Menuju konten utama

Mata-mata Bernama NSA

NSA merupakan lembaga yang memiliki kemampuan untuk mengintip apa yang dilakukan banyak orang di dunia. Dengan perangkat software dan hardware, NSA bisa memanen data dari target objek yang mereka incar.

Sebuah workstation komputer memasang logo National Security Agency (NSA), di Amerika (25/1). Foto/AFP/Getty Images/ Paul J. RICHARDS

tirto.id - Jagat maya kerap dihebohkan dengan kemunculan foto-foto syur yang seharusnya menjadi milik pribadi. Ponsel pintar yang berisi foto-foto privat menjadi malapetaka bagi si pemiliknya bila jatuh ke tangan orang lain, hilang atau bahkan dicuri datanya. Saat seseorang bertelanjang diri di depan kamera ponselnya dan kemudian langsung menghapus file foto, bukan berarti masalah segera selesai. File tersebut sesungguhnya masih bersemayam di ponsel tersebut alias mati suri.

File mati suri dalam sebuah ponsel pintar memang menakutkan, tapi sesungguhnya ada yang jauh lebih menakutkan. Yaitu saat perangkat ponsel yang ada di dalam genggaman kita dimatai-matai dan dicuri datanya oleh orang lain dengan cara yang tak pernah terbayangkan.

Ketakutan semacam ini boleh jadi terlalu berlebihan. Namun, dalam dunia nyata, kegiatan semacam itu sangat bisa dilakukan dengan cara meretas. Salah satu pihak yang memiliki kemampuan tersebut adalah NSA atau National Security Agency.

Kemunculan NSA erat kaitannya dengan Perang Dunia I dan II. Di perang dunia I, cikal bakal NSA berawal dari adanya lembaga yang bertugas mengumpulkan informasi dari pesan radio asing dan memanfaatkannya sebagai basis informasi untuk kepentingan Amerika Serikat.

Pada Perang Dunia II, cikal bakal NSA merujuk pada penggunaan perangkat elektronik yang digunakan oleh kriptografer mereka untuk memecahkan enkripsi yang dilakukan Jerman. Alat yang digunakan tersebut, dikenal dengan sebutan “Bombe”. Kemudian, pada 4 November 1952, selepas Perang Dunia II usai, organisasi NSA secara resmi lahir.

Melalui moto “Defending Our Nation. Securing The Future.” NSA melakukan aksi mata-mata terhadap banyak orang. Frasa terakhir dari moto tersebut, “Securing The Future” atau mengamankan masa depan, sedikit banyak menggaris-bawahi sepak terjang lembaga tersebut. Sebagaimana diketahui, menentukan masa depan, erat kaitannya dengan memiliki informasi atau data yang besar dan beragam.

Di dunia kini, hal demikian dikenal dengan sebutan “Big Data.” Big Data berguna untuk menganalis sesuatu, melalui data yang besar dan beragam, untuk menghasilkan suatu petunjuk yang komperehensif. Frasa moto tersebut, mirip dengan apa yang terjadi di film Minority Report yang dibintangi Tom Cruise.

Meskipun merupakan sebuah lembaga di Amerika Serikat, lingkup kerja mereka bisa dikatakan mencakup hampir semua negara di dunia. Diwartakan Antara 2013 lalu, mengutip bocoran Snowden, NSA melakukan penyadapan terhadap 90 negara di dunia, termasuk Indonesia. Dalam kasus Indonesia, Amerika Serikat bekerjasama dengan Australia guna melakukan penyadapan.

Ketua Komisi 1 DPR RI kala itu, Mahfudz Siddiq mengungkapkan, “penyadapan terhadap sistem komunikasi kenegaraan kita sangat rawan, karena sistem proteksi intersepsi masih belum maksimal. Misalnya saja, kita masih sewa satelit swasta untuk sistem komunikasi-informasi.”

The New York Times menuliskan, pemerintah Amerika Serikat pada 2013 memang mengakui bahwa mereka melakukan penyadapan, setidaknya selama 6 tahun terakhir. Pemerintah Amerika berdalih, hal demikian dilakukan demi keamanan negaranya. NSA memang memasang mata-matanya sangat jauh dan sangat dalam.

NSA, sejak tahun 2007 dilaporkan telah melakukan aksi mata-mata terhadap warga AS dengan memanfaatkan aplikasi-aplikasi di ponsel pintar. Aplikasi ponsel pintar yang rawan disadap adalah aplikasi-aplikasi yang diunduh pengguna bukan dari sumber resmi, semisal Play Store dari Google untuk smartphone berbasis Android atau App Store dari Apple untuk iPhone.

src="//mmc.tirto.id/image/2017/04/24/NSA.jpg" width="860" alt="Infografik NSA" /

Selain itu, NSA diketahui telah menyadap 160.000 percakapan, 120.000 pesan instan atau SMS, 22.000 e-mail, dan menyadap 4.000 pesan di 11.400 akun media sosial. Angka-angka tersebut diperoleh dari bocoran seorang bernama Edward J. Snowden, kontraktor teknisi yang dipekerjakan NSA. Namun, dari laporan transparansi, NSA mengklaim bahwa mereka hanya menyadap 90.000 target di 2013.

Pada Juni 2013, sebagaimana ditulis Wired, muncul bocoran bahwa NSA bertanggung jawab atas pengumpulan data-data pengguna dari beragam perusahaan teknologi terkemuka. NSA menamai program pengumpulan informasi tersebut dengan sebutan PRIMS. Beberapa spekulasi beredar bahwa perusahaan-perusahaan teknologi tersebut, memberikan informasi penggunanya secara “ikhlas” pada NSA.

Selain itu, NSA memiliki senjata lain yang tak kalah menakutkan. Sebagaimana diwartakan The Intercept, NSA dan beberapa agen mata-mata negara lain, menggunakan perangkat lunak bertajuk BADASS untuk memata-matai setiap orang pemilik ponsel pintar.

BADASS merupakan kepanjangan dari BEGAL Automated Deployment and Survey System. Tak diketahui secara pasti, apa arti BEGAL sebenarnya. BADASS mengumpulkan informasi seperti lokasi, IMEI, preferensi aplikasi, dan berbagai informasi-informasi lainnya yang bisa diperoleh melalui ponsel pintar si korban yang dibidik. BADASS bekerja dengan mencegat jalur komunikasi internet suatu ponsel pintar dari tayangan iklan dan perangkat lunak analisis yang digunakan oleh banyak perusahaan internet.

Salah satu layanan yang dimanfaatkan oleh BADASS adalah layanan periklanan di situs mesin pencari. BADASS bisa mengumpulkan berbagai informasi yang relevan terkait si korban. Umumnya, dalam dunia periklanan, lazim bahwa layanan iklan, mengumpulkan informasi pengguna. Hal demikian bertujuan untuk menampilkan iklan relevan bagi si pengguna.

Selain itu, sebagaimana diwartakan The Intercept, NSA kala itu memiliki rencana untuk menginfeksi perangkat mata-mata pada ponsel pintar berbasis Android melalui toko aplikasi Google Play. Rencana tersebut, digagas bersama dengan beberapa negara yang tergabung dalam aliansi “Lima Mata”.

NSA dan aliansi tersebut, diketahui memanfaatkan sistem mata-mata XKEYSCORE. Dengan menginjeksi ponsel pintar dengan spyware atau perangkat lunak mata-mata, NSA bisa memperoleh beragam informasi dari korbannya seperti isi email atau SMS, panggilan telepon, video, foto, dan beragam informasi lainnya. Laporan yang terbit di 2015 tersebut, diduga memang telah benar-benar digunakan.

Laporan dari The Intercept tersebut juga menyebutkan bahwa terdapat celah keamanan pada beberapa perangkat lunak yang lazim kita gunakan. Salah satunya adalah UC Browser. UC Browser, diketahui digunakan NSA sebagai “alat” untuk mendulang informasi dari para penggunanya. UC Browser memang tidak populer di Amerika Serikat, tapi di Indonesia, aplikasi tersebut tergolong banyak digunakan.

NSA merupakan lembaga super, ia ditopang oleh kekuatan besar bernama Amerika Serikat dan tentu teknologi canggih. Mempertimbangkan untuk tak menyimpan data-data rahasia dan pribadi termasuk foto-foto di ponsel barangkali sebuah cara untuk menghindari dari aksi mata-mata yang tak pernah kita sadari kapan dan di mana akan terjadi.

Baca juga artikel terkait PENYADAPAN atau tulisan lainnya dari Ahmad Zaenudin

tirto.id - Teknologi
Reporter: Ahmad Zaenudin
Penulis: Ahmad Zaenudin
Editor: Suhendra