tirto.id - Jika Anda gugup, putus asa, atau berada dalam tekanan, tubuh akan bereaksi sedemikian rupa meresponsnya. Reaksi mental menghadapi masalah tersebut dikenal dengan stres.
American Psychological Association menulis, stres adalah respons emosional yang disebabkan oleh masalah eksternal, seperti bertengkar dengan pasangan, tekanan kerja, hingga penyakit kronis. Stres menjadikan tubuh waspada terhadap hal-hal tersebut. Gejalanya, degup jantung kian cepat, tangan berkeringat, dan terkadang seseorang menjadi ceroboh karena tidak bisa mengontrol emosinya.
Seperti yang dikutip Psychology Today, tekanan masalah menyebabkan tubuh mengeluarkan hormon stres yang terdiri dari adrenalin dan kortisol. Kedua hormon tersebut memacu sirkulasi darah, zat lemak, dan glukosa.
Oleh sebab itu, seseorang menjadi waspada dan energinya terpacu secara spontan. Tubuh merespons untuk fokus dan peka terhadap bahaya. Stres menjadikan seseorang segera bergerak menghindari keadaan yang tak diinginkan.
Eustres dan Distres
Banyak orang berpikir bahwa stres itu buruk dan merusak mental manusia, namun sebenarnya tidak semua stres bersifat negatif. Stres yang positif dinamakan dengan eustres.
Kelly McGonigal dalam bukunya The Upside of Stress menyatakan bahwa persepsi positif terhadap suatu masalah melahirkan stres yang baik. Misalnya, tekanan tenggat kerja dapat menyebabkan karyawan kian produktif, putus cinta atau bercerai menjadikan seseorang semakin bijak memandang suatu hubungan.
Suatu masalah, bagi Kelly McGonigal bersifat netral. Seseorang yang mengalami masalah akan memberi makna pada pengalamannya, baik makna positif atau makna negatif. Stres akan menjadi baik atau buruk, tergantung dari persepsi seseorang dalam memandang tekanan yang ia hadapi.
“Bagaimana kita berpikir tentang stres dapat mempengaruhi kesehatan, kebahagiaan, dan keberhasilan kita. Mindset tentang stres membentuk emosi yang kita rasakan selama menghadapi masalah yang terjadi," tulis Kelly (halaman 12).
Eustres lahir dari persepsi positif terhadap suatu masalah. Respons emosional yang muncul berimbas baik, yang kemudian memacu performa kerja, resiliensi, dan daya tahan terhadap tekanan hidup.
Sementara itu, stres yang negatif disebut dengan distres. Jika seseorang memandang buruk masalah yang dihadapinya, respons emosional yang timbul akan berimbas negatif. Terlebih lagi jika masalah tersebut tak terselesaikan dan dibiarkan berlarut-larut. Seseorang yang mengalami distres akan merasa lelah, marah, susah tidur, bahkan di beberapa kasus mengalami gangguan pencernaan.
Jika tak ditangani dengan manajemen stres yang baik, tekanan emosional tersebut akan berkembang menjadi gangguan stres kronik.
Sebuah artikel yang dipublikasikan di Future Science OA pada 2015 menyatakan bahwa stres kronik berakibat fatal, mempengaruhi sistem limbik pada otak sehingga mengurangi kepekaan emosional penderitanya.
Distres juga mengakibatkan kesulitan berkonsentrasi, melemahkan imun tubuh, bahkan dalam jangka panjang dapat menyebabkan sakit jantung.
Penulis: Abdul Hadi
Editor: Yulaika Ramadhani