tirto.id - Islam mengajarkan perilaku terpuji pada diri sendiri dan orang lain. Salah satu akhlak mulia pada diri sendiri adalah perilaku bekerja keras.
Sementara itu, di antara perilaku terpuji pada orang lain adalah sikap setia kawan dan penyayang.
Perilaku terpuji dan akhlak yang mulia ini adalah salah satu misi ajaran Islam secara universal, sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW:
“Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan kemuliaan akhlak,” (H.R. Baihaqi).
Imbauan untuk bekerja keras, bersetia kawan, dan bersikap penyayang ini banyak tergambar dalam firman Allah SWT dalam Al-Quran atau melalui sunah nabi.
Selain itu, Rasulullah SAW sendiri juga mencontohkan untuk bersungguh-sungguh pada diri sendiri dan membangun kesadaran ukhuwah kepada sesama manusia.
Dalam bukuPendidikan Agama Islam (2011) yang ditulis Bunyani Rosyid, Zaenal Abidin, dan Budi Harjo dijelaskan mengenai tiga perilaku terpuji tersebut. Rinciannya adalah sebagai berikut:
1. Bekerja Keras
Islam sangat mewanti-wanti umatnya untuk tidak menjadi pemalas. Jika seseorang memiliki suatu keinginan, ia diimbau untuk bekerja keras merealisasikan keinginannya tersebut.
Bekerja keras adalah aktivitas yang dilakukan sungguh-sungguh untuk mencapai targetnya. Tanpa bekerja keras, seseorang akan sulit mencapai tujuan yang sudah ia tetapkan sebelumnya.
Dalam Islam, bekerja keras istilahnya adalah berikhtiar sesuai kemampuan masing-masing.
Bekerja keras dan tidak berpangku tangan pada orang lain adalah teladan dari Rasulullah SAW, sebagaimana sabda beliau:
"Barangsiapa yang pada waktu sore merasa lelah karena pekerjaan kedua tangannya [bekerja keras] maka pada saat itu dosanya diampuni,” (H.R. Thabrani).
2. Perilaku Setia Kawan
Perilaku setia kawan merupakan perbuatan untuk menjaga teman baik di saat senang maupun susah.
Orang yang bersetia kawan tidak hanya bersama ketika sedang senang saja, melainkan juga dalam keadaan susah.
Ia tidak membeda-bedakan pertemanannya, baik itu dari penampilan fisik, kaya, miskin, ataupun strata sosialnya.
Setia kawan dalam Islam ditunjukkan dengan sikap menjaga ukhuwah atau persaudaraan sesama muslim.
Kesetiakawanan ini tampak dengan sikap perhatian terhadap nasib orang-orang tak berpunya.
Salah satu bentuknya adalah perilaku berbagi harta berlebih dalam bentuk sedekah, infak, ataupun hibah kepada sesama manusia.
Orang yang tidak peduli dengan nasib saudaranya atau tidak setia kawan diwanti-wanti oleh Nabi Muhammad SAW melalui sabdanya:
"Barang siapa bangun di pagi hari, tapi ia tidak memikirkan kepentingan sesama muslim, maka ia bukan termasuk umatku," (H.R. Muslim).
3. Sikap Penyayang
Seorang muslim harus menumbuhkan sikap penyayang kepada makhluk Allah SWT, baik itu kepada orang lain maupun kepada binatang.
Bersikap penyayang kepada manusia ditunjukkan dengan perilaku tolong menolong, terutama ketika orang lain berada dalam kesusahan.
Keutamaan bersikap penyayang ini tergambar dalam sabda Nabi Muhammad SAW: "Barang siapa tidak bersikap penyayang kepada manusia, maka ia tidak akan disayang Allah," (H.R. Bukhari dan Muslim).
Sementara itu, sikap penyayang kepada binatang dilakukan dengan tidak menyiksa hewan atau membuatnya kesusahan.
Misalnya, ketika menyembelih binatang, sebaiknya dilakukan dengan cepat agar tidak membuatnya tersiksa.
Jika seseorang memiliki peliharaan, maka ia memberi makan di waktu yang tepat dan tidak membiarkannya kelaparan atau kehausan.
Apabila ia ingin memberi tanda kepada hewan peliharaannya, seorang muslim dilarang melukai menggunakan besi panas seperti tradisi orang-orang di zaman jahiliyah, sebagaimana hadis yang diriwayatkan Jabir bin Abdullah RA, ia berkata:
"Bahwasanya lewat di hadapan Rasulullah SAW seekor keledai yang diwajahnya diberikan cap [tanda]. Maka, beliau bersabda: 'Allah melaknati orang yang membuat cap padanya'," (H.R. Muslim, Abu Daud, Ibnu Hibban, dan Baihaqi).
Dilansir dari NU Online, inti dari akhlak mulia dalam Islam adalah untuk menebar kasih sayang di alam semesta.
Sifat penyayang ini juga merupakan konsekuensi keimanan kepada dua nama dan sifat Allah SWT, yaitu sifat rahman dan rahim, serta tujuan diutusnya Rasulullah SAW, sebagaimana firman Allah SWT dalam surah Al-Anbiya ayat 107:
“Dan tiadalah Kami mengutus kamu [Muhammad], melainkan untuk [menjadi] rahmat bagi semesta alam," (QS. Al-Anbiya [21]: 107).
Penulis: Abdul Hadi
Editor: Dhita Koesno