tirto.id - Pertarungan di Pemilihan Gubernur Jawa Timur makin menghangat. Pertarungan menghangat bukan pada siapa yang akan melawan petahana, Khofifah Indar Parawansa, melainkan menerka-nerka siapa kandidat yang memiliki peluang mendampingi Khofifah.
Dalam catatan yang dihimpun Tirto, partai-partai memang mengajukan kader mereka untuk mendampingi Khofifah. Sebut saja Partai Gerindra yang memunculkan nama Ketua DPD Partai Gerindra Jawa Timur, Anwar Sadad.
Selain itu, PDIP yang tertarik mendukung Khofifah juga mengusung tiga nama yang ingin dicalonkan sebagai cawagub, antara lain Bupati Sumenep Achmad Fauzi, Bupati Trenggalek M. Nur Arifin, dan Bupati Kediri Hanindito Himawan Pramana.
Meski belum ada penunjukan nama spesifik, Khofifah memberi sinyal untuk meminang kembali Emil Dardak, Ketua DPD Partai Demokrat Jawa Timur yang juga pendampingnya di kepemimpinan Jawa Timur 2018-2023 lalu. Keinginan tersebut disampaikan mantan Gubernur Jawa Timur itu kepada media pada pekan lalu.
"Hari ini kami sowan bersama dengan Pak Emil. Beliau adalah penguat dalam perjalanan kami lima tahun memimpin Jatim. Dan ke depan insyaallah kami akan berproses kembali untuk pencalonan gubernur di bulan November 2024 mendatang," katanya dalam keterangan tertulis di Surabaya, Minggu (28/4/2024), sebagaimana dikutip dari Antara.
Ia tidak memungkiri banyak pihak bertanya kemungkinan maju kembali bersama Emil Dardak dalam Pilkada Jatim 2024. Mantan Menteri Sosial itu hanya menjawab bahwa sejauh ini dirinya merasa sangat nyaman dan produktif berpasangan dengan Emil Dardak.
"Saya merasa nyaman dan produktif dengan Pak Emil. Rasa Nyaman itu penting. Dan produktif juga sangat penting. Maka kami mohon doa panjenengan (doa) semua agar apa yang sudah kami lakukan dan yang akan kami lakukan ke depan bisa memberikan berkah manfaat bagi semua," tutur Khofifah.
Khofifah atau Tidak akan Menang di Pilgub Jatim
Analis politik dari Universitas Al Azhar, Ujang Komarudin, menilai masih banyak yang berpeluang mendampingi Khofifah di Pilgub Jawa Timur. Menurut Ujang, Ketua DPD Golkar Jawa Timur Sarmudji dan Ketua DPP PPP atau Ketua Tim Pemenangan Ganjar-Mahfud Jawa Timur Ahmad Baidowi patut dipertimbangkan.
Penentuan pendamping Khofifah, kata Ujang, juga akan melihat kesepakatan maupun hasil lobi-lobi yang dilakukan parpol di Koalisi Indonesia Maju.
"Jadi kalau nanti soal siapa yang mendapatkan wakil tergantung kesepakatan di antara Koalisi Indonesia Maju itu, tergantung kesepakatan di antara partai-partai pengusung dan pendukung Khofifah dengan pasangan itu pasti akan tuntas," kata Ujang kepafa Tirto, Selasa (7/5/2024).
Khofifah saat ini sudah mengantongi surat rekomendasi dari tiga partai, yakni Golkar, Gerindra dan PAN.
Ujang mengakui banyak partai merapat ke Khofifah. Ia mengakui magnet Khofifah untuk Pilkada Jatim cukup kuat. Hal itu terlihat dari sikap PDIP yang berbeda dengan Khofifah selaku Ketua Tim Pemenangan Daerah Prabowo-Gibran mau mengirim kadernya untuk bersanding dengan Khofifah.
Namun, ia yakin partai pendukung Khofifah saat ini tidak akan mundur dari pengusungan mantan Mensos itu karena tentu sudah disiapkan paket kompensasi sebagai pengganti kursi wakil.
"Mereka (partai pendukung Khofifah) akan komitmen (dan keluar ketika Khofifah menentukan wakil). Ya tinggal nanti yang dijadikan wakil memberikan kompensasi kepada yang tidak, kepada partai-partai yang tidak dijadikan wakil. Kan seperti itu biasa lah," kata Ujang.
Ia menilai situasi masih cair sehingga perlu menunggu ke depan nama kandidat yang akan melawan Khofifah. Ujang mengungkit sikap Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar yang tengah menyiapkan lawan Khofifah, tetapi semua perlu melihat ke depan.
"Kita tunggu saja apa ada yang berani melawan Khofifah atau enggak karena dinamikanya masih cair, masih dinamis, masih berkembang," kata Ujang.
Sementara itu, analis sosio-politik ISESS Musfi Romdoni mengatakan, persepsi perebutan kursi wakil Khofifah tidak lepas dari posisi Khofifah yang memiliki elektabilitas tertinggi di Jawa Timur.
Ia mengingatkan, Khofifah menang di Pilkada Jawa Timur 2018 lalu setelah gagal dua kali Pilkada Jawa Timur. Itu pun, kata Musfi, akibat gubernur sebelumnya sekaligus saingan Khofifah, Soekarwo tidak lagi bisa maju.
"Pesaingnya, meski cukup populer tapi minim elektabilitas, sementara Khofifah sudah menabung popularitas karena sudah 3 kali maju. Ini menjadi catatan tersendiri terhadap elektabilitas Khofifah. Apakah kemenangan itu terjadi karena pesaing Khofifah kurang populer pada 2018?" tanya Musfi, Selasa (7/5/2024).
Musfi mengakui, ada nama yang memang berpotensi menyaingi Khofifah seperti Emil Dardak atau Cak Imin. Namun, ia melihat partai politik sadar lebih baik mengusung Khofifah untuk mencari kemenangan.
"Jika persepsi itu terus diyakini, saya kira partai pendukung Khofifah akan terus bertambah. Siapa partai yang mau kalah?" tutur Musfi.
Musfi pun menilai, perpecahan koalisi bisa saja terjadi jika ada kelompok yang ingin mempersepsikan perpecahan akibat tidak mendapat kursi wakil.
Ia mencontohkan, PKB bisa saja membangun koalisi sendiri untuk memenangkan Pilkada Jatim. Selain itu, bisa saja Cak Imin menggandeng Emil Dardak demi memenangkan Pilkada. Namun, narasi itu sulit terjadi karena Emil sudah bersama Khofifah.
Di sisi lain, Musfi memahami bahwa partai ingin kadernya bisa dipilih dan menang Pilkada. Akan tetapi, mereka menghitung kalkulasi elektoral semata.
"Kalau pun ada ancaman mundur, itu saya kira merupakan 'gertakan politik', praktik yang lazim dalam lobi-lobi," kata Musfi.
"Ini kembali pada kalkulasi benefit antar partai. Misalnya Gerindra menukar jatah maju di Pilgub Jatim dengan maju di Pilgub Jateng," tutur Musfi.
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Bayu Septianto