Menuju konten utama
Pendidikan Agama Islam

Rangkuman Materi Ketaatan, Kompetisi dalam Kebaikan,& Etos Kerja

Beberapa sifat terpuji tercermin dalam perilaku taat, kompetisi dalam kebaikan, dan etos kerja. Berikut rangkuman penjelasan ketiga hal tersebut. 

Rangkuman Materi Ketaatan, Kompetisi dalam Kebaikan,& Etos Kerja
Ilustrasi perilaku taat pada Allah, selalu menjalankan salat. foto/Istockophoto

tirto.id - Kompetisi dalam kebaikan dan etos kerja merupakan contoh perilaku terpuji. Selama dilakukan dengan sungguh-sungguh, dapat mengantarkan seorang muslim pada kebahagiaan di dunia dan akhirat.

Perilaku taat kompetisi dalam kebaikan dan etos kerja ini menjadi salah satu bahasan dalam mata pelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) kelas 10 pada bab Meraih Kesuksesan dengan Kompetisi dalam Kebaikan dan Etos Kerja. Amalan terpuji tersebut berkaitan dengan hubungan manusia dengan Allah (hablum minallah), orang lain (hablum minannas), hingga diri sendiri.

Ketaatan pada Allah, berkompetisi dalam kebaikan, dan etos kerja merupakan tiga yang saling berkaitan. Semuanya akan bermuara pada kebaikan untuk diri sendiri, di samping juga memberi manfaat bagi orang lain. Dalam bahasan kali ini dijelaskan mengenai rangkuman meraih kesuksesan dengan kompetisi dalam kebaikan dan etos kerja, sebagaimana dikutip dari buku Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti (2014) yang ditulis Mustahdi dan Mustakim.

Perilaku Taat pada Allah

Perilaku taat kepada Allah termasuk bagian fastabiqul khairat (berlomba-lomba dalam kebaikan). Artinya, seorang muslim semestinya bersegera menaati, menerima, dan mengikuti perintah atau syariat Allah SWT.

Taat kepada Allah SWT menjadi cara untuk memanfaatkan anugerah hidup sebaik-baiknya. Hakikat menjadi seorang muslim yaitu tunduk pada perintah Allah SWT yang tertuang dalam Al-Quran dan sunah Rasulullah SAW.

Seseorang yang tunduk dan taat pada Allah SWT akan memperoleh ketentraman hati dan kebahagiaan hidup, sebagaimana tertera dalam Al-Quran surah Al-A'raf ayat 96:

“Jikalau sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pastilah ia akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan ayat-ayat kami, maka kami siksa mereka disebabkan perbuatannya,” (QS. Al-A’raf: 96).

Ketaatan paling tinggi adalah tunduk pada aturan Allah, kemudian di bawahnya pada sunah Nabi Muhammad SAW.

Di bawahnya lagi, ada sikap tunduk pada pemimpin, baik pemimpin pemerintah, negara, daerah, maupun pemimpin yang lain, termasuk pemimpin keluarga.

“Wahai orang-orang yang beriman! Taatilah Allah dan taatilah Rasul [Muhammad], dan Ulil Amri [pemegang kekuasaan] di antara kamu. Kemudian, jika kamu berbeda pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah [Al-Qur’an] dan Rasul [sunnahnya], jika kamu beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama [bagimu] dan lebih baik akibatnya," (QS. An-Nisa: 59).

Berkompetisi dalam Kebaikan

Allah SWT menciptakan manusia dalam keadaan berbangsa-bangsa, berbeda warna kulit, dan beragam suku-sukunya. Perbedaan jangan sampai menjadi penyebab saling menyalahkan, menindas, dan merendahkan satu sama lainnya.

Atas perbedaan tersebut, Allah memerintahkan hambanya untuk saling berlomba-lomba dalam meraih kebaikan, sesuai dengan kadar kemampuan dan potensinya masing-masing.

Dalil berlomba-lomba dalam kebaikan ini tergambar dalam firman Allah SWT surat Al Maidah ayat 48.

"Untuk setiap umat di antara kamu, Kami berikan aturan dan jalan yang terang. Kalau Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat [saja], tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap karunia yang telah diberikan-Nya kepadamu, maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada Allah kamu semua kembali, lalu diberitahukan-Nya kepadamu terhadap apa yang dahulu kamu perselisihkan,” (QS. Al-Māidah: 48).

Selain itu, berkompetisi dalam kebaikan juga tergambar dalam firman Allah di Surat Al-Baqarah ayat 148:

"Dan setiap umat mempunyai kiblat yang dia menghadap kepadanya. Maka berlomba-lombalah kamu dalam kebaikan. Di mana saja kamu berada, pasti Allah akan mengumpulkan kamu semuanya (pada hari kiamat). Sungguh, Allah Mahakuasa atas segala sesuatu." (Al-Baqarah ayat 148).

Rasulullah SAW pun mendorong umatnya untuk selalu berlomba dalam kebaikan seperti yang dituliskan HR. Muslim:

“Bersegeralah melakukan amal-amal saleh (kebajikan). (Sebab) sebuah fitnah akan datang bagai sepotong malam yang gelap. Seseorang yang paginya mukmin, sorenya menjadi kafir. Dan seseorang yang sorenya bisa jadi mu’min, paginya menjadi kafir. Ia menjual agamanya dengan harga dunia.”

Setidaknya terdapat dua alasan kenapa umat Islam harus berlomba-lomba melakukan kebaikan.

Pertama, siapa pun tidak ada yang tahu kesempatan hidup yang diberikan pada manusia. Seorang muslim harus memanfaatkan waktunya sebaik mungkin untuk melakukan kebaikan.

Kematian bisa saja datang secara tiba-tiba tanpa diketahui waktu pastinya. Karena itulah, kesempatan berbuat kebaikan jangan sampai ditunda-tunda dan diakhirkan.

Kedua, ketika terjadi kompetisi dalam kebaikan, maka satu sama lain akan saling termotivasi sehingga membentuk suatu lingkungan Islami yang kondusif.

Lingkungan yang kondusif akan menjadikan kebaikan tersebut sebagai kebiasaan baik yang konsisten dilakukan.

Tentang berkompetisi dalam kebaikan ini, Allah SWT berfirman:

“Jika kalian berbuat baik, sesungguhnya kalian berbuat baik bagi diri kalian sendiri.” (QS. Al-Isra:7)

Contoh Kompetisi dalam Kebaikan

Kompetisi dalam kebaikan menandakan anjuran yang diperuntukkan bagi setiap muslim untuk bersungguh-sungguh berbuat kebaikan. Setiap muslim juga tidak dibenarkan terlalu tenggelam dalam perdebatan sehingga waktu yang seharusnya dapat dipakai berbuat baik hilang bergitu saja.

Bentuk berlomba dalam kebaikan meliputi amalan apa pun yang dituntunkan oleh Allah melalui Al Quran, atau pun menurut petunjuk Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam melalui hadis. Setiap kebaikan akan diberikan pahala oleh Allah dan bagi yang durhaka mendapatkan ancaman siksa.

Contoh berkompetisi dalam kebaikan dan etos kerja seperti bersama-sama mendirikan masjid, membenahi lingkungan agar lebih sehat dan asri, hingga bersungguh-sungguh menjalankan salat berjamaah dan amalan sesuai syariat lainnya. Kebiasaan saling mengingatkan dan menasihati dalam kebaikan juga menjadi contoh akhlak terpuji yang sebaiknya dibudayakan dalam kehidupan bermasyarakat

Etos Kerja yang Tinggi

Bekerja adalah kegiatan penting yang harus dilakukan semua manusia. Dalam Islam, orang yang bekerja dengan etos tinggi memperoleh pahala dan berkah di sisi Allah SWT Hal ini tergambar dalam firman Allah dalam surah At-Taubah ayat 105:

“Dan katakanlah, 'Bekerjalah kamu, maka Allah akan melihat pekerjaanmu, begitu juga rasul-Nya dan orang-orang mukmin, dan kamu akan dikembalikan kepada [Allah] yang maha mengetahui yang gaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan,” (QS. At-Taubah [9]: 105).

Dalam ayat lain, Allah berfirman tentang sikap terpuji dalam agama Islam ini:

Maka apabila engkau telah selesai (dari suatu urusan), tetaplah bekerja keras (untuk urusan yang lain), dan hanya kepada Tuhanmulah engkau berharap. (asy-Syarh: 7-8)

Memiliki etos kerja tinggi adalah salah satu akhlak mulia seorang muslim pada dirinya sendiri. Etos kerja yang tinggi, serta tidak berpangku tangan pada orang lain adalah teladan dari Rasulullah SAW, sebagaimana sabda beliau:

"Barangsiapa yang pada waktu sore merasa lelah karena pekerjaan kedua tangannya [bekerja keras] maka pada saat itu dosanya diampuni,” (H.R. Thabrani). Di hadis yang lain, beliau juga bersabda: “Tidak seorang pun yang makan lebih baik daripada makan hasil usahanya sendiri," (H.R. Bukhari).

Contoh Etos Kerja dalam Islam dalam Kehidupan Sehari-hari

Etos kerja dalam Islam kerap dikaitkan dengan amal salih. Amal salih merupakan pekerjaan yang dapat membawa kebaikan, baik bagi pelakunya atau orang lain. Makna kebaikan bisa beragam, mulai dari pahala. perbaikan ekonomi, kesehatan, kesejahteraan, pendidikan, sosial, spiritual, dan sebagainya.

Berkompetisi dalam kebaikan dan etos kerja juga menjadi satu paket perbuatan terpuji. Keduanya bisa saling melengkapi. Tentu saja, semua itu dilakukan dalam rangka ketaatan pada Allah Subhanahu wa Ta'ala.

Ada pun contoh etos kerja tinggi dalam Islam seperti bekerja keras untuk menghindarkan diri dari sikap meminta-minta, menyelesaikan semua pekerjaan yang diamanahkan dengan baik, bekerja dengan ikhlas, hingga mengurusi kebutuhan umat dari sisi kemanusiaan. Etos kerja tinggi yang diikuti ketaatan pada Allah membuat aktivitas menjadi lebih berkah.

Baca juga artikel terkait AGAMA ISLAM atau tulisan lainnya dari Abdul Hadi

tirto.id - Pendidikan
Kontributor: Abdul Hadi
Penulis: Abdul Hadi
Editor: Dhita Koesno
Penyelaras: Yulaika Ramadhani & Ilham Choirul Anwar