tirto.id - Kemudahan melakukan transaksi keuangan terus menjadi perhatian pemerintah. Selain uang kartal yang terus diperbarui kualitas unsur pengamannya, kehadiran kartu ATM (Automated Teller Machine)- debit dan kredit juga menjadi alat pembayaran yang kian digemari dengan pengguna yang terus bertambah. Untuk menambah nilai dan volume transaksi keuangan menggunakan kartu, Bank Indonesia maupun pemerintah pun giat mempromosikan gerakan non tunai.
Bersumber dari Bank Indonesia, Uang Kartal yang Beredar di Masyarakat dan Perbankan (UYD) adalah uang yang berupa kertas, uang logam, dan uang khusus yang dikeluarkan oleh otoritas moneter sebagai alat pembayaran yang sah. Perhitungan UYD ini diperoleh dari selisih antara posisi Rekening Pembuatan Uang dengan Posisi Rekening Kas di BI, Rekening Uang yang Dicabut dan Ditarik dari Peredaran, serta Rekening Uang dalam Penelitian. Posisi Uang Kartal yang Diedarkan (UYD) ini ada pada masyarakat (currency outside banks) dan bank umum (cash in vault).
Setiap bulannya, jumlah uang kartal yang beredar di masyarakat menunjukkan tren yang meningkat. Pada Januari 2009, jumlah uang kartal yang beredar mencapai Rp191,8 triliun dan terus meningkat hingga mencapai Rp521,6 triliun pada Juli 2017. Hal ini menjadi indikasi pertumbuhan konsumsi di masyarakat serta tingkat kepercayaan terhadap mata uang rupiah masih tinggi.
Selain menggunakan uang kartal, dalam bertransaksi juga dapat menggunakan uang giral. Jenis uang giral yang paling umum digunakan oleh masyarakat adalah kartu debit, kartu ATM dan kartu kredit. Kartu debit adalah Alat Pembayaran Menggunakan Kartu (APMK) yang dapat digunakan untuk melakukan pembayaran atas kewajiban yang timbul dari suatu kegiatan ekonomi, termasuk transaksi pembelanjaan di mana kewajiban pemegang kartu dipenuhi seketika dengan mengurangi secara langsung simpanan pemegang kartu pada Bank atau Lembaga Selain Bank yang berwenang untuk menghimpun dana sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Sementara kartu ATM adalah APMK yang dapat digunakan untuk melakukan penarikan tunai dan/atau pemindahan dana di mana kewajiban pemegang kartu dipenuhi seketika dengan mengurangi secara langsung simpanan pemegang kartu pada Bank atau Lembaga Selain Bank yang berwenang untuk menghimpun dana sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Berdasarkan data BI, pada Januari 2009, nilai transaksi menggunakan kartu debit/ATM mencapai Rp155,1 triliun.
Nilai transaksi menggunakan APMK ini menunjukkan tren yang meningkat hingga mencapai Rp524,8 triliun pada Juli 2017. Meskipun nilai transaksinya masih di bawah uang kertas, akan tetapi peningkatan penggunaan APMK jenis ini mengindikasikan bahwa kepercayaan masyarakat akan kartu sebagai alat transaksi semakin meningkat.
Selain kartu debit/ATM, kartu kredit juga masuk dalam jenis APMK yang dapat digunakan untuk melakukan pembayaran atas kewajiban yang timbul dari suatu kegiatan ekonomi, termasuk transaksi pembelanjaan dan/atau untuk melakukan penarikan tunai.
Namun, dalam transaksi menggunakan kartu kredit, kewajiban pembayaran pemegang kartu dipenuhi terlebih dahulu oleh acquirer atau penerbit, dan pemegang kartu berkewajiban untuk melakukan pembayaran pada waktu yang disepakati baik dengan pelunasan secara sekaligus (charge card) ataupun dengan pembayaran secara angsuran. Bila dibandingkan dengan jumlah uang kartal yang beredar di masyarakat dan nilai transaksi menggunakan kartu ATM/debit, penggunaan kartu kredit memiliki nilai yang jauh lebih sedikit.
Pada Januari 2009, nilai transaksi menggunakan kartu kredit hanya tercatat sebesar Rp9,7 triliun. Namun demikian, seiring dengan meningkatnya kepercayaan masyarakat serta semakin banyaknya penawaran yang diberikan penyedia layanan, transaksi menggunakan kartu kredit menunjukkan peningkatan. Pada Juli 2017, transaksi menggunakan kartu kredit mencapai Rp25,2 triliun.
Menariknya, meskipun nilai transaksi menggunakan uang kartal masih paling tinggi di masyarakat, namun pertumbuhannya lebih rendah dibandingkan penggunaan APMK. Sejak Februari 2009 hingga Juli 2017, pertumbuhan jumlah uang kartal beredar per bulan rata-rata sebesar 1,15 persen. Sedangkan, pertumbuhan bulanan transaksi menggunakan kartu ATM/debit pada periode yang sama sebesar 1,52 persen dan untuk kartu kredit sebesar 1,3 persen per bulan.
Masih tingginya jumlah uang beredar di masyarakat dibandingkan penggunaan APMK menjadi indikasi bahwa akses masyarakat kepada layanan keuangan masih rendah dan belum merata. Berdasarkan nilai indeks inklusi keuangan OJK 2017, DKI Jakarta merupakan provinsi dengan nilai tertinggi, yaitu 78,18 persen. Sedangkan, Papua Barat menjadi provinsi dengan indeks inklusi keuangan terendah, yaitu sebesar 58,55 persen.
Selain itu, tingginya pertumbuhan transaksi menggunakan APMK juga mengindikasikan kesiapan masyarakat Indonesia untuk menggunakan uang virtual sebagai alat transaksi. Apalagi setelah merasakan uang elektronik lebih praktis, pengguna akan cenderung semakin malas membayar memakai uang tunai. Barangkali dalam beberapa tahun ke depan, penggunaan uang virtual seperti Bitcoin dan Litecoin akan semakin populer di tengah masyarakat Indonesia.
Penulis: Scholastica Gerintya
Editor: Suhendra