Menuju konten utama

KPK Diminta Ambil Alih Penanganan Medis Setya Novanto

Polri diminta membantu KPK menindak pihak-pihak yang terindikasi menghalang-halangi proses hukum terhadap Novanto.

KPK Diminta Ambil Alih Penanganan Medis Setya Novanto
Setya Novanto dipindah dari Rumah Sakit Medika Permata Hijau menuju Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM), Jakarta Jumat (17/11/2017). tirto.id/Andrey Gromico

tirto.id - Indonesia Police Watch (IPW) meminta KPK segera menurunkan tim medis independen untuk Ketua DPR Setya Novanto. Hal ini penting agar KPK dapat mengetahui informasi sebenarnya dari kondisi Novanto usai kecelakaan. “Dengan terlibatnya tim medis independen, KPK setiap saat dapat memantau perkembangan kondisi fisik Novanto secara pasti,” kata Ketua IPW Neta S Pane dalam pesan tertulis kepada Tirto, Jumat (17/11).

Neta mengatakan KPK juga perlu mengambil alih pengamanan terhadap Novanto agar ia tidak lagi melarikan diri. Di saat yang sama, Polri juga harus mendukung penuh upaya penegakan hukum yang dilakukan KPK terhadap Novanto. Polri misalnya jangan segan menindak tim medis yang terindikasi menghalangi proses hukum terhadap tersangka kasus korupsi KTP elektronik tersebut.

“Tim medis misalnya jika terindikasi menghalang-halangi upaya pemeriksaan Novanto, Polri jangan sungkan-sungkan memprosesnya karena kepolisian punya tim, dokter kesehatan yang profesional dalam hal kedokteran,” kata Neta.

Bukan cuma tim medis, Neta juga menekankan pentingnya pemeriksaan terhadap pengendara mobil yang membuat Novanto kecelakaan. Hal ini untuk mencari tahu apakah kecelakaan itu akibat kelalaian pengemudi atau upaya rekayasa guna mempersulit proses penyidikan dalam kasus korupsi KTP elektronik. “Polri perlu memeriksa pengendara mobil yang membuat Novanto kecelakaan hingga dirawat,” ujar Neta.

Neta mengatakan kasus kecelakaan Novanto harus menjadi blessing in disguise bagi Polri-KPK agar makin solid dalam melakukan upaya pemberantasan korupsi dan tidak mudah dipecah belah atau diadu domba tersangka korupsi.

Baca juga:

Sebelumnya, juru bicara KPK Febri Diansyah mengindikasikan adanya sikap tidak kooperatif dari Rumah Sakit (RS) Medika Permata Hijau terhadap penyidik yang ingin memeriksa kondisi Setya Novanto. Hal ini tampak dari tidak adanya satu pun pihak rumah sakit yang bersedia memberi keterangan. “Sejauh ini ada informasi yang kami terima pihak-pihak tertentu tidak kooperatif,” kata Febri, Jumat (17/11).

Febri mengatakan KPK menyertakan dokter internal bersama penyidik untuk memeriksa kondisi Novanto pascakecelakaan lalu lintas yang dialami tersangka kasus korupsi KTP elektronik itu. Namun, sampai Jumat pukul 00:57 WIB, tidak ada seorang pun pihak dokter dari RS Medika Permata Hijau yang menemui tim dokter KPK. Padahal tanpa ada informasi dari tim dokter RS Medika Permata Hijau yang menangani Novanto, tim dokter KPK tidak bisa melakukan tindakan pemeriksaan apa pun.

“Penyidik tidak menemukan dokter jaga tersebut di lokasi dan pihak manajemen Rumah Sakit tidak dapat ditemui dan memberikan informasi dan akses malam ini,” kata Febri.

KPK berharap pihak manajemen rumah sakit Medika Permata Hijau bisa kooperatif dengan KPK. “Pihak manajemen RS kami harapkan tidak mempersulit kerja penyidik KPK di lokasi,” ujar Febri.

Febri mengatakan penyidik juga akan memeriksa apakah mobil yang ditumpangi Novanto benar mengarah ke KPK atau tidak.

Pengacara Novanto, Fredrich Yunadi menjelaskan kliennya mengalami kecelakaan di kawasan Permata Hijau pada Kamis (17/11) malam. Karena kecelakaan itu Frederich mengatakan Novanto mengalami luka di bagian kepala dan langsung dibawa ke ruang VIP Lantai III, Nomor 323. Bahkan ia menduga Novanto mengalami gegar otak. “Luka di kepala bagian kiri. Tapi baru dicek dokter spesialis otaknya, besok. Karena ada dugaan gegar otak,” sebut Fredrich.

Pada Jumat (17/11) siang Novanto kemudian dipindahkan ke RS Cipto Mangunkusumo.

Sebelum hilang, Novanto tengah dicari penyidik KPK. Tersangka kasus korupsi KTP elektronik ini sempat tak diketahui keberadaannya saat penyidik mencoba memanggil paksa Novanto di kediamannya Jalan Wijaya Jakarta Selatan, pada Rabu (15/11) malam.

KPK akhirnya menetapkan Novanto dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) pada Kamis (16/11) malam. Surat itu permohonan DPO itu kemudian dikirim KPK ke Mabes Polri. “Tembusan ke Kapolri dan NCB Interpol menjadikan nama yang bersangkutan masuk ke dalam DPO," kata Febri.

Menurut Febri, berdasarkan Pasal 12 ayat (1) huruf h dan Pasal 12 ayat (1) huruf i Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK, KPK bisa meminta Polri untuk membantu pencarian itu.

Baca juga:

KPK menetapkan Setya Novanto pertama kali sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi KTP elektronik pada 17 Juli 2017. Namun, pada 29 September 2017 Pengadilan Negeri Jakarta Selatan membatalkan penetapan tersangka Novanto melalui sidang praperadilan. Novanto akhirnya kembali menjadi tersangka kasus korupsi KTP-e pada Jumat (10/11) setelah ia berhasil memenangkan gugatan praperadilan pada 29 September 2017. Sejak ditetapkan sebagai tersangka untuk kedua kalinya, Novanto berulangkali mengabaikan panggilan KPK.

Setya Novanto selaku Anggota DPR RI periode 2009-2014 bersama-sama dengan Anang Sugiana Sudihardjono, Andi Agustinus alias Andi Narogong, Irman selaku Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kemendagri dan Sugiharto selaku Pejabat Pembuat Komitment (PPK) Dirjen Dukcapil Kemendagri dan kawan-kawan diduga dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu koporasi.

Menyalahhgunakan kewenangan kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan sehingga diduga mengakibatkan kerugian keuangan negara atas perekonomian negara sekurangnya Rp2,3 triliun dari nilai paket pengadaan sekitar Rp5,9 triliun dalam pengadaan paket penerapan KTP-E 2011-2012 Kemendagri.

Setya Novanto disangkakan pasal 2 ayat 1 subsider pasal 3 UU No 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU No 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP atas nama tersangka.

Baca juga artikel terkait KORUPSI E-KTP atau tulisan lainnya dari Jay Akbar

tirto.id - Hukum
Reporter: Jay Akbar
Penulis: Jay Akbar
Editor: Zen RS