tirto.id - Lucy Quinn dari British Antartic Survey memperlihatkan sisa makanan anak burung albatros dalam program televisi The Blue Planet yang diproduksi BBC tahun lalu. Ia mengatakan hewan laut tersebut gemar menyantap cumi-cumi dan ikan.
Namun, doktor lulusan University of Aberdeen itu menjelaskan bahwa anak burung albatros juga memakan plastik dan hal ini dapat berakibat fatal. Benda sekecil tusuk gigi plastik, menurut Quinn, bisa membunuh binatang tersebut.
Lewat video yang diunggah akun British Antartic Survey, Quinn menerangkan bahwa anak burung albatros memakan plastik lantaran albatros dewasa membawa sampah itu pada mereka. “Albatros dewasa pergi ke laut dan kadang-kadang mengambil plastik dan benda mengapung lain. Lalu mereka pulang dan memberikan pada anaknya. Anak albatros pun mengonsumsi plastik sebelum menjadi dewasa,” katanya.
Menurut Chris Wilcox dan Britta Denise Hardesty dari Commenwealth Scientific and Industrial Research Organisation (CSIRO) serta dosen Oseanografi dan Perubahan Iklim Imperial College London Erik van Sebille, 80 dari 135 atau hampir 60 persen spesies burung laut telah menelan plastik berdasarkan literatur yang dikaji dari tahun 1962 hingga 2012. Apabila data distandardisasi menurut waktu dan spesies yang belum diteliti pada tahun 2015, maka angka tadi meningkat menjadi 90 persen.
Mereka mengatakan temuan burung laut dengan plastik yang ada dalam perut jumlahnya kurang dari lima persen tahun 1960. Pada tahun 2010, angka tersebut berubah menjadi 80 persen. Wilcox, Hardesty, dan van Sebille menjelaskan bahwa anggota tim riset mereka pernah menemukan 200 buah sampah plastik di tubuh seekor burung laut. Ketiganya lantas memprediksi 99 persen burung laut akan memakan plastik pada tahun 2050 apabila persoalan ini tak diselesaikan.
Alasan Burung Laut Suka Plastik
Burung laut adalah sebutan bagi jenis burung yang hidupnya sebagian besar bergantung pada lautan. The Guardianmelaporkan bahwa ada 350 spesies burung laut di seluruh dunia. Salah satu hewan yang masuk kelompok binatang ini adalah burung albatros. Selain itu, petrel badai dan penguin juga disebut sebagai burung laut.
Burung laut suka memakan biota lain seperti krill, cumi-cumi, dan ikan kecil bernama forage fish. Krill merupakan krustasea kecil yang biasa memangsa alga. Oleh karena banyak plastik yang saat ini mengapung di laut, tak jarang mereka juga memakan sampah hasil aktivitas manusia tersebut. Bentuknya yang mirip dengan hewan yang biasa mereka santap dipercaya peneliti sebagai penyebab mengapa burung laut terus mengonsumsi plastik.
Namun, penelitian yang dilakukan Matthew Sacova S. Savoca dan kawan-kawan dari University of California menyebutkan burung laut atau seabirds menyantap plastik karena baunya mirip dengan makanan yang biasa mereka konsumsi.
Sacova, dkk mengatakan bahwa albatros, penggunting laut (shearwater), dan petrel merupakan hewan yang kemungkinan paling banyak terdampak polusi plastik. Hal ini dikarenakan binatang yang dijuluki burung hidung tabung atau tubenoses itu menggunakan kekuatan indera penciuman ketika menemukan mangsa.
Berdasarkan riset berjudul “Marine Plastic Debris Emits a Keystone Infochemical for Olfactory Foraging Seabirds” (2016), Savoca, dkk menerangkan bahwa plastik menjadi tempat tumbuhnya alga, organisme yang menjadi makanan utama krill. Krill, di sisi lain, merupakan santapan kegemaran burung laut.
Saat alga rusak secara alami di laut, ia mengeluarkan bau belerang dimetil sulfida (DMS) yang kemudian diartikan burung laut sebagai tanda keberadaan krill. Namun, alih-alih menyantap biota tersebut, mereka justru memakan plastik.
Kepada National Geographic, Savoca mengatakan bahwa DMS berlaku layaknya bel tanda makan.
“Ketika orang mendengar bel tanda makan, kita tahu kalau makanan ada di sekitar wilayah tertentu. Ini ide yang sama. Sekali hidung burung memberitahu mereka inilah tempat di mana krill bisa ditemukan, mode mencari makan akan dihidupkan, dan mereka akan terbang rendah untuk itu,” jelasnya.
Savoca pun berharap riset serupa juga dilakukan pada kelompok spesies lain seperti kura-kura laut. Seperti burung laut, kura-kura juga terancam keberadaannya karena polusi plastik. Qamar A Schuyler dalam “Mistaken Identity? Visual Similarities of Marine Debris to Natural Prey Items of Sea Turtles” (2014) mengatakan kura-kura menyantap plastik karena bentuknya mirip dengan binatang yang biasa ia mangsa, yakni ubur-ubur. Hal ini ia simpulkan setelah membuat model sistem visual kura-kura dan menggunakannya untuk menganalisis puing plastik yang ditemukan di pantai dan perut hewan itu.
Seperti yang dilaporkan The Washington Post, Schuyler menerangkan sebanyak 52 persen kura-kura di dunia telah mengonsumsi plastik. Beberapa daerah seperti teluk sebelah timur Australia dan Amerika Utara, kawasan Asia Tenggara, wilayah Afrika bagian selatan dan Hawai adalah daerah yang berbahaya bagi binatang tersebut.
Seperti kisah anak albatros di awal tulisan, anak kura-kura berusia muda rentan mengonsumsi plastik sebab mereka tak suka memilih makanan seperti kura-kura dewasa. Penyumbatan usus hingga keracunan bahan kimia plastik pun bisa diderita oleh binatang jenis tersebut.
Editor: Maulida Sri Handayani