Menuju konten utama

Anies Pertahankan Pergub Era Ahok, Tolak Penggusuran Hanya Jargon?

KRMP menilai komitmen Anies Baswedan menolak penggusuran seperti era Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok hanya janji palsu dan jargon belaka.

Anies Pertahankan Pergub Era Ahok, Tolak Penggusuran Hanya Jargon?
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan berorasi saat menemui buruh yang berunjuk rasa menolak besaran kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) di depan Balai Kota DKI Jakarta, Senin (29/22/2021). ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso/rwa.

tirto.id - Pemprov DKI di bawah nakhoda Anies Baswedan tetap mempertahankan Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 207 Tahun 2016 tentang Penertiban Pemakaian/Penguasaan Tanah Tanpa Izin yang Berhak. Pergub yang terbit di era Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok ini menjadi salah satu landasan penggusuran di Jakarta, termasuk di era Anies.

Saat maju sebagai calon gubernur pada Pilkada DKI Jakarta 2017, Anies berjanji tidak akan melakukan penggusuran. Narasi ini terus diulang-ulang dalam banyak kesempatan. Berdasarkan catatan Tirto misal, Anies mengatakan penggusuran merupakan pendekatan lama dan tidak semestinya digunakan lagi.

Namun, kenyataannya berbeda. Selama Anies menjadi Gubernur DKI Jakarta, kasus penggusuran di Ibu Kota tetap berlanjut. Contoh kasusnya adalah penggusuran paksa terhadap warga di RT 001 RW 001 Kelurahan Menteng Dalam, Tebet, Jakarta Selatan pada Senin, 30 Maret 2021 pukul 8 pagi.

Jika ditarik ke belakang, maka jumlahnya makin banyak. Berdasarkan data Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta periode Januari-September 2018, terdapat 79 kasus penggusuran di ibu kota. Artikel ragam penggusuran di era Anies bisa dibaca di link ini.

KRMP Sebut Anies Tak Tepati Janji

Koalisi Rakyat Menolak Penggusuran (KRMP) menilai, salah satu penyebab masifnya penggusuran di era Anies karena ia belum mencabut Pergub 207 tahun 2016 yang terbit di era Ahok.

“Harus tahun depan, karena dimasukkan dulu dalam Program Pemerintah Pergub tahun 2023,” kata Kepala Biro Hukum Setda DKI, Yayan Yuhana saat dikonfirmasi reporter Tirto terkait alasan Pergub 207/2016 belum juga dicabut, Senin (8/8/2022).

Sontak, pernyataan Pemprov DKI ini membuat Koalisi Rakyat Menolak Penggusuran (KRMP) merasa kecewa lantaran selama ini mereka sudah mendesak Gubernur DKI, Anies Baswedan mencabut aturan tersebut. Namun faktanya, hingga saat ini Pergub 207/2016 masih berlaku.

Karena itu, KRMP menilai komitmen Anies menolak penggusuran seperti era Ahok hanya janji palsu dan jargon belaka. “Kami kecewa, karena itu menunjukkan Pemprov DKI tidak menanggap serius dan tidak prioritaskan isu penggusuran,” kata anggota KRMP, Jihan Fauziah kepada Tirto, Selasa (9/8/2022).

Berdasarkan data KRMP per April 2022, warga yang menjadi korban penggusuran di era kepemimpinan Gubernur Anies, antara lain warga di Sunter Agung pada 2019; Menteng Dalam pada 2021; dan Pancoran Buntu II pada 2021.

Pada 2021 juga terjadi penggusuran Kampung Bayam untuk pembangunan Jakarta International Stadium (JIS), Jakarta Utara. Proyek ini belakangan menjadi “kebanggaan” Anies selama memimpin ibu kota.

Penggusuran Kampung Bayam

Backhoe memindahkan tumpukan sampah di belakang tembok pembatas proyek. Sekitar 500 KK warga Kampung Bayam, Tanjung Priok, Jakarta Utara tergusur sebagai dampak dari proyek pembangunan Jakarta International Stadium (JIS). (tirto/Bhagavad Sambadha)

Sementara warga yang terancam digusur, antara lain: Kampung Blok Limbah atas Proyek Jakarta Sewerage System (JSS); Kampung blok Eceng atas Proyek Jakarta Sewerage System (JSS); Kampung Tembok Bolong atas Proyek jalan tembus ke pelabuhan; Kampung Gang Lengkong atas klaim lahan untuk perluasan PT Masaji Tatanan Container (PT MTCon) serta kriminalisasi warga.

Kemudian Kampung Marlina atas dialihkan menjadi zona hijau dan rencana jalan di RDTR; Kampung Elektro atas dialihkan menjadi zona hijau dan rencana jalan di RDTR; Kebun Sayur Ciracas atas proyek LRT; Kapuk Poglar atas dialihkan menjadi zona hijau dan rencana jalan di RDTR; dan Guji Baru atas klaim sepihak perseorangan atas nama Hj. Awang.

Didesak Cabut Sejak Februari

Upaya KRMP mendorong pencabutan Pergub 207/2016 tersebut sebenarnya telah berlangsung lama, yakni sejak 10 Februari 2022.

Koalisi ini terdiri dari 27 komunitas masyarakat yang telah ataupun juga terancam tergusur di Jakarta, didukung juga oleh puluhan organisasi masyarakat sipil dan organisasi mahasiswa. Total terdapat 53 komunitas dan organisasi masyarakat yang mendukung tuntutan tersebut.

Terakhir pada 6 April 2022, KRMP telah bertemu langsung dengan Gubernur Anies beserta jajarannya. Dalam pertemuan itu, KRMP memaparkan alasan pencabutan Pergub DKI 207/2016 yang kemudian ditandai dengan Berita Acara Hasil Rapat.

Saat itu, KRMP juga menjawab kekhawatiran Pemprov DKI di mana pencabutan Pergub DKI 207/2016 tidak akan menimbulkan kekosongan hukum. Namun, justru memberikan kepastian hukum untuk memilah secara tegas permasalahan penyerobotan lahan dan penelantaran tanah sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

Atas pemaparan KRMP, dalam pertemuan tersebut Gubernur Anies menyatakan, akan melakukan review dan akan melakukan moratorium “Pelaksanaan Penertiban” sampai dengan ada keputusan terkait yang ditargetkan dalam waktu 14 hari.

“Namun, hingga hari ini sudah berselang empat bulan belum ada informasi atas tindak lanjut permohonan pencabutan Pergub DKI 207/2016 tersebut," kata Jihan.

Ia menilai, pernyataan Kabiro Hukum Pemprov DKI, Yayan bahwa rencana pencabutan Pergub DKI 207/2016 tidak dapat dilakukan karena belum masuk Propem Pergub, menunjukkan ketidakseriusan dan nihilnya komitmen Gubernur Anies.

Sebab, berdasarkan Pergub Nomor 31 Tahun 2021 tentang Tata Cara Pembentukan Produk Hukum Daerah, secara khusus pada Pasal 11 Ayat (1) mengatur bahwa dalam keadaan tertentu, rancangan Pergub dapat diusulkan di luar Propem Pergub.

Kemudian pada Ayat (2) huruf d menyebutkan bahwa keadaan tertentu yang dimaksud meliputi “Berdasarkan perintah Gubernur.”

“Sehingga jelas bahwa pernyataan Kepala Biro Hukum tersebut terbantahkan secara hukum, sebab Gubernur Anies pada dasarnya memiliki kewenangan hukum untuk memerintahkan dilakukannya pencabutan Pergub DKI 207/2016," kata Jihan.

Sementara terkait penyataan Biro Hukum Setda DKI yang mengira akan ada kekosongan hukum bila Pergub DKI 207/2016 dicabut, dia menyatakan pada dasarnya kekhawatiran ini sama sekali tidak berdasar secara hukum.

Kondisi yang terjadi justru sebaliknya, kata Jihan. Keberadaan Pergub DKI 207/2016 malah menyebabkan tumpang tindih permasalahan lebih lanjut, karena mencampuradukkan dua permasalahan yang berbeda antara praktik penyerobotan tanah (unsur pidana: secara paksa dan sengaja) dengan penguasaan tanah dengan itikad baik akibat penelantaran tanah.

Padahal praktik penyerobotan tanah sudah diatur dalam Pasal 167 KUHP, sedangkan terkait penelantaran tanah secara jelas diatur dalam Pasal 7 PP 20/2021 yang mengatur mengenai ketentuan pendayagunaan penertiban tanah terlantar.

“Adanya Pergub DKI 207/2016 ini justru telah melangkahi kekuasaan kehakiman dan sebagai bentuk main hakim sendiri oleh pihak pemerintah daerah,” kata Jihan.

Lalu, mengenai alasan jika rencana pencabutan Pergub DKI 207/2016 tidak dimasukkan ke dalam Propem Pergub, maka akan ditolak oleh Kemendagri dalam proses fasilitasi, hal ini tidak sejalan dengan prinsip otonomi daerah yang bersifat mandiri dan bebas dalam mengatur dan mengurus urusan di daerahnya.

Padahal gubernur justru mempunyai kewenangan untuk memerintahkan diterbitkannya suatu Pergub. Jika dilihat dalam setiap tahapan atau prosesnya, gubernur lah yang melakukan penetapan dan menandatangani naskah rancangan peraturan gubernur.

“Sehingga, pencabutan Pergub DKI 207/2016 ini jelas berada di kewenangan Gubernur Anies dan bukan tergantung pada Menteri Dalam Negeri,” kata Jihan.

KRMP juga merasa khawatir jika Pergub tentang Penggusuran ini baru diajukan tahun depan saat Anies tidak lagi menjadi gubernur dan Jakarta dipimpin oleh Penjabat Gubernur yang dipilih pemerintah pusat.

Anggota KRMP cum Pengacara LBH Jakarta, Charlie Albajili menyatakan, pengaturan di dalam Pergub 207/2016 bertentangan dengan prinsip HAM dan melanggar berbagai ketentuan perundang-undangan sehingga harus dicabut.

“Menurut kami, Pergub tersebut melegitimasi penggusuran paksa yang melanggar Hak Asasi Manusia (HAM)" kata Charlie di Balai Kota, Jakarta Pusat.

Sebagai contoh, Pergub tersebut melegitimasi keterlibatan aparat tidak berwenang seperti TNI dalam penggusuran, meski hal tersebut bertentangan dengan UU TNI.

“Pergub tersebut juga memberikan kewenangan pemerintah untuk melakukan eksekusi atas tanah tanpa putusan pengadilan yang melangkahi kekuasaan kehakiman,” kata Charlie.

Lebih lanjut, Charlie sebut, meski Pergub tersebut mengatur prosedur penggusuran terkait sengketa lahan, namun prosedur itu sangat jauh dari standar-standar HAM dalam Kovenan Hak Ekonomi Sosial Budaya yang telah diratifikasi Indonesia melalui UU No. 11 Tahun 2005.

Respons Kemendagri & Pemprov DKI

Direktur Produk Hukum Daerah Ditjen Otda Kemendagri, Makmur Marbun menilai, Pergub 207/2016 sebaiknya dievaluasi apakah sesuai dengan kondisi saat ini.

“Poin apa saja yang harus disesuaikan, bisa perubahan, bisa pencabutan. Kami juga belum baca materinya, kami pelajari dulu, misalnya pasal-pasal mana yang disesuaikan. Kalau nggak relevan, ya dicabut,” kata Makmur saat dihubungi reporter Tirto, Rabu (10/8/2022).

Ia menjelaskan jika Pemprov DKI ingin merevisi atau mencabut Pergub tentang Penggusuran harus dibahas dulu melalui mekanisme internal mereka sesuai dengan Undang-Undang nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.

“Ya dibahas dulu di DKI, baru nanti kami fasilitasi, nanti saya lihat dulu Perda-nya," tuturnya.

Sementara itu, Wakil Gubernur DKI Jakarta, Ahmad Riza Patria mengklaim, Pemprov DKI tidak ingin melakukan penggusuran kepada warganya.

“Kami tentu DKI Jakarta tidak ingin melakukan penggusuran, tapi justru kami ingin menghadirkan rumah yang baik bagi seluruh masyarakat,” kata Riza di Balai Kota DKI, Jakarta Pusat, Selasa (9/8/2022).

Pemprov DKI, kata Riza, akan mempelajari tuntutan dari KRMP tersebut. Sebab, dia mengaku baru mendengar hal tersebut.

“Tentu kami ingin seluruh warga Jakarta sebagaimana program bagi semua pemerintah, tak hanya Jakarta, tapi seluruh pemerintah Indonesia, bahkan Indonesia juga ingin pemerintah pusat, seluruh warganya dapat rumah baik dan layak,” kata dia.

Baca juga artikel terkait PERGUB PENGGUSURAN atau tulisan lainnya dari Riyan Setiawan

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Riyan Setiawan
Penulis: Riyan Setiawan
Editor: Abdul Aziz