tirto.id - Dokter residen atau mahasiswa Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anestesi Universitas Diponegoro (Undip) tidak bisa mengikuti ujian jika tak menyetorkan iuran ilegal yang dinamai Biaya Operasional Pendidikan (BOP).
Fakta tersebut dibenarkan mahasiswa PPDS Anestesi Undip angkatan 69, dr Andriani, saat bersaksi di sidang kasus perundungan dan pemerasan mahasiswa Pengadilan Negeri Semarang, pada Rabu (11/6/2025).
Andriani menceritakan bagaimana lika-liku menjadi dokter residen. Menurutnya, penarikan iuran BOP sudah menjadi tradisi yang dilakukan lintas angkatan PPDS Anestesi Undip.
"Uang BOP untuk banyak hal, termasuk untuk operasional pendidikan dan kebutuhan ujian seperti CBT (tes berbasis komputer)," katanya.
Pada saat menjalani pendidikan, Andriani menyetor iuran BOP sekitar Rp60 juta. "Saya Rp60 jutaan, tapi (mahasiswa PPDS) lain bisa bervariasi, tidak sama," imbuhnya.
Dia menegaskan iuran BOP menjadi semacam kewajiban. Jika tidak mengikuti, konsekuensinya dokter residen bisa terancam proses pendidikannya karena tak bisa mengikuti ujian.
"Tidak bayar ya nggak bisa ikut ujian, karena artinya tidak ada uangnya untuk mendaftar," ungkapnya.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) mencoba mendalami keterangan saksi dengan mencecar pertanyaan. Pasalnya, iuran BOP per orang mencapai Rp60 juta sampai Rp80 juta, padahal biaya ujian CBT hanya Rp500 ribu, sementara ujian sekelas Online Scholarship Competition (OSC) juga hanya Rp8,5 juta.
Andriani beralasan biaya yang dibebankan kepada dokter residen tidak hanya saat pelaksanaan ujian, tetapi pengeluaran uang untuk try out dan berbagai kebutuhan lain.
Kata Andriani, sebenarnya iuran BOP merupakan kesepakatan antar-dokter residen. Praktik pungutan itu juga diketahui oleh Kepala Program Studi Anestesiologi Undip.
Meski begitu, iuran BOP tidak memiliki payung hukum. Secara formal tidak ada surat keputusan resmi dari fakultas maupun universitas.
Berdasarkan ketentuan, dokter residen tidak seharusnya dibebani membayar iuran BOP. Semua kebutuhan sudah terkaver pada biaya resmi meliputi uang kuliah tunggal (UKT) tiap semester Rp15 juta dan uang pangkal saat masuk Rp35 juta.
Dalam kasus perundungan dan pemerasan, ada tiga terdakwa yang diadili. Masing-masing Taufik Eko Nugroho, Kaprodi Anestesiologi FK Undip dan Sri Maryani, Staf Administrasi Prodi Anestesiologi Undip, dan Zara Yupita Azra mahasiswa senior PPDS Undip.
Penulis: Baihaqi Annizar
Editor: Siti Fatimah
Masuk tirto.id


































