tirto.id - Sempat beredar isu bahwa ada pihak yang mem-booking RS Medika Permata Hijau sebelum Setya Novanto mengalami kecelakaan. Rumor itu sudah dibantah oleh pihak rumah sakit melalui Dr. Bimanesh yang juga menjadi dokter yang memeriksa dan merawat Novanto.
Kendati demikian, lantai 3 RS Medika Permata Hijau memang dijaga ketat sejak semalam. Dan hal itu terus berlanjut hingga Jumat siang. Kondisi mulai longgar setelah Novanto dipindahkan ke RS Cipto Mangungkusumo.
Saya tiba di Rumah Sakit Medika Permata Hijau sekitar pukul 11 siang. Saat itu Novanto belum dipindahkan dan masih berada di lantai 3.
Di depan lobi ramai wartawan, begitu juga di ruang tunggu pasien. Jumlahnya malah lebih banyak dari pasien yang antre. Ini terlihat dari nomor antrean. Saat saya mendapat nomor 068, pasien yang sedang dilayani di konter 1 bernomor 067. Tidak sampai sepuluh menit, nomor antrean saya sudah dipanggil petugas.
"Mau ke dokter umum," kata saya pada petugas.
Petugas lantas meminta identitas dan kartu asuransi saya.
"Begini pak, untuk dokter umum nanti ke IGD saja. Silakan tunggu sebentar, saya proses sebagai pasien baru," katanya.
Setelah merekap data diri saya, petugas memberikan selembar kertas rujukan ke IGD. "Dari sini ke kiri, lewat lift, lurus saja, nanti sebelah kanan ada IGD," ujarnya.
Saya mengikuti petunjuk arah dari petugas tersebut. Saat sampai di depan lift, saya melihat papan petunjuk lokasi yang digantung di antara dua lift. Di sana tertulis, dokter umum ada di lantai tiga. Namun sesuai arahan petugas, saya tetap ke IGD.
Ruang IGD RS Medika Permata Hijau tidak luas. Hanya ada tujuh ranjang yang disekat dengan tirai kain. Di ruang inilah Setyo Novanto, tersangka kasus korupsi KTP-elektronik dirawat tadi malam (16/11). Dokter Yustin yang memeriksa saya tidak menjawab ketika saya tanya tentang keramaian wartawan dan Setyo Novanto.
"Saya baru tiga hari ini di sini, nggak tahu apa-apa," katanya.
Setelah memeriksa saya, dokter Yustin menulis resep dan memberikan rujukan untuk tes darah di laboratorium. "Kalau sudah tiga hari masih demam juga, harus cek darah, khawatirnya tifus atau demam berdarah," katanya. "Nanti ke lantai dua, untuk cek darah dan tebus resep," ujarnya lagi.
Saya pun pergi menuju lift. Saya memutuskan tidak ke lantai dua dulu, tapi ke lantai tiga. Saya berniat melihat ruangan tempat Setyo Novanto dirawat. Di dalam lift ada dua pasien yang akan ke lantai dua dan seorang suster yang menuju lantai tiga. Saat tiba di lantai dua, suster mempersilakan saya keluar.
"Semua ke lantai dua ya, tidak ke lantai tiga," kata Suster. Saya nurut saja.
Keluar dari lift, saya langsung menggunakan tangga darurat naik ke lantai tiga. Lantai tiga terlihat sepi. Nyaris kosong. Ada dua sayap di lantai ini, di sisi kanan dan kiri tangga. Sisi kiri adalah ruangan dokter. Ada dokter poli syaraf, poli THT, poli jantung, ruang treadmill, poli paru, poli bedah tulang, poli mata dan beberapa ruang lainnya. Sementara sisi kanan ruang fisioterapi dan ruang perawatan bernomor 322-328.
Tidak ada pasien yang menunggu di kursi depan ruang-ruang dokter di sayap kiri. Di meja resepsionis terlihat ada tiga suster dan satu petugas keamanan, mereka sedang berbincang-bincang. Sementara di sayap kanan terlihat beberapa orang berdiri di lorong. Terlihat tiga orang polisi bersenjata dan seorang petugas keamanan dengan baju safari berjaga di depan ruang perawatan 322-328.
Saat saya menerobos polisi bersenjata dan hendak masuk ke lorong 322-328, petugas keamanan berseragam safari menghalau saya. Ia melirik map berkas pemeriksaan yang saya bawa.
"Laboratorium cek darah di lantai dua, bapak salah lantai," katanya. Ia pun mengantar saya turun ke lantai dua, sampai depan laboratorium. Ia lantas naik lagi ke lantai tiga.
Aziz, salah seorang petugas keamanan RS Medika Permata Hijau, bercerita kalau memang sejak semalam lantai ini sudah dijaga ketat aparat. Ia sempat berjaga di sana mulai jam delapan malam. Ia bahkan baru tidur tiga jam saja selama menjaga lantai tiga.
"Tidur-tidur ayam saja. Saya, kan, patroli juga, naik turun. Dari semalam, sampai sekarang jaganya," kata Aziz.
Mansur, teman satu tim Aziz, juga sempat berjaga di tempat yang sama. Saat Novanto dilarikan ke sana pasca mobil yang dinaikinya menabrak tiang listrik, ia sedang berjaga. "Kemarin saya shift masuk jam tiga sore," katanya.
Mansur enggan bercerita tentang kondisi saat itu dan siapa saja orang yang sudah mengunjungi Novanto semalam. "Saya nggak boleh cerita apa-apa ke wartawan," katanya.
Setelah diantar ke lantai dua, saya mengurungkan niat untuk cek darah di laboratorium, saya memutuskan menebus resep ke kasir. Setelah itu saya kembali ke lantai tiga melalui tangga darurat.
Lantai tiga lebih sepi dari sebelumnya. Orang-orang yang berdiri di depan ruang 322-328 tidak lagi terlihat. Hanya ada dua orang polisi saja. Sementara di sayap kiri tetap kosong. Sama sekali tidak ada kegiatan. Tidak ada pasien antre atau dokter di sana. Pintu-pintu ruangan pun terkunci.
Tidak berselang berapa lama, Novanto dibawa keluar dari ruangannya menuju lift. Saya tidak menyaksikan langsung Novanto dibawa turun. Namun dari cerita seorang suster, Novanto dipindahkan dengan tempat tidur dorong dengan muka ditutupi selimut.
Saat lantai tiga sudah sepi, saya mencoba menerobos ke ruang 322-328 yang sudah tidak dijaga polisi. Ruangan itu rupanya sudah terkunci. Seorang suster yang melintas menghampiri saya dan bertanya, "Mau cari keluarga siapa?"
"Ada siapa saja di dalam?" tanya saya balik.
"Maaf, kalau bukan keluarga pasien tidak boleh masuk," kata suster itu.
Ruang 322-328 itu memang ruang VIP. Tidak sembarang orang bisa masuk. Suster yang hendak masuk pun harus memasukkan nomor pin pada mesin yang ditempel di kusen pintu.
Setelah Novanto dipindahkan ke RSCM Dr. Cipto Mangunkusumo, tidak terlihat ada aktivitas di ruang 322-328 itu. Hanya terlihat beberapa suster berjaga di meja resepsionis. Sementara di sayap kiri lantai tiga, terlihat dua orang membawa bayi duduk di kursi tunggu.
"Mau ke THT, dokternya sudah ada," kata salah seorang ibu yang sedang menggendong bayi.
Penulis: Mawa Kresna
Editor: Rio Apinino