tirto.id - Seekor hiu tutul terdampar lalu mati di Pantai Parangkusumo, Yogyakarta pada Senin (27/8/2018) pagi. Bangkai hewan dengan bobot mencapai satu ton itu lantas menyedot perhatian warga dan wisatawan. Seperti dilaporkan Antara, sebagian dari mereka yang menonton terlihat mengabadikan gambar bangkai hiu tutul dengan kamera ponsel. Ada pula yang berswafoto dengan latar belakang ikan yang mempunyai nama lain hiu paus tersebut.
Di antara banyak orang yang mengambil gambar, ada tiga polisi yang berfoto di atas kepala dan badan bangkai ikan hiu tutul. Foto itu lantas viral di internet dan mendapat komentar negatif dari warganet. Eva lewat akun @av41412, misalnya, mengatakan bahwa ketiga polisi tersebut tak seharusnya berpose demikian meski ikan sudah mati. Belakangan, Polda Daerah Istimewa Yogyakarta lewat akun resmi Twitter meminta maaf atas kelakuan tiga anggotanya itu.
Komentar pedas warganet seputar tingkah seseorang yang dianggap tak pantas saat berfoto dengan hewan hiu paus tak hanya terjadi sekali ini saja. Pada awal Agustus lalu, video yang memperlihatkan seorang penyelam berbaju selam kuning sedang menunggangi hiu paus viral di berbagai media sosial. Semua bermula dari unggahan Kaka “Slank” yang memprotes kelakuan penyelam tersebut di akun Twitter miliknya.
Unggahan Kaka ini lalu ditanggapi oleh Menteri Kelautan dan Perikatan Susi Pudjiastuti. Menurut National Geographic, ia mengatakan bahwa tindakan itu dilarang dan pihaknya sedang melakukan investigasi untuk mengetahui identitas si penyelam. Warganet pun ikut memberi tanggapan atas video unggahan Kaka. Sebagian besar dari mereka berharap agar izin selam penyelam tersebut dicabut.
Pada tahun 2017, foto sampul majalah Batik edisi Februari yang khusus dibagikan untuk penumpang pesawat milik Lion Grup Batik Air pun diprotes aktivis lingkungan. Sebabnya foto tersebut menampilkan seorang penyelam yang sedang memeluk seekor hiu paus. Seperti yang dilaporkan Mongabay, tindakan tersebut dinilai sudah melewati batas oleh pencinta dan aktivis lingkungan. Alasannya karena hiu paus merupakan satwa laut dilindungi dan siapapun yang ingin dekat dengannya mesti mengikuti peraturan yang ada.
Berbeda dengan ikan lain, hiu paus memang mudah menarik perhatian warga dan wisatawan karena ukuran badannya yang besar. Menurut National Geographic, Hiu paus atau yang dalam bahasa latin disebut dengan Rhincodon typus merupakan jenis ikan terbesar di laut sebab panjang badannya bisa mencapai 12 meter atau lebih. Ia adalah pemakan daging tapi alih-alih memangsa ikan atau hewan lain, binatang ini lebih suka memakan plankton yang melayang dalam air laut.
Dilansir dari Live Science, kepala hiu paus berbentuk pipih dengan moncong tumpul yang berada di atas mulut. Hiu paus memiliki barbel atau “kumis”, berfungsi sebagai organ peraba, yang terlihat menonjol di lubang hidung. Badan bagian belakang dan samping berwarna abu-abu kecoklatan dan dihiasi oleh bintik warna putih dan garis pucat sedangkan perut hiu paus berwarna putih. Masing-masing hiu paus mempunyai pola bintik yang berbeda seperti halnya sidik jari kepunyaan manusia.
Masih menurut Live Science, hiu paus menyukai wilayah perairan tropis yang bersuhu hangat. Tapi, ada pula yang hidup di laut dengan suhu lebih dingin seperti di Teluk New York, Amerika Serikat. Menurut International Union for Conservation of Nature (IUCN), sebanyak 75% hiu paus ditemukan di Samudera Pasifik dan Hindia sementara sisanya ada di Samudera Atlantik. Di Indonesia, hiu paus banyak ditemukan perairan Sabang, Situbondo, Bali, Nusa Tenggara, Alor, Flores, Sulawesi Utara, Maluku, dan Papua.
Hiu paus adalah hewan penyendiri dan tak takut dengan manusia. Makanya, ikan jenis ini rentan diburu. Menurut National Geographic, hiu paus menjadi sasaran tangkapan manusia di beberapa daerah di Asia. Sementara itu, data IUCN menyebutkan jumlah hiu paus di Samudera Hindia dan Pasifik berkurang 63 persen dalam 75 tahun terakhir. Sementara itu, populasi hewan ini di perairan Atlantic berkurang hingga lebih dari 30 persen. Hal tersebut menyebabkan IUCN mengelompokkan hiu paus sebagai hewan yang terancam keberadaannya atau endangered karena populasinya yang terus menurun.
Etika dan Aturan saat Berfoto
Berinteraksi dan berfoto dengan hiu paus tidaklah dilarang. Adanya komentar pedas yang dilontar warganet seperti kasus di atas muncul sebab mereka yang ada di foto bertindak tak sesuai dengan etika dan aturan yang berlaku.
LSM Gardasatwa Indonesia yang bergerak di bidang kesejahteraan hewan menilai tindakan tiga polisi yang berfoto di atas bangkai hiu tutul tak pantas ditiru meski sang ikan telah mati. Hal yang sama disampaikan pula oleh Elis Nurhayati, Direktur Komunikasi WWF Indonesia. Ia mengatakan bahwa tindakan tersebut tidak layak ditiru dan tak semestinya dilakukan oleh aparat yang notabene menjadi contoh bagi masyarakat.
“Menurut saya ini common sense mengenai sikap menghormati sesama makhluk hidup ketika masih hidup bahkan setelah melepas nyawa. Setahu saya, tidak ada aturan yang melarang menginjak bangkai hewan tapi saya kira golden rule di sini yaitu jangan lakukan apa yang kita tidak inginkan orang lain lakukan ke kita,” katanya saat dihubungi Tirto.
Terkait berfoto dengan ikan hiu paus yang masih hidup, Elis mengatakan bahwa hiu paus telah ditetapkan sebagai spesies yang dilindungi lewat Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 18/ Kepmen-KP/2013. Hal ini dilakukan untuk menghindari ancaman kepunahan ikan hiu paus di habitat alam. Makanya, siapapun yang ingin berinteraksi termasuk berfoto dengan hiu paus mesti mengikuti aturan yang berlaku.
Seperti yang dilaporkan Mongabay, Kementerian Kelautan dan Perikanan mengeluarkan aturan umum wisata hiu paus. Dari sebelas poin aturan, ada beberapa hal yang mengatur cara berinteraksi dan berfoto dengan hiu paus, di antaranya pemotret tak diperkenankan menggunakan flash saat mengambil gambar, pengunjung tidak diperbolehkan memegang ikan, dan durasi berinteraksi dengan hiu paus hanya dibatasi 15 menit tiap grup wisatawan.
Aturan serupa juga disosialisasikan oleh WWF. Lewat akun di Youtube, WWF Indonesia menyampaikan bahwa penyelam harus menjaga jarak aman dengan hiu paus. Selain itu, divers juga mesti didampingi oleh pemandu yang akan mendampingi proses penyelaman sekaligus berinteraksi dengan hiu paus.
Elis menjelaskan reaksi protes yang ditunjukkan warganet saat melihat penyelam berfoto dengan hiu paus merupakan pertanda bahwa edukasi pada masyarakat telah berlangsung tapi belum terjadi secara menyeluruh. “Kita melihat ada setiap saat operator diving baru. Muncul generasi penjelajah baru yang tak terlalu mengetahui bagaimana melakukan wisata yang bertanggung jawab. Artinya, edukasi yang dilakukan tak bisa berhenti satu dua kali melainkan harus kontinu,” katanya.
Editor: Maulida Sri Handayani