Menuju konten utama

Presidential Club Prabowo Jangan Sampai Menambah Konflik Baru

Presidential Club gagasan Prabowo bisa saja berpotensi menambah konflik karena setiap mantan presiden punya agenda politik yang berbeda.

Presidential Club Prabowo Jangan Sampai Menambah Konflik Baru
Calon Presiden nomor urut 2 Prabowo Subianto menyapa warga saat menghadiri masak besar di Cilincing, Jakarta, Sabtu (30/12/2023). ANTARA FOTO/Asprilla Dwi Adha/Spt.

tirto.id - Presiden terpilih Prabowo Subianto berencana membentuk Presidential Club setelah dilantik sebagai presiden. Pembentukan ini terungkap dari pernyataan Juru Bicara Prabowo selaku Menteri Pertahanan, Dahnil Anzar Simanjuntak. Dahnil mengatakan, istilah Presidential Club hanya sebuah analogi wadah perkumpulan para mantan presiden seperti Megawati Soekarnoputri, Susilo Bambang Yudhoyono, hingga Joko Widodo.

Dahnil mengatakan Presidential Club ini bukan institusi baru, tetapi hanya sebuah wadah berdiskusi para presiden sebelumnya dan sekarang untuk membangun bangsa.

"Presidential club yang saya maksudkan bukan mendirikan institusi baru atau Pak Prabowo mendirikan lembaga baru, bukan sama sekali," kata Dahnil dalam video yang diterima Tirto, Sabtu (4/5/2024).

Menurut Dahnil, ide ini muncul karena visi dan misi sejak awal Prabowo adalah keberlanjutan. Selain itu, pembentukan Presidential Club juga tidak lepas dari sikap politik Prabowo yang mengedepankan persatuan. Ia mengklaim, Prabowo ingin persatuan tersebut disimbolkan dengan silaturahmi terus-menerus sambil berdialog, sehingga diharapkan dapat memberikan masukan bagi pemerintahan Prabowo-Gibran.

"Oleh sebab itu, nantinya Pak Prabowo perlu berdiskusi dengan presiden Jokowi terus menerus, pun demikian perlu berdiskusi dengan Pak SBY, Ibu Megawati," tutur Dahnil.

Presiden Jokowi pun merespons positif rencana pembentukan Presidential Club gagasan Prabowo.

"Bagus, bagus," kata Jokowi, Jumat (3/5/2024).

Jokowi pun mengaku tidak masalah pertemuan berlangsung dua kali sehari. Akan tetapi, ia tidak mau ikut campur urusan kabinet karena hal itu adalah hak prerogatif presiden.

"Kalau minta saran enggak apa-apa, tapi kalau enggak dimintai saran, ikut-ikutan nimbrung itu enggak boleh," kata Jokowi.

SBY Sambut Baik, Megawati Tentu Tak Mau

Deputi Bappilu DPP Partai Demokrat Kamhar Lakumani, optimistis ide pembentukan Presidential Club yang digagas Prabowo Subianto bakal disambut baik Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Ia beralasan, SBY yang juga Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat selalu terbuka pada gagasan-gagasan baik untuk bangsa Indonesia.

“Pak SBY selalu menyambut baik hal-hal yang bermanfaat untuk bangsa dan negara. Presidential Club tentu saja merupakan hal baik,” kata Kamhar kepada reporter Tirto, Minggu (5/5/2024).

Demokrat sebagai partai juga menyambut positif rencana tersebut. Hal itu bisa menjadi ruang berbagi pemikiran dan pengalaman presiden masa lalu dengan presiden saat ini. Ia menilai, presiden ke depan akan memiliki beragam perspektif dalam memimpin bangsa. Oleh karena itu, ia berharap kebijakan yang dirumuskan dan diambil Prabowo bisa lebih tepat serta optimal manfaatnya.

Presidential Club disebut akan memberikan efek yang positif bagi rakyat karena menyaksikan para pemimpinnya rukun dan akur. Ia menilai hal itu akan membuang sentimen pribadi dan mendorong sentimen kebangsaan.

“Selain itu, Klub Presiden RI ini juga diharapkan menghadirkan suasana yang teduh dan harmonis di masyarakat bilamana para pemimpin bisa intens berinteraksi dalam konteks sebagai tokoh bangsa dan negarawan,” tutur Kamhar.

Ia yakin fungsi Presidential Club tentu akan berbeda dengan Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) dan tak akan bersinggungan.

“Wantimpres dengan Presidential Club tentu berbeda. Wantimpres bisa ditempati oleh siapa saja yang ditunjuk oleh Presiden, namun Presidential Club hanya oleh mereka yang pernah menjadi Presiden RI,” ungkap Kamhar.

Prabowo temui SBY di Pacitan

Capres nomor urut 2 Prabowo Subianto (kanan) disambut mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (kiri) dan Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (kedua kiri) setibanya di Museum dan Galeri SBY-ANI di Pacitan, Jawa Timur, Sabtu (17/2/2024). Selain menyampaikan rasa terima kasih dan rasa hormat atas totalitas SBY dalam ikhtiar peenangannya di Pemilu 2024, kesempatan pertemuan itu dimanfaatkan Prabowo untuk berdiskusi tentang membangun koalisi pemerintahan yang kuat di bawah kepemimpinan Prabowo-Gibran. ANTARA FOTO/Destyan Sujarwoko/Spt

Sementara itu, politikus senior PDIP, Hendrawan Supratikno, mewanti-wanti wacana pembentukan Presidential Club yang diusulkan Prabowo Subianto agar tidak jadi sekadar gimik. Ia meyakini Ketua Umum PDIP yang juga Presiden RI ke-5, Megawati Soekarnoputri tak mau bergabung ke Presidential Club jika hanya untuk pencitraan politik belaka.

“Jika hanya sebatas gimik atau pencitraan semata, Ibu Mega saya duga tidak tertarik sama sekali,” kata Hendrawan kepada reporter Tirto, Minggu (5/5/2024).

Hendrawan menyarankan, gagasan Prabowo perlu dielaborasi lebih lanjut. Dia menekankan semangat konstitusional yang perlu diusung dalam pembentukan Presidential Club.

“Intinya perlu dielaborasi lebih lanjut. Apakah ini ekspresi komitmen untuk menegakkan semangat jiwa dan Konstitusi, atau sekadar forum kumpul-kumpul seremonial,” ucap Hendrawan.

Meski begitu, dia mengakui gagasan Presidential Club cukup baik. Hal itu bisa menjadi usaha bersama berdemokrasi yang lebih matang dan dewasa. Namun, ia ragu Presidential Club akan memperbaiki hubungan elite yang disebut rusak.

Sebagai catatan, hubungan Jokowi dan Megawati disebut tidak baik karena Jokowi berbeda pandangan dengan arahan partai yang dipimpin Megawati. Sementara konflik SBY dan Megawati terjadi setelah mantan purnawirawan TNI itu maju pemilu dan menang tanpa restu Mega.

“Namun dibutuhkan jiwa besar untuk membahas ganjalan-ganjalan dan penyimpangan-penyimpangan yang terjadi dalam penyelenggaraan negara, dan kita berkomitmen untuk meluruskannya,” jelas Hendrawan.

KUNJUNGAN PRABOWO KE RUMAH MEGAWATI

Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri (kiri) menerima Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto (kanan) di kediaman Jalan Teuku Umar, Jakarta, Rabu (24/7/2019). tirto.id/Bayu Septianto

Menyatukan Kembali SBY-Mega & Mega-Jokowi Itu Sulit

Pengamat politik dari Aljabar Strategic Arifki Chaniago mengakui bahwa gagasan Presidential Club adalah manuver Prabowo untuk menunjukkan semangat persatuan yang digagas dalam pemerintahannya nanti, termasuk membuat harmonis hubungan para mantan presiden yang terkesan selama ini renggang.

"Ini menunjukkan bahwa Prabowo mampu mengakomodir semua kepentingan dan juga ruang-ruang yang diinginkan oleh semua figur, terutama oleh tokoh-tokoh yang merasa bahwa presiden tidak harmonis dan saya rasa ruang itu diambil Prabowo," kata Arifki, Senin (6/5/2024).

Di sisi lain, Arifki juga melihat upaya Presidential Club sebagai upaya mendamaikan konflik Jokowi-Mega maupun Mega-SBY akibat pilihan politik Jokowi maupun SBY yang berimplikasi pada Mega.

Selain itu, Prabowo juga ingin agar ada keseimbangan politik berupa dukungan para mantan presiden. Hal ini tidak lepas posisi mantan presiden saat ini juga punya pengaruh di partai mereka masing-masing. Sementara, Jokowi saat ini hanya seorang petugas partai, tetapi berambisi berperan dalam menyatukan elite-elite politik.

Dosen Komunikasi dan Media dari Univeresitas Padjadjaran, Kunto Adi Wibowo, juga menilai kehadiran Presidential Club menjadi pertanyaan. Sepemahaman Kunto, Presidential Club ini mirip Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres), sehingga justru berpotensi memicu gangguan pemerintahan secara efektif. Apalagi, para mantan presiden pasti memiliki agenda-agenda politik yang berbeda.

Kunto mengatakan, para mantan presiden memiliki latar berbeda-beda mulai ketua umum partai, dewan pembina, hingga petugas partai saat ini sehingga ada potensi konflik kepentingan politik di dalam lembaga tersebut nanti.

"Apakah ini akan membuat pemerintahan jalan dengan lancar atau tidak kan karena bisa jadi ke mantan-mantan presiden yang masih hidup ini punya motif politik yang berbeda-beda," kata Kunto, Senin (6/5/2024).

Di sisi lain, Kunto mengaku bingung dengan manuver Prabowo yang ingin mendamaikan masalah Megawati dengan SBY maupun dengan Jokowi. Ia bingung jika Prabowo ingin menyelesaikan masalah pribadi tiga tokoh tersebut, apalagi tidak ada niatan dari ketiganya untuk berdamai.

"Ngapain sih Prabowo mengurusi hubungan interpersonal yang selama ini juga enggak ada keinginan dari orang-orang yang memang punya masalah? Itu jadi agak aneh aja, kalau Prabowo ingin dianggap sebagai pemersatu bangsa lalu kemudian penyatu elite, problemnya tadi motivasinya apa gitu," tanya Kunto.

Namun, Kunto memahami jika keberadaan Presidential Club sebagai upaya pembentukan konsolidasi elit. Prabowo, dalam kacamata Kunto, mengejar pemerintahan yang aman sehingga ingin merangkul kekuatan politik besar, salah satunya para mantan presiden yang memiliki kekuatan besar. Hal ini berpontensi mengarah pada oligarki politik.

"Saya melihatnya akhirnya konsolidasi politik ini melanjutkan konsolidasi politiknya Jokowi pada 2019 gitu yang setelah Pemilu 2019 merangkul semuanya, melemahkan oposisi, memudahkan lolosnya agenda-agenda undang-undang agenda-agenda elit gitu kan seperti 'Omnibus Law Cilaka' lalu KPK ada segala macam sehingga tidak ada lagi kontrol politik," kata Kunto.

"Bisa jadi ini akan berujung pada model semi otoritarian. kita seakan-akan demokratis tapi sebenarnya otoritarian dalam substansinya. Jadi saya melihatnya lebih ke sana soal Presidential Club ini," tutur Kunto.

MEGAWATI HADIRI PEMAKAMAN ANI YUDHOYONO

Presiden ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono (kiri) berbincang dengan Presiden Ke-5 Megawati Soekarnoputri (kanan) saat menghadiri pemakaman ibu negara Ani Yudhoyono di Taman Makam Pahlawan Nasional Utama (TMP) Kalibata, Jakarta, Minggu (2/6/2019). ANTARA FOTO/Olhe/Lmo/nz

Selain itu, Kunto juga melihat ada manuver politik yang juga dikejar, yakni menaikkan daya tawar politik Prabowo kepada Megawati dan PDIP. Ia menilai, ada potensi narasi keengganan persatuan yang bisa dimainkan Prabowo ketika Mega dan PDIP menolak narasi tersebut. Ia beralasan, peluang Mega menolak narasi tersebut cukup tinggi, apalagi pihak yang bermasalah adalah Megawati dan pihak yang pasti setuju adalah SBY dan Jokowi.

"Prabowo mungkin sedang berusaha meminimalisir resiko-resiko atas gangguan gangguan politik yang mungkin terjadi ketika pemerintahannya berlangsung apalagi Prabowo ini mungkin lebih mengutamakan stabilitas sehingga stabilitas politik itu jadi segala-galanya bagi dia sebelum kemudian bisa melakukan pemerintahan yang efektif," kata Kunto.

Baca juga artikel terkait PRESIDENTIAL CLUB atau tulisan lainnya dari Andrian Pratama Taher

tirto.id - Politik
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Bayu Septianto