tirto.id - Riri (40), warga Jakarta harus bersiasat menghadapi harga daging dan telur ayam yang tidak stabil. Sejak Idulfitri 2023 hingga saat ini, harga daging dan telur ayam justru tak menunjukkan tanda-tanda mau turun. Bahkan pada 25 Mei kemarin, harga daging ayam di Pasar Kopro, Jakarta Barat sempat tembus Rp53.000 per kg.
Situasi tersebut membuat konsumen seperti Riri harus berpikir keras agar tetap memenuhi kebutuhan pangannya. “Ini daging ayam mahal sekali, buat masak di rumah jadi susah. Saya sekarang untuk beli dada fillet hanya 2 kg saja. Biasanya saya beli itu sampai 4 kilogram,” kata Riri saat berbincang dengan reporter Tirto di Jakarta beberapa hari lalu.
Keluhan yang sama disampaikan Putri (39), salah satu warga Sleman, DI Yogyakarta. Ia mengatakan, biasanya harga ayam rata-rata kisaran Rp35 ribu per kg. Namun, akhir-akhir ini harganya sangat fluktuatif hingga Rp40 ribu per kg.
“Terakhir beli kemarin harganya masih lumayan tinggi, daging ayam Rp38.000,” kata Putri kepada Tirto, Minggu, 4 Juni 2023.
Tak hanya daging ayam, kata Putri, harga telur juga tidak stabil dan cendrung tinggi. “Harga telur ayam sekarang masih Rp30-an ribu,” kata Putri.
Millati (32) juga mengalami hal yang sama. Warga yang tinggal di perbatasan Magelang dan Sleman ini mengatakan, saat ini harga telur dan ayam sulit diprediksi. Namun, kata dia, “Telur harganya konsisten di atas Rp30 ribu sejak lebaran.”
Solusi Pemerintah
Pemerintah mengakui soal ketidakstabilan harga ini dan mencari cara mengatasinya. Salah satunya adalah mendorong pemerintah daerah memberikan subsidi transportasi. Langkah ini diharapkan dapat membuat harga daging ayam dan telur menjadi stabil kembali.
Menteri Perdagangan, Zulkifli Hasan mengatakan, ia meminta pemerintah daerah untuk mencairkan subsidi biaya transportasi agar disparitas harga bahan pangan antarwilayah di Indonesia dapat berkurang sekaligus membantu pengendalian inflasi.
Pria yang akrab disapa Zulhas ini mengatakan, pemda perlu segera mencairkan subsidi transportasi dari biaya tak terduga agar harga pangan, khususnya di kawasan timur Indonesia dapat terkendali.
Ia mencontohkan harga telur ayam di Pulau Jawa saat ini rerata Rp31 ribu per kg, sedangkan di kawasan timur Indonesia dapat mencapai Rp37 ribu per kilogram. Begitu juga dengan harga daging ayam di Pulau Jawa sekitar Rp35 ribu per kg, tapi di kawasan timur Indonesia mencapai Rp40 ribu.
Jika harga di Pulau Jawa saat ini sudah mahal, maka di luar Jawa akan lebih mahal. “Sekarang kemauan pemda mengeluarkan subsidi itu, kalau tidak, harganya beda jauh kan,” kata Zulhas, di Istana Negara, Jakarta Pusat pada 29 Mei 2023.
Zulhas menambahkan, evaluasi harga pangan dan inflasi juga telah dibahas dengan Presiden Jokowi. “Bagaimana caranya harga tidak jauh berbeda? Ya disubsidi. Apanya? Transportasinya,” kata Zulhas.
Menurut dia, subsidi harga pangan dapat diambil dari Biaya Tidak Terduga (BTT) yang sebesar dua persen dari Dana Transfer Umum (DTU) di setiap daerah.
Tak Hanya Sekadar Transportasi
Sementara itu, Ketua Umum Badan Pengurus Pusat Gabungan Perusahaan Pembibitan Unggas (BPP GPPU) Achmad Dawami mengatakan, jika ingin menurunkan harga daging ayam dan telur yang saat ini masih tinggi, maka harga pakan seperti jagung harus bisa diturunkan oleh pemerintah.
Selain pakan, kata Achmad, harga ayam yang hidup dari kandang atau pusat ternak juga perlu diturunkan serta harga bahan bakunya.
“Harga dari kandang turun itu supaya peternaknya juga ada sedikit keuntungan, juga harus turun harga bahan bakunya. Ya harga makanan ternak turun itu kalau bisa berarti harga jagung harus diturunkan atau harga yang lain," kata Achmad saat dihubungi Tirto, Rabu (31/5/2023).
Ia menambahkan, “Ketentuan pemerintah untuk jagung itu harganya Rp4.500 sampai Rp5.000. Tapi apa yang terjadi? 20 persen lebih tinggi minimal, maka yang terjadi harganya tinggi di Rp6.000 atau bahkan lebih.”
Kedua, menurut Achmad, distribusi untuk pengantaran ayam dalam kondisi hidup jangan terlalu panjang. Sebab, saat ini biasanya dari peternak langsung masuk ke pedagang besar, kemudian berlanjut lagi ke pedagang menengah, lalu terakhir ayam tersebut baru berakhir di rumah potong.
“Itu, kan, jalur panjang itu duit semua itu. Setiap pedagang pastinya akan mengambil untung, tetapi kalau dari rumah potong ayam mau ke pasar saja itu masih melalui pedagang perantara dulu, kemudian masuk ke pasar, yang di pasar juga ambil untung juga, dan itu adalah rentetannta,” kata dia.
Achmad menilai, distribusi ayam hidup perlu terintegrasi, kemudian dipikirkan secara keseluruhan atau menyeluruh. Maka, pendistribusian daging ayam tidak akan terlalu panjang, lancar serta tidak buang-buang duit.
Soal pernyataan Zulhas dalam memberikan solusi kenaikan harga ayam, Achmad menuturkan, solusi tersebut hanya mengurangi ongkos jalur distribusi saja.
“Dari farm sampai ke konsumen itu seberapa jauh, seberapa lama, atau seberapa panjang. Lalu, pengurangan transportasi itu yang dari mana? Siapa yang akan di bayar untuk pengurangan? Mau menurunkan harga bensin? Itu tidak mungkin, karena harga bensin akan terus naik. Dan itu tidak gampang,” kata dia.
Menurut Achmad, dari pernyataan Zulhas itu, yang terpenting bukan subsidi transportasi, tetapi yang utamanya adalah pemerintah harus menurunkan harga pakan dan juga bahan baku.
Achmad meminta kepada pemerintah, soal jagung yang berhubungan dengan pakan ternak khususnya ayam, seharusnya impor jagung dibuka. Sebab, dengan adanya impor jagung, keseimbangan pasokan jagung dapat tercapai.
“Misalkan jagung kalau impor harganya yang saya dengar-dengar Rp4.800 hingga maksimal Rp5.000. Jagung lokal Rp6.000 beda seribu, ya impornya kalau bisa dibuka sedikit, sedikit saja hanya untuk mem-balancing. Kalau sudah dibuka, masuk impor, tapi di kontrol betul jangan sampai liar masuknya atau jumlahnya. Kalau perlu yang impor BUMN juga tidak apa-apa asal kontrolnya baik," jelasnya.
Hanya saja, kata Achmad, dengan melakukan impor jagung ke Indonesia akan menimbulkan risiko lain, yaitu adanya protes dari para petani jagung.
Karena itu, kata Achmad, wajar bisa belakangan ini harga daging ayam dan telur tidak stabil, bahkan naik signifikan. Sebab, kata dia, harga pokok untuk ayam yang berasal dari kandang atau peternak berada di kisaran Rp20.000 hingga Rp21.000 per kg.
Tak hanya sampai di situ, kata dia, penambahan biaya lainnya juga terjadi seperti adanya perpindahan dari peternak, lalu ke rumah pemotongan. Menurut Achmad, hal itu pasti akan memakan biaya. Karena itu, menurutnya wajar saja harga daging ayam saat ini mahal.
“Di pasar dijual itu, itu tentu ada cost. Transportasi dan selama proses pemotongan ayam itu juga pasti ada ongkosnya seperti tenaga kerja, listrik, es dan lain sebagainya. Dari perkembangan akhir-akhir ini menurut saya wajar,” kata dia.
Penulis: Hanif Reyhan Ghifari
Editor: Abdul Aziz