tirto.id - Ketua DPRD DKI Jakarta, Prasetyo Edi Marsudi mengkritik keras kepemimpinan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan jelang masa jabatannya yang akan berakhir pada 16 Agustus 2022.
Dia mengkritisi selama 5 tahun kepemimpinannya, Anies tidak bisa menangani permasalahan terbesar Jakarta yakni macet dan banjir.
Tak hanya soal kepemimpinan, politikus PDI-P ini juga mengkritik personal Gubernur DKI itu, yang mengatakan bahwa Anies memang pintar, tapi minim melakukan aksi nyata.
"Anies Baswedan ini orang yang sangat pintar, cerdas, tapi tolol IQ-nya. Hari ini saya berhadapan dengan dia. Karena bukan apa-apa, kalau dia bisa komunikasi secara baik antara eksekutif dan legislatif, itu saya rasa enggak mungkin Jakarta jadi kayak gini," kata Prasetyo di fraksi PDI-P DPRD DKI, Jakarta Pusat, Senin (22/8).
Tak hanya itu, Prasetyo mengatakan jajarannya Gubernur Anies juga terbagi dalam dua kubu atau geng. Bahkan, saat ini Anies memiliki Sekretaris Daerah (Sekda) DKI bayangan.
Kedua kelompok tersebut yakni yang merupakan lulusan Sekolah Tinggi Pendidikan Dalam Negeri (STPDN) dan lulusan perguruan tinggi biasa.
Geng STPDN dipimpin oleh Asisten Pemerintah Sigit Wijatmoko. Sementara geng umum dipimpin oleh Sekretaris Daerah DKI Jakarta Marullah Matali. Dia pun merasa bahwa Sigit saat ini tak menghargai posisi Marullah dan lebih banyak mengatur.
“Ya enggak dihargai lah, dianya sendiri. Kan ada sekda-sekda bayangan namanya Sigit,” ucapnya.
Serang Citra Anies
Dosen Politik Universitas Al Azhar Indonesia, Ujang Komaruddin menilai kritik yang dilakukan Prasetyo merupakan tugasnya sebagai Ketua DPRD DKI yang menjadi pengawas eksekutif untuk mengevaluasi kinerja Anies di akhir masa jabatannya.
Meski, kata Ujang, bisa jadi Prasetyo yang merupakan politikus PDIP itu ingin menjatuhkan citra Anies di akhir masa jabatannya. Sebab, Anies digadang-gadang menjadi calon presiden (capres) 2024, di mana PDI-P berpotensi menjadi rival politiknya.
"Kritiknya selain karena jabatan, karena Anies mau jadi capres 2024. Menjatuhkan citra Pak Anies, karena PDIP punya cara sendiri, karena Anies capres potensial, harus didegradasi," kata Ujang kepada Tirto, Selasa (23/8/2022).
Di sisi lain, Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia, Adi Prayitno menilai kritik PDI-P itu sebagai sikap pihak oposisi Pemprov DKI.
Selain itu, sebagai oposisi PDI-P sudah menilai Anies sebagai Gubernur yang gagal menangani Jakarta.
"Sejak awal PDI-P memang konsisten menyerang dan mengkritik Anies tanpa ampun. Jadi ini murni sikap PDI-P yang memang anti-Anies," kata Adi kepada Tirto, Selasa (23/8/2022).
Bahkan sejak awal, PDI-P kerap menuding Anies sebagai 'Gubernur kata-kata' karena banyak janji politiknya tak dipenuhi dan kerap berkilah. "Wajar jika sampai akhir masa jabatannya, tudingan semacam itu terus ada," ucapnya.
Politikus PDI-P, Pandapotan Sinaga menjelaskan pernyataan yang dikatakan oleh Prasetyo Edi yaitu bahwa rekannya itu ingin menjelaskan kepada masyarakat bahwa kondisi di jajaran Anies Baswedan terpecah.
Selain itu, Prasetyo ingin menjelaskan jika Marullah sebagai Sekda memiliki ruang gerak yang terbatas. Berbeda dengan Sigit yang hanya Asisten Pemerintah, tetapi memiliki peran yang sejajar seperti Sekda DKI.
"Ya itu aja salah satu intinya dan mungkin ini kan faktor kebijakan pendekatan pimpinan antara Gubernur [Anies] sama ini [Sigit] kan itu kadang-kadang," kata Pandapotan kepada wartawan, Selasa (23/8/2022).
Menurut Sekretaris Komisi B DPRD DKI ini dengan adanya dualisme Sekda DKI, pemerintahan di internal Pemprov DKI tidak berjalan secara efektif dan kurang sinkron antar jajaran di Aparatur Sipil Negara (ASN) Jakarta.
"Jadi komunikasi enggak bagus. Itu salah satu contoh pembahasan di Badan Anggaran, harusnya kan asisten-asisten dukung sekda dalam pembahasan, tapi malah sebaliknya," tuturnya.
Indikasi dualisme Sekda DKI telah tampak sejak Gubernur Anies akan menunjuk Plh atau Pelaksana Harian Sekda kepada Sigit Wijatmoko. Sigit menggantikan Sekda DKI, Marullah karena tengah menjalani ibadah haji di Mekkah, dikutip dari Tempo.
Namun, tiba-tiba pelantikan PJ Sekda dibatalkan lantaran terdapat informasi jika Marullah telah berada di Indonesia.
Respons Wagub soal Dualisme Sekda DKI
Menanggapi hal tersebut, Wakil Gubernur Jakarta, Riza Patria menerima masukan dari DPRD DKI, Prasetyo. Dia mengklaim selama ini Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI telah membagikan tugas sesuai dengan kewenangan masing-masing.
"Tentu saya berharap di lingkungan Pemprov ini jajaran sejauh ini bisa dijaga kerja samanya, hubungan baiknya, kemudian juga sinerginya, kolaborasinya," kata Riza di Balai Kota DKI, Jakarta Pusat, Senin (21/8/2022).
Lalu bagaimana dengan Sekda bayangan?
"Jadi sekali lagi kami semua, Pemprov DKI Jakarta dimana selayaknya Gubernur sebagai pemimpin di Pemprov sebagai eksekutif membangun solidaritas, membangun persamaan, kekompakan seluruh jajaran dari tingkat provinsi sampai tingkat kelurahan RT RW," jelas Riza.
Riza menegaskan di tubuh Pemprov DKI tidak memiliki Sekda bayangan. "Sekda ya satu, sekarang ada Pak Marullah."
Ketua DPD Jakarta Partai Gerindra itu menuturkan telah memberikan tugas sesuai tupoksi. Riza akan mengevaluasi jika ada anggota di jajarannya yang melewati batas. "Itu sudah pasti rutin," pungkasnya.
Ketua fraksi PDI-P DPRD DKI, Gembong Warsono membantah kritik yang dilayangkan oleh Prasetyo untuk menjatuhkan citra Anies yang akan mencalonkan diri sebagai Presiden 2024.
"Apa yang mesti saya jatuhkan? Kan sudah mau habis masa jabatannya. Yang kami lakukan mengkritisi Pak Anies yang sebentar lagi tidak jadi gubernur," kata Gembong kepada Tirto, Selasa (23/8/2022).
Anggota Komisi A itu menegaskan jika kritik yang dilayangkan merupakan murni sikap PDI-P sebagai oposisi.
Sedangkan terkait dua kubu dan Sekda DKI bayangan, Gembong meminta agar hal itu dijadikan sebagai bahan evaluasi Pemprov DKI.
"Kalau itu [Sekda Bayangan dan dua kubu] benar, jadi evaluasi dan renungan. Kan jadi enak mencermatinya," pungkasnya.
Penulis: Riyan Setiawan
Editor: Maya Saputri