tirto.id - Polisi memutuskan publik figur GA dan MYD menjadi tersangka kasus pornografi, menyusul dua penyebar video yang telah terlebih dulu ditetapkan sebagai tersangka.
Konten yang beredar pada awal November itu membuat media sosial gaduh. Ketika itu para ahli mengkritik praktik penyebaran konten karena sama saja mempertebal kekerasan seksual yang dialami korban.
Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Yusri Yunus mengatakan penetapan tersangka berdasarkan keputusan forum gelar perkara oleh para penyidik. "Hasil gelar perkara kemarin menaikkan status saksi GA dan MYD sebagai tersangka," kata Yusri, kemarin (29/12/2020).
GA telah diperiksa dua kali atas laporan Putra Romadoni dan Aby Febriyanto Dunggio. Nama terakhir adalah orang yang juga mengajukan gugatan penghentian penyidikan ke pengadilan terhadap MRS, pentolan ormas yang juga terlibat kasus pornografi pada 2017 silam. Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memutuskan penghentian perkara batal dan polisi dapat melanjutkan kasus.
Aby membenarkan melaporkan GA dan menggugat MRS tapi tidak menjawab apa alasan dia memperkarakan dua kasus itu. “Ya benar,” kata Aby kepada reporter Tirto. Kebetulan pengumuman polisi dan putusan pengadilan terjadi pada hari yang sama, 29 Desember 2020.
Dua orang diduga penyebar video, PP dan MN, jadi tersangka setelah dilaporkan langsung oleh GA. Alasan mereka mengunggah konten tersebut adalah untuk menaikkan jumlah follower atau pengikut di media sosial.
PP dan MN dijerat berlapis, Pasal 27 ayat 1 juncto Pasal 45 ayat 1 UU Informasi dan Transaksi Elektronik dan Pasal 4 ayat 1 juncto Pasal 29 dan/atau Pasal 8 juncto Pasal 34 UU Pornografi.
GA bukan orang pertama yang diperkarakan lewat kasus ini. Sembilan tahun silam, publik figur Nazriel Irham alias Ariel Peterpan, kini kasusnya telah rampung, juga mengalami kejadian serupa. Ia didakwa melanggar aturan pornografi. Saat itu hakim memvonis 3 tahun 6 bulan penjara karena Ariel melanggar Pasal 4 ayat 1 juncto Pasal 29 UU nomor 44 tahun 2008 tentang Pornografi.
Pasal yang digunakan untuk menjerat Ariel kini dipakai untuk mempidana GA dan MYD. Selain Pasal 4 ayat 1 jo Pasal 29, keduanya juga dijerat dengan ketentuan ‘dan/atau’ pasal Pasal 8 juncto Pasal 34 Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi.
Untuk Diri Sendiri Seharusnya Tidak Dipidana
Bunyi Pasal 4 ayat 1 UU Pornografi sebagai berikut:
Setiap orang dilarang memproduksi, membuat, memperbanyak, menggandakan, menyebarluaskan, menyiarkan, mengimpor, mengekspor, menawarkan, memperjualbelikan, menyewakan, atau menyediakan pornografi yang secara eksplisit memuat:
- persenggamaan, termasuk persenggamaan yang menyimpang;
- kekerasan seksual;
- masturbasi atau onani;
- ketelanjangan atau tampilan yang mengesankan ketelanjangan;
- alat kelamin; atau
- pornografi anak.
Bunyi Pasal 29 sebagai berikut: Setiap orang yang melanggar sesuai Pasal 4 ayat 1 dipidana minimal 6 bulan dan maksimal 12 tahun dan/atau denda minimal Rp250 juta dan maksimal Rp6 miliar.
Maidina Rahmawati, peneliti dari Institute For Criminal Justice Reform (ICJR), lembaga nirlaba yang fokus mengadvokasi reformasi hukum, mengatakan ada penjelasan Pasal 4 ayat 1 yang mengecualikan tujuan pembuatan video untuk keperluan pribadi. “Siapa pun yang berada dalam video tersebut, apabila sama sekali tidak menghendaki adanya penyebaran ke publik, tidak dapat dipidana,” kata Maidina, kemarin.
Status GA dan MYD merupakan korban pornografi karena kontennya untuk kepentingan sendiri dan tak ditujukan kepada publik. Dalam Pasal 4 Ayat 1 UU 44/2008 dijelaskan yang dimaksud dengan klausul ‘membuat’ tidak termasuk untuk dirinya sendiri dan kepentingan sendiri.
Aturan sama yakni Pasal 6 UU Pornografi menegaskan bahwa larangan “memiliki atau menyimpan” mengecualikan bagi kepentingan dan untuk diri sendiri.
Ketidaklayakan unsur pidana GA dan MYD semakin terang karena Pasal 8 UU Pornografi yang disangkakan ke GA dan MYD mensyaratkan tujuan video untuk ruang publik.
“Maka selama konten tersebut adalah kepentingan pribadi, sekali pun sebagai pemeran dalam suatu konten, ketentuan hukum dan konstitusi di Indonesia melindungi hak tersebut. Perbuatan tersebut tidak dapat dipidana. Larangan menjadi model tetap harus dalam kerangka komersial, bukan kepentingan pribadi.”
Editor: Rio Apinino