Menuju konten utama

Mata Uang Digital yang Naik Daun Selain Bitcoin

Tak semua orang tahu kalau Bitcoin bukan satu-satunya kripto alias mata uang digital yang ada. Investasi pada kripto lainnya juga jamak dilakukan hari ini.

Mata Uang Digital yang Naik Daun Selain Bitcoin
Logo bitcoin tertempel di jendela mesin ATM di Waves Coffee House di Vancouver, Columbia. Foto/REUTERS/Andy Clark

tirto.id - Seteru antara Amerika Serikat dan Korea Utara yang menyebut-nyebut senjata nuklir di media, rupanya berdampak pada melonjaknya nilai tukar Bitcoin.

Akhir pekan lalu, harga satu Bitcoin ditutup setara dengan 4.224 dolar AS atau sekitar Rp56 juta. Di awal-awal minggu ini, ia bahkan menyentuh angka 4.400 dolar AS atau setara Rp58 juta. Para investor di pasar keuangan ternyata lebih memilih investasi menantang pada kripto alias mata uang digital seperti Bitcoin, ketimbang investasi pada aset aman (safe haven) seperti emas atau obligasi pemerintah AS.

Bitcoin, dengan kapitalisasi pasar (marketcap) seharga 71,5 miliar dolas AS atau setara Rp954 triliun (per 15 Agustus 2017), memang kripto terbesar di seluruh dunia hingga sekarang. Ia dikenal sebagai "ayah" dari semua kripto, karena hadir sebagai mata uang digital pertama yang terdesentralisasi. Tapi, tak semua orang tahu kalau Bitcoin bukan satu-satunya kripto yang ada. Setidaknya, dari yang dicatat CoinMarketcap, sebuah situs bursa kripto, ada 848 kripto lain termasuk Bitcoin sendiri.

Bitcoin hadir pertama kali pada 2009. Dua tahun kemudian, Litecoin hadir sebagai pesaing. Pada Maret 2015, ratusan kripto kemudian menyusul. Mereka hadir dengan kelebihannya masing-masing, terutama dalam terobosan keamanan.

Baca juga:

Bitcoin terkenal sebagai kripto pertama yang memperkenalkan teknologi blockchain, yang memungkinkan investasi mata uang digital tumbuh. Pada dasarnya, Bitcoin adalah uang elektronik yang ditransfer lewat internet. Ia didistribusikan tanpa perlu melalui perantara apa-apa termasuk bank, langsung dari satu orang ke orang lain, sehingga biaya transaksi jadi jauh lebih murah. Waktu transfer juga jadi relatif lebih singkat daripada bank.

Ia bahkan bisa diakses di telepon genggam atau komputer pribadi lewat dompet elektronik. Dengan uang digital, kita juga bisa membeli apa saja. Penggunaannya semudah mengirimkan surel. Keamanan prosesnya dipantau dan dilindungi oleh sejumlah individu yang disebut miners. Mereka pula yang memverifikasi setiap transaksi yang kemudian dicatat dalam buku kas internet, artinya bisa dilihat oleh semua orang.

Teknologi ini yang kemudian diikuti mata uang digital lain, namun ditambah terobosan khas masing-masing. Litecoin misalnya, hadir pada Oktober 2011 sebagai mata uang digital pertama dengan sistem keamanan scrypt—yang membentuk sistem kata kunci berdasarkan Key Derivation Function (KDF). Litecoin memperketat keamanan password penggunanya. Mereka yakin, serupa perbankan, keamanan akan berpengaruh pada kepercayaan calon investor.

Sekarang, Litecoin selalu masuk 10 besar kripto dengan nilai kapitalisasi pasar tertinggi. Sampai awal pekan ini, nilainya mencapai Rp30,5 triliun. Namun nilai tukarnya tergolong masih rendah, 1 LTC setara dengan sekitar Rp528 ribu.

Selain Bitcoin dan Litecoin yang lebih dulu hadir, Ethereum adalah salah satu kripto yang tengah naik daun. Pada semester tahun pertama ini, nilai kapitalisasi pasarnya naik meski tak stabil. Bila ditilik sejak pertama kali keluar pada 2015, nilai ether—sebutan mata uang Ethereum—naik hingga 2.300 persen. Menempatkannya sebagai kripto nomor dua paling sering digunakan dan paling berharga setelah Bitcoin. CoinMarketcap mencatat nilai kapitalisasi pasarnya mencapai Rp374,1 triliun.

Dibanding Bitcoin, pertumbuhan Ethereum memang relatif lambat. Telegraph mencatat, dalam 18 bulan pertamanya nilai tukar 1 ETH cuma setara sekitar 10 dolar AS. Baru pada Maret lalu naik perlahan,dan mencapai puncaknya dengan nilai setara 395 dolar AS pada Juni. Meski kembali jatuh jadi 155 dolar AS sebulan kemudian pada Juli. Di awal Agustus ini, ia kembali menanjak di angka 298 dolar AS.

Namun, dibandingkan Bitcoin, peningkatan permintaan Ethereum lebih tinggi dalam pekan-pekan terakhir. Terutama di daerah Korea Selatan. Menurut CoinMarketcap, 40 persen perdagangan enthereum berpasangan dengan won, mata uang Korea Selatan. Hal ini tentu saja disebabkan letak geografisnya yang dekat dengan seteru AS dan Korea Utara. Tapi, peningkatan tersebut belum berhasil melambungkan nilai Ethereum ke puncaknya lagi.

Di antara sepuluh besar kripto dengan nilai kapitalisasi market tertinggi, hanya ada dua di antaranya yang mencatat kenaikan stabil. Selain Bitcoin, ialah IOTA, kripto pertama yang menawarkan transaksi bebas biaya. Dibanding Bitcoin, persentase peningkatan IOTA justru empat kali lebih tinggi. Ia masuk daftar lima besar kripto dengan harga kapitalisasi pasar paling tinggi, senilai Rp36,4 triliun.

Infografik Uang Virtual

Kripto lain yang juga mengalami lonjakan adalah NEO, meski sempat turun lagi di awal pekan ini. Sampai 12 Agustus, kenaikannya sampai 32,8 persen, namun turun 7,58 persen pada 15 Agustus. Ia masuk deretan nomor tujuh dalam daftar sepuluh besar kripto dengan nilai kapitalisasi market tertinggi. Nilainya setara Rp30,5 triliun.

Salah satu pemakainya adalah Vinsensius Sitepu, pengamat dan praktisi mata uang digital. “Saya hold 3,4 NEO. Saya beli total setara 500 ribu rupiah pada 20 Juni 2017. Sekarang nilainya sudah 2,2 juta IDR,” katanya, Senin, 14 Agustus 2017. Ia sendiri melihat tingkat kepercayaan pengguna terhadap mata uang virtual asal Tiongkok ini sangat besar. “Sebab selama sepekan terakhir, NEO telah mencetak beberapa kinerja baik, mulai dari peluncuran platform versi 2.0 dan roadshow di Jepang,” tambahnya.

Dilansir Forbes, NEO memang salah satu kripto yang tengah naik daun karena terobosannya dalam teknologi blockchain terbaru. Ia adalah salah satu platform yang menawarkan Smart Contracts—sebuah piranti lunak yang bisa melacak dan mengotomatisasi pemenuhan perjanjian dalam teknologi blockchain.

Nama kripto lain yang juga tengah naik daun adalah Monero (XMR). Ia menawarkan layanan yang tidak terlacak, aman, dan private, kebalikan dari layanan Bitcoin yang transparan. Membuat Monero jadi favorit pelaku dunia hitam. Terbukti dari peretasan Ransomware WannaCry tempo hai yang bikin dunia menangis. Peretasnya mengonversikan tebusan Bitcoin yang mereka peroleh menjadi Monero, sehingga aliran pundi-pundi ini tak terlacak. Di CoinMarketCap sendiri, Monero menembus hingga peringkat 13. Nilai kapitalisasi pasarnya sampai Rp9,6 triliun.

Baca juga:

Kripto lain yang juga populer adalah Ripple, NEM, dan Dash, yang masih masuk daftar sepuluh besar kripto dengan nilai kapitalisasi market tertinggi.

Tapi, sepanjang perkembangannya, tak sedikit pula kripto yang tutup dan tak bisa bersaing. Misalnya COINYE, perusahaan kripto yang dituntut Kanye West—artis Hip-Hop Amerika—karena menggunakan dirinya sebagai logo. Namun, dibandingkan jumlahnya yang terus meningkat, kripto-kripto gagal tampaknya tak menyurutkan semarak investasi mata uang digital.

Tapi bukan berarti investasi ini tak berisiko. Karena berasaskan pasar bebas, perdagangan aset digital seperti mata uang virtual punya risiko tinggi. Harganya sangat fluktuatif, dapat berubah sewaktu-waktu. Belum lagi risiko peretasan di situs perusahaan exchanger, seperti yang terjadi pada Bithumb, di Korea Selatan, awal Juli kemarin.

Vinsen, yang berinvestasi aset digital di sejumlah kripto, punya saran untuk yang tertarik terjun dalam investasi mata uang digital.

“Bagi yang newbie harus belajar banyak sejak awal sebelum terjun ke "permainan" ini. Ekosistem mata uang digital saat masih infant belum mature. Pemula harus bekali diri dengan sebanyak mungkin informasi yang tepat untuk mengurangi risiko kehilangan besar,” ungkapnya pada Tirto.

Anda sendiri, tertarik?

Baca juga artikel terkait BITCOIN atau tulisan lainnya dari Aulia Adam

tirto.id - Bisnis
Reporter: Aulia Adam
Penulis: Aulia Adam
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti