Menuju konten utama

Mahasiswa Katolik Unpam Korban Penyerangan Tolak Berdamai

Proses hukum harus dilanjutkan agar memberikan efek jera kepada para pelaku penyerangan mahasiswa Katolik Unpam.

Mahasiswa Katolik Unpam Korban Penyerangan Tolak Berdamai
Kepala Polres Tangerang Selatan memimpin press conference terkait kasus kekerasan terhadap sejumlah mahasiswa Katolik di Polres Tangerang Selatan pada, Selasa (7/5/2024). (Tirto.id/Auliya Umayna)

tirto.id - Mahasiswa Katolik Universitas Pamulang yang menjadi korban penyerangan menolak menyelesaikan kasus dengan jalur damai atau restorative justice (RJ). Siprianus Edi Hardum, kuasa hukum mereka mengatakan penolakan damai sudah menjadi kesepakatan dengan para kuasa hukum yang diketuai oleh Firdaus.

Saat ini, polisi telah menetapkan empat tersangka dalam kasus penyerangan yang terjadi di Kelurahan Babakan, Kecamatan Setu, Tangerang Selatan, Banten, Minggu (5/5/2024) malam itu.

Keempat tersangka itu, antara lain berinisial D laki-laki berusia 53 tahun, I laki-laki berusia 30 tahun, S laki-laki berusia 36 tahun, dan A laki-laki berusia 26 tahun. D diketahui merupakan Ketua RT yang menjadi biang kerok penyerangan.

"Ketua Biro Hukum dari Petir, Pak Firdaus menekankan bahwa kasus ini harus tuntas, tidak ada perdamaian. Kalau diselesaikan secara RJ akan terjadi lagi kasus yang sama di tempat lain," kata Edi saat dihubungi Tirto, Rabu (8/5/2024).

Menurut Edi, kasus tak boleh diselesaikan lewat jalur mediasi agar ada pertanggungjawaban hukum dari keempat tersangka. Proses hukum juga harus dilanjutkan agar memberikan efek jera kepada empat pelaku tersebut.

"[Agar] para pelaku ini akan bertobat, pengampunan boleh, tapi pendidikan hukum harus ditegakkan," tutur Edi.

Edi mengatakan dalam kasus pidana ada yang disebut Trias Tindak Pidana. Pertama, kata dia, perbuatan melawan hukum. Para tersangka, jelas dia, sudah melakukan perbuatan melawan hukum, yakni mengganggu orang sedang beribadah bahkan dengan sengaja melukai para korban.

Kedua, lanjut dia, pertanggungjawaban hukum. Para tersangka, menurut Edi, adalah orang yang melek hukum.

"Mereka bukan orang gila, mereka bukan anak-anak. Oleh karena itu, mereka harus dimintai pertanggungjawabannya hukum di depan pengadilan. Lalu ketiga, ada sanksi pidana sesuai perbuatan mereka," tutur Edi.

Sementara itu, salah satu korban yang enggan menyebutkan namanya memilih menyerahkan sepenuhnya kepada kuasa hukum untuk memberikan pernyataan kepada awak media.

"Saya dimintai pengacara kami untuk enggak menerima atau memberikan statement apapun lagi ke media," katanya kepada Tirto, Rabu (8/5/2024).

Sebelumnya, Kapolres Tangerang Selatan AKBP Ibnu Bagus Santosa, mengatakan penetapan tersangka terhadap keempat orang itu setelah penyidik melakukan gelar perkara dan memiliki bukti cukup serta memeriksa sejumlah saksi,

"Terhadap beberapa saksi yang terlibat ditetapkan sebagai tersangka," kata Ibnu kepada wartawan di Jakarta, Selasa (7/5/2024).

Dalam kasus ini, polisi turut menyita sejumlah barang bukti. Di antaranya, rekaman video, tiga bilah senjata tajam jenis pisau, kaos berwarna merah dan hitam.

Baca juga artikel terkait INTOLERANSI atau tulisan lainnya dari Fransiskus Adryanto Pratama

tirto.id - Hukum
Reporter: Fransiskus Adryanto Pratama
Penulis: Fransiskus Adryanto Pratama
Editor: Bayu Septianto