit Medika Permata Hijau mesti mengambil sejumlah tindakan medis kepada Novanto seperti memberi infus dan obat penenang.

Bagi dokter ahli bedah Syaraf Mochammad Evodia Slamet Rahardjo penjelasan Fredrich agak janggal. Evodia menjelaskan pasien korban kecelakaan dengan luka peradangan di kepala dikenal dengan istilah medis Hematom. Evodia menyebut dalam kondisi pasien mengalami potensi gegar otak tidak dianjurkan bagi dokter memberikan obat penenang. Sebab hal itu dapat memanipulasi tingkat kesadaran pasien.

“Justru kita enggak pernah ngasih penenang gitu untuk pasien gegar otak. Kenapa? Karena kita ingin mengevaluasi tingkat kesadarannya bagaimana,” ujar Evodia kepada Tirto pada Jumat (17/11/2017).

Biasanya para dokter ahli syaraf menggunakan alat Glasgow Coma Scale (GCS) untuk mengukur tingkat kesadaran pasien. Skalanya 3-15, yang mana level 15 adalah kesadaran penuh dan 3-8 adalah status koma.

Frederich mengatakan Novanto sempat menjalani pemeriksaan di ruang Unit Gawat Darurat (UGD) di RS Medika Permata Hijau sebelum akhirnya dirawat di lantai 3 rumah sakit.

Melihat usia Novanto yang menginjak 62 tahun, Evodia melihat ada kemungkinan Novanto mengalami gegar otak. Hal ini karena di usia seperti itu, otak seseorang cenderung mengalami pengerutan (atrofi serebri).

“Pengerutan itu yang membuat kalau terjadi akeselerasi dan degrenerasi, itu membuat otak jadi terkocok, yang membuat gegar otak. Jadi, otak bagian depan ada proses berhenti, mendadak ke depan, ke belakang, ke belakang, ke depan. Jadi, dia membentur tengkorak bagian dalam ke depan-belakang, otak bagian depan membentur depan dan membalas ke belakang. Itu yang membuat cedera otak,” rincinya.

Kecelakaan tersebut biasanya dapat menimbulkan pendarahan di dalam kepala, bisa berupa epidural hematom, subdural hematom, intracerebral hematom, atau subarachnoid hemorrhage, intra articular hemorrhage. Untuk orang usia di atas 50 tahun biasanya yang terjadi adalah subdural hematoma atau darah menumpuk di antara dua lapisan otak. Otak yang terkocok bisa memutuskan jembatan pembuluh darah vena (bridging veins) di otak.

Gangguan otak seperti itu, kata Evodia tidak dipengaruhi oleh kondisi kesehatan, tapi lebih karena benturan saat kecelakaan. Umumnya dengan kondisi demikian, dokter UGD pun akan langsung secepatnya membawa pasien untuk melakukan CT scan, karena jika tidak, tidak bisa diketahui penangan selanjutnya yang harus diberikan.

Terkait pernyataan yang menyebut Novanto pingsan usai kecelakaan, Evodia menjelaskan bahwa kesadaran pasien di usia lanjut seperti Novanto lebih dapat bertahan lama dibandingkan di usia muda. Sehingga, memungkinkan korban sesaat sadar dan membonceng menaiki motor.

Mengenai kondisi Setya Novanto yang lebih parah ketimbang sopir dan ajudan yang ada di dalam mobil, Evodia mengatakan bisa saja penumpang di belakang supir mengalami luka lebih parah. Hal ini karena misalnya penumpang tidak menggunakan sabuk pengaman dan cenderung lebih tidak sadar akan ada kecelakaan terjadi pada mobilnya. Frederich sendiri menyebut, Novanto juga disebut berada di kursi baris kedua dari supir. Dalam kecelakaan itu ia menyebut Novanto mengalami luka paling parah dibandingkan ajudan dan supirnya.

Sebelumnya Setya Novanto mengalami kecelakaan, Kamis (16/11) sekitar pukul 18:35 WIB. Fredrich Yunadi, pengacara Setya Novanto mengatakan kliennya yang sedang dicari KPK itu langsung dilarikan ke RS Medika Permata Hijau, Jakarta Barat menggunakan ojek.

Pengacara Novanto, Fredrich Yunadi menjelaskan Novanto mengalami luka di bagian kepala dan langsung dibawa ke ruang VIP Lantai III, Nomor 323. Bahkan ia menduga Novanto mengalami gegar otak. “Luka di kepala bagian kiri. Tapi baru dicek dokter spesialis otaknya, besok. Karena ada dugaan gegar otak,” sebut Fredrich.

Selama di RS Permata Hijau, Fredrich mengatakan Novanto ditemani istrinya Deisti Tagor. Pantauan Tirto di RS Medika Permata Hijau, sejumlah polisi berjaga dari lantai satu sampai tiga. Jendela ruang VIP yang ditempati Novanto ditutupi kertas koran. Tirto mencoba memastikan soal keberadaan Novanto ke petugas RS Medika Permata Hijau. Namun, petugas enggan memberi keterangan ihwal bagaimana kondisi Novanto. Sejumlah perawat yang bertugas pun menolak berkomentar. Mereka beralasan baru masuk shift malam.

Sebelum mengalami kecelakaan, Novanto sempat menjadi buruan penyidik KPK. Tersangka kasus korupsi KTP elektronik ini sempat tak diketahui keberadaannya saat penyidik mencoba memanggil paksa Novanto di kediamannya Jalan Wijaya Jakarta Selatan, pada Rabu (15/11) malam.

KPK akhirnya menetapkan Novanto dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) pada Kamis (16/11) malam. Surat itu permohonan DPO itu kemudian dikirim KPK ke Mabes Polri. “Tembusan ke Kapolri dan NCB Interpol menjadikan nama yang bersangkutan masuk ke dalam DPO," kata Febri.

Menurut Febri, berdasarkan Pasal 12 ayat (1) huruf h dan Pasal 12 ayat (1) huruf i Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK, KPK bisa meminta Polri untuk membantu pencarian itu.

KPK menetapkan Setya Novanto pertama kali sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi KTP elektronik pada 17 Juli 2017. Ketua Umum Partai Golkar itu dnilai telah ikut bersama-sama menerima aliran dana kasus korupsi pengadaan ktp elektronik 2011-2012 dan ikut merugikan negara Rp 2,3T. Pria yang juga Anggota DPR 2009-2014 itu disangkakan melanggar pasal 2 ayat 1 subsider pasal 3 UU 31/99 sebagaimana diubah UU 20/01 Jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana.

Namun pada 29 September 2017 Pengadilan Negeri Jakarta Selatan membatalkan penetapan tersangka Novanto melalui sidang praperadilan. Novanto akhirnya kembali menjadi tersangka kasus korupsi KTP-e pada Jumat (10/11) setelah ia berhasil memenangkan gugatan praperadilan pada 29 September 2017. Sejak ditetapkan sebagai tersangka untuk kedua kalinya, Novanto berulangkali mengabaikan panggilan KPK.

Baca juga artikel terkait KORUPSI E-KTP atau tulisan lainnya dari Shintaloka Pradita Sicca

tirto.id - Hukum
Reporter: Shintaloka Pradita Sicca
Penulis: Shintaloka Pradita Sicca
Editor: Jay Akbar