Menuju konten utama

Mbak Ita Protes Semua Camat di Semarang Tak jadi Tersangka

Berdasarkan hasil audit BPK, ada temuan ketidaksesuaian pelaksanaan proyek penunjukan langsung di 16 kecamatan di Kota Semarang.

Mbak Ita Protes Semua Camat di Semarang Tak jadi Tersangka
Mbak Ita berdiri usai membacakan pembelaan atas tuntutan di Pengadilan Tipikor Semarang, Rabu (6/8/2025). tirto.id/Baihaqi Annizar

tirto.id - Mantan Wali Kota Semarang, Hevearita G Rahayu alias Mbak Ita, protes lantaran semua camat semasa ia menjabat belum ada yang ditetapkan sebagai tersangka seperti dirinya.

"Mestinya juga diproses. Camat-camat itu juga memeras!" kritik Mbak Ita kepada Jaksa Penuntut Umum KPK, saat membacakan pembelaan atas tuntutan (pleidoi) di Pengadilan Tipikor Semarang, Rabu (6/8/2025).

Berdasarkan hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), terdapat temuan terkait ketidaksesuaian pelaksanaan proyek penunjukan langsung di 16 kecamatan di Kota Semarang.

Belasan camat tersebut diperintahkan mengembalikan temuan kerugian negara ke kas daerah yang totalnya mencapai Rp13 miliar, rata-rata setiap camat mengembalikan Rp800 juta.

"Sudah jelas camat-camat itu harus mengembalikan 13 miliar kepada BPK. Apakah kasus ini hanya berhenti di sini? Kenapa?" tanya Mbak Ita kesal.

Berdasarkan fakta persidangan, para camat mengakui ada pengondisian pelaksanaan ratusan proyek penunjukan langsung di Kota Semarang dengan total anggaran Rp16 miliar.

Mereka terlibat aktif dalam pengondisian itu. Secara konkret, proyek-proyek di kecamatan dan kelurahan diserahkan kepada anggota Gabungan Pelaksana Konstruksi Nasional Indonesia (Gapensi) Semarang.

Para camat secara sadar melakukan itu lantaran menuruti perintah Ketua Gapensi, Martono. Perintah itu bersumber dari Alwin Basri, suami Mbak Ita-meskipun Mbak Ita membantah terlibat.

Dalam pelaksanaannya, para kontraktor anggota Gapensi yang mengerjakan proyek di kecamatan dan kelurahan se-Kota Semarang diharuskan menyerahkan commitment fee Rp13 persen.

Fakta sidang juga mengungkap, khusus proyek-proyek di Kecamatan Gajahmungkur tidak dikerjakan anggota Gapensi, melainkan digarap rekanan kolega Ade Bhakti Ariawan yang saat itu menjabat camat.

Meski begitu, Ade mengakui tetap ada setoran commitment fee sebesar 13 persen dari nilai proyek. Fee diserahkan ke Martono Ketua Gapensi yang kemudian diteruskan kepada Alwin Basri.

Demi tetap menarik untung, para kontraktor akhirnya menghalalkan berbagai cara, seperti mengurangi volume pekerjaan hingga menurunkan kualitas pekerjaan. Ini yang kemudian menjadi temuan BPK.

Menjelang berakhirnya sidang kasus korupsi, Mbak Ita secara lantang menantang KPK apakah berani menjerat semua pihak yang terlibat.

"Kenapa teman-teman ASN satu pun tidak ada yang diproses oleh KPK, tidak ada yang menjadi tersangka?" tandas Mbak Ita.

Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum KPK menilai Mbak Ita bersalah melakukan korupsi bersama suaminya. Mbak Ita dituntut enam tahun penjata, denda Rp500 juta, uang pengganti Rp683,2 juta, dan larangan menduduki jabatan publik selama dua tahun pasca menjalani hukuman.

Sementara suaminya, Alwin Basri, dituntut delapan tahun penjara, denda Rp500 juta, uang pengganti Rp4 miliar, dan larangan menduduki jabatan publik selama dua tahun.

Baca juga artikel terkait SIDANG KASUS MBAK ITA atau tulisan lainnya dari Baihaqi Annizar

tirto.id - Flash News
Kontributor: Baihaqi Annizar
Penulis: Baihaqi Annizar
Editor: Siti Fatimah