tirto.id - Sebuah unggahan video, yang memperlihatkan burung yang memiliki bulu di bagian kepala menyerupai topi mahkota, memantik perbincangan di media sosial. Sejumlah akun di Facebook bahkan berspekulasi bahwa hewan tersebut merupakan burung langka yang hanya terdapat di pedalaman Pulau Kalimantan.
Narasi tersebut diunggah oleh sejumlah akun di Facebook yaitu akun “Siti Hamidah” (arsip) pada Sabtu (31/8/2024), “Jeng Sri Nganjuk”(arsip) pada Selasa (3/9/2024) dan “Junijar Hasibuan”(arsip) pada Minggu (17/11/2024) dan “Pereslin Abraham” (arsip) pada Senin (18/11/2024).
“Viral sampai keluar negri ini burung. Burung bertopi mahkota dari Kalimantan. Ga nemu keterangan Kalimantan bagian mana, temen-temen dari Kalimantan ada yang taukah? Ini beneran ada apa engga. Sebelum mulai kerja malah bahas burung,” bunyi keterangan takarir salah satu unggahan tersebut.
Sepanjang Minggu (17/11/2024) hingga Kamis (5/12/2024) atau selama 18 hari tersebar di Facebook, unggahan ini telah memperoleh 37 tanda suka dan 34 komentar. Lantas, bagaimana kebenaran video tersebut?
Penelusuran Fakta
Pertama-tama, Tim Riset Tirto menonton secara utuh salah satu video yang disertakan dari awal hingga akhir.
Video tersebut memang memperlihatkan dua ekor burung yang nampak memiliki bulu di bagian kepala yang menyerupai topi. Namun, kami melihat kejanggalan dalam video tersebut khususnya pada detik ke 22-26.
Bagian menyerupai topi pada kepala burung tiba-tiba hilang secara tidak natural dalam video dan nampak seperti hasil suntingan. Anehnya lagi, bagian menyerupai topi itu kembali muncul pada detik ke-26. Kejanggalan tersebut mengindikasikan adanya ciri-ciri penggunaan teknologi kecerdasan buatan atau Artificial Intelligence (AI) dalam pembuatan video.
Tirto kemudian mengunduh video tersebut lalu menelusurinya dengan menggunakan perangkat pemindai AI, Hive Moderation. Sebagai informasi, Hive Moderation merupakan sebuah perangkat yang dapat membantu mendeteksi kemungkinan konten berbasis AI dalam bentuk gambar, video dan teks.
Hasil penelusuran menggunakan Hive Moderation menunjukkan, video burung bertopi yang disertakan dalam unggahan memiliki skor nilai 99,8 persen kemungkinan dibuat menggunakan teknologi AI.
Sebagai informasi, unggahan tersebut juga menyertakan foto burung bertopi yang sama. Dengan menggunakan perangkat Hive Moderation, kami juga menelusuri keaslian foto tersebut.
Senada, hasil analisis Hive Moderation menunjukkan, foto burung bertopi yang disertakan dalam unggahan juga memiliki skor nilai 99,8 persen kemungkinan dibuat menggunakan teknologi AI.
Tirto lalu menelusuri kebenaran klaim yang menyatakan bahwa burung bertopi itu merupakan hewan langka yang berasal dari pedalaman Pulau Kalimantan. Hasilnya, kami tidak menemukan satupun adanya bukti keberadaan hewan tersebut sebagai hewan langka yang diklaim berasal dari Pulau Kalimantan.
Pencarian menggunakan kata kunci “Burung Bertopi Langka dari Pedalaman Kalimantan” justru mengarahkan kami ke artikel pemeriksaan fakta yang diunggah di situs resmi Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi).
Komdigi menyatakan bahwa video burung bertopi yang diklaim berasal dari pedalaman Pulau Kalimantan adalah hoaks. Serupa dengan penelusuran Tirto, video tersebut kemungkinan besar diduga merupakan hasil manipulasi menggunakan AI.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelusuran fakta, tidak ditemukan bukti adanya burung bertopi yang diklaim berasal dari pedalaman Pulau Kalimantan.
Hasil penelusuran menggunakan perangkat pemindai AI Hive Moderation menunjukan, bahwa video burung bertopi yang disertakan dalam unggahan memiliki skor sebesar 99,8 persen dibuat menggunakan teknologi kecerdasan buatan (AI). Pun foto yang disertakan juga kemungkinan besar merupakan hasil buatan AI.
Jadi, informasi dalam video yang menunjukan adanya burung bertopi yang diklaim berasal dari pedalaman Pulau Kalimantan bersifat salah dan menyesatkan (false and misleading).
==
Bila pembaca memiliki saran, ide, tanggapan, maupun bantahan terhadap klaim Periksa Fakta dan Decode, pembaca dapat mengirimkannya ke email factcheck@tirto.id.
Editor: Farida Susanty