Menuju konten utama

Matta Cinema dan Tempo Luncurkan Project Film di Busan Festival

Matta Cinema bekerja sama dengan Tempo merilis sejumlah project film di ACFM, Busan Film Festival 2025. Salah satunya soal tragedi Kanjuruhan.

Matta Cinema dan Tempo Luncurkan Project Film di Busan Festival
Wahyu Dhyatmika, Produser Pal8 Pictures yang juga Direktur Tempo Media Group, saat peluncuran rencana produksi film di ACFM, Busan International Film Festival ke-30. Foto/Dok. Matta Cinema Production.

tirto.id - Matta Cinema Production, rumah produksi film dari Indonesia yang berbasis di Yogyakarta, mengumumkan enam rencana produksi film (Project Line Up) di Asian Content and Film Market, rangkaian program Busan International Film Festival yang ke-30, di Busan, Korea Selatan, pada 21 September 2025. Sebagian dari project yang akan diproduksi pada 2025 hingga 2028 tersebut, telah mendapatkan dana investasi dari Indonesia.

CEO dan Produser dari Matta Cinema Production, Nugroho Dewanto, menegaskan kehadiran Matta di Busan bertujuan untuk membuka kolaborasi Internasional untuk keenam project yang 80 persennya akan berfokus pada penonton Indonesia.

"Kami menjajaki kerja sama investasi, distribusi dan penjualan film dengan beberapa perusahaan dari berbagai negara," kata Nugroho Dewanto, usai peluncuran project film tersebut di sesi happy hour, Asian Content and Film Market, Busan.

Mengangkat tema “TRUE STORIES of INDONESIA: From Local Roots to Global Screen,” Matta Cinema Production juga mengumumkan secara resmi kerja sama mereka dengan Tempo Media Group, perusahaan media terkemuka di Indonesia yang sudah berdiri sejak 1971. Kedua perusahaan akan merilis tiga project film drama kriminal yang diangkat berdasarkan kisah nyata dan diolah dari karya jurnalisme investigasi Majalah Tempo.

Project film pertama adalah: Pintu Kanjuruhan (The Doors of Kanjuruhan) yang diangkat dari tragedi sepak bola di Stadion Kanjuruhan, Malang, yang menewaskan 131 jiwa karena gas air mata polisi. Film ini beranggaran Rp10 miliar dan akan disutradarai oleh Razka Robby Ertanto, sutradara Indonesia yang membawa filmnya menjadi nominasi Big Screen Competition di International Film Festival Rotterdam 2024.

Project film berikutnya adalah Malam Alia (The Longest Night), yang diadaptasi dari kasus bullying yang dikaitkan dengan meninggalnya seorang mahasiswi fakultas kedokteran di Semarang. Film beranggaran Rp10 miliar ini akan disutradarai oleh Pritagita Arianegara, yang filmnya menjadi finalis Best Asian Future Section Award di Tokyo International Film Festival (TIFF) 2016.

Terakhir adalah project film yang beranggaran Rp10 miliar, Kampung Harapan (Village of the Hopefuls), tentang polemik judi online yang mengguncang Indonesia. Film ini akan disutradarai oleh Garin Nugroho, sutradara Indonesia yang tak perlu lagi diragukan rekam jejaknya. Matta Cinema akan memproduksi ketiga project tersebut dalam kurun waktu 2026-2028 bersama dengan Pal8 Pictures yang merupakan anak perusahaan Tempo.

"Kami memang berkeinginan mengangkat kisah-kisah menyentuh yang selama ini menarik perhatian publik melalui medium film untuk mendorong perubahan yang nyata di Indonesia dan menjangkau lebih banyak kalangan," kata salah satu produser Pal8 Pictures, Wahyu Dhyatmika, yang juga Direktur Tempo Media Group.

Selain ketiga project tersebut, Matta Cinema juga meluncurkan project yang saat ini sedang pada tahap pra produksi yaitu Rencana Besar Untuk Mati Dengan Tenang (My Own Last Supper). Cerita dari adaptasi novel terbaik sayembara ini akan disutradarai oleh Ismail Basbeth, sutradara film Sara yang tampil dalam World Premiere di Busan pada 2023 lalu. Film Rencana Besar Untuk Mati Dengan Tenang yang beranggaran Rp8 miliar akan memasuki masa produksi pada November 2025.

Project lain yang sedang dikembangkan Matta Cinema adalah Peristirahatan Terakhir (Last Resort) yang ditulis oleh almarhum Gertjan Zuilhof, mantan programmer International Film Festival Rotterdam. Film beranggaran Rp20 miliar ini juga akan disutradarai oleh Ismail Basbeth.

"Matta Cinema Production akan terus konsisten menyajikan film-film berkualitas dunia dengan pemahaman utuh atas cerita, talent dan penonton Indonesia. Jalan baru perlu dirintis, karena yang membutuhkan film bagus di bioskop tidak hanya remaja, tapi juga penonton anak-anak dan penonton dewasa. Kami fokus pada yang terakhir dulu dengan proyek-proyek yang kami luncurkan ini," kata Ismail Basbeth di sela Asian Content and Film Market, di Busan.

Project lain adalah Perjalanan Rasa (The Unforgettable Flavors) yang terinspirasi dari buku resep masakan tahun 1965 yang diinisiasi oleh Sukarno, presiden pertama Indonesia yang berjudul Mustika Rasa. Film ini beranggaran Rp12 miliar dan akan disutradarai oleh Lasja F. Susatyo, pendiri Indonesian Director Club (IFDC).

Kedua project tersebut sedang dalam tahap pengembangan bersama perusahaan Ruang Basbeth Bercerita (RBB) di bawah produser Lyza Anggraheni, pemenang TAICCA award pada Busan Asian Film School pitching project di ACFM 2024.

"Kami membuka peluang kerjasama internasional dalam bentuk apapun, baik untuk project Perjalanan Rasa yang fokus pada market utama Indonesia dan juga The Last Resort akan fokus pada market internasional,” kata Lyza Anggraheni di sela Asian Content and Film Market, di Busan.

Dengan rangkaian proyek ambisiusnya, Matta Cinema Production terus memperkuat suara Indonesia di kancah perfilman dunia menyajikan kisah-kisah yang berakar pada realitas lokal namun mampu menggema secara universal. Melalui kolaborasi dengan Tempo Media Group (Pal8 Pictures) dan Ruang Basbeth Bercerita, Matta Cinema Production membuka jalur baru bagi kemitraan internasional, memastikan film-film Indonesia tidak hanya ditonton, tetapi juga benar-benar dirasakan oleh penonton di seluruh dunia.

Penulis: Tim Media Servis