tirto.id - Mantan Wali Kota Semarang, Hevearita G Rahayu alias Mbak Ita, dituntut hukuman enam tahun penjara oleh Jaksa Penuntut Umum KPK dalam sidang di Pengadilan Tipikor Semarang, Rabu (30/7/2025).
"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Hevearita G Rahayu dengan pidana penjara selama enam tahun serta denda Rp500 juta subsider enam bulan kurungan," ujar Jaksa Wawan Yunarwanto.
Selain itu, Mbak Ita dituntut dijatuhi pidana tambahan berupa pencabutan hak politik untuk dipilih sebagai pejabat publik.
"Mencabut hak terdakwa untuk menduduki jabatan dalam jabatan publik selama dua tahun, terhitung sejak terpidana selesai menjalani masa pemidanaan," pinta Jaksa kepada Majelis Hakim.
Bahkan, Mbak Ita dituntut membayar uang pengganti sejumlah Rp683,2 juta selambat-lambatnya sebulan setelah putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap.
Jika Mbak Ita tidak membayar uang pengganti, maka harta bendanya disita oleh jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut. Apabila tidak punya harta, maka diganti dengan kurungan tambahan satu tahun.
Jaksa memperimbangkan hal yang memberatkan tuntutan. Menurutnya, Mbak Ita tidak mendukung program pemerintah dalam mewujudkan pemerintahan yang bersih dari korupsi, kolusi, dan nepotisme.
Sementara pertimbangan yang meringankan tuntutan hukuman yakni terdakwa bersikap sopan selama persidangan dan belum pernah dihukum.
Mbak Ita dinilai terbukti melakukan tindak pidana korupsi dalam tiga modus berbeda. Ia tidak sendiri, melainkan korupsi secara bersama-sama, terutama dengan suaminya, Alwin Basri.
Ia terbukti melanggar Pasal 12 huruf a, Pasal 12 huruf f, Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Secara rinci, pada dakwaan pertama Mbak Ita bersama Alwin Basri dinilai terbukti menerima suap dari rekanan yang memperoleh pekerjaan di lingkungan Pemerintah Kota Semarang.
"Terdakwa I (Mbak Ita) dan terdakwa II (Alwin) menerima Rp2 milar dari Martono dan menerima Rp1,75 miliar dari Rachmat Utama Djangkar," kata Jaksa Rio Vernika.
Pada dakwaan kedua, Mbak Ita bersama Alwin dinilai melakukan pungutan liar (pungli) ke pegawai Bapenda Kota Semarang dengan cara memotong insentif. Khusus Mbak Ita menerima Rp1,8 miliar.
Sementara pada dakwaan ketiga, Mbak Ita dan Alwin menerima gratifikasi secara bertahap Rp2 miliar atas proyek pekerjaan penunjukan langsung di 16 kecamatan di Kota Semarang.
Penulis: Baihaqi Annizar
Editor: Siti Fatimah
Masuk tirto.id


































