tirto.id - Pengertian Shalat Tathawwu', menurut buku Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti SD Kelas IV terbitan Kemendikbud, adalah ibadah salat yang dianjurkan tetapi tidak diwajibkan. Lantas, apa saja macam-macam Sholat Tatawwu', dalil, dan bagaimana tata caranya?
Sebagaimana salat lainnya, Salat Tathawwu' juga ditunaikan dengan diawali wudu. Pelaksanaannya dianjurkan sambil berdiri, tetapi boleh juga sambil duduk atau setelah berdiri.
Salat Tathawwu' bisa dikerjakan dalam perjalanan. Namun, utamanya, salat anjuran ini dikerjakan di rumah, sesuai hadis riwayat Zaid bin Tsabit.
Dalam buku Tuntunan Shalat-Shalat Tathawwu' terbitan Majelis Tarjih dan Tajdid
Pimpinan Wilayah Muhammadiyah DIY menyebutkan, Salat Tathawwu' adalah salat-salat sunah yang dikerjakan oleh Nabi, baik yang cara dan waktunya ditentukan secara langsung maupun tidak.
Macam-macam Shalat Tathawwu'
Berpatokan pada hadis-hadis maqbul (dapat dijadikan rujukan dalam agama Islam), berikut ini beberapa contoh Salat Tathawwu':
- Shalat sesudah wudhu;
- Shalat Tahiyat (hormat ketika masuk) masjid;
- Shalat antara adzan dan iqamat;
- Shalat Rawatib (Shalat Qabliyah Shubuh, Qabliyah Dzuhur, Ba’diyah Dzuhur, Ba’diyah Jumat, Qabliyah Ashar, Qabliyah Maghrib, Ba’diyah Maghrib, Ba’diyah Isya;
- Shalat malam;
- Shalat Dhuha;
- Shalat Safar;
- Shalat Istikharah;
- Shalat ‘Idain;
- Shalat Khusyufain (Gerhana matahari dan bulan);
- Shalat Istisqa’.
Dalil Shalat Tathawwu'
Ada beberapa hadis yang menguatkan terkait pelaksanaan Shalat Tathawwu', yakni:
1. Dalil shalat tathawwu' dalam hadis riwayat Thalhah bin ‘Ubidillah
عَنْ طَلْحَةَ بْنِ عُبَيْدِ اللَّهِ يَقُولُ جَاءَ رَجُلٌ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ أَهْلِ نَجْدٍ ثَائِرَ الرَّأْسِ يُسْمَعُ دَوِيُّ صَوْتِهِ وَلَا يُفْقَهُ مَا يَقُولُ حَتَّى دَنَا فَإِذَا هُوَ يَسْأَلُ عَنْ الْإِسْلَامِ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَمْسُ صَلَوَاتٍ فِي الْيَوْمِ وَاللَّيْلَةِ فَقَالَ هَلْ عَلَيَّ غَيْرُهَا قَالَ لَا إِلَّا أَنْ تَطَوَّعَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَصِيَامُ رَمَضَانَ قَالَ هَلْ عَلَيَّ غَيْرُهُ قَالَ لَا إِلَّا أَنْ تَطَوَّعَ قَالَ وَذَكَرَ لَهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الزَّكَاةَ قَالَ هَلْ عَلَيَّ غَيْرُهَا قَالَ لَا إِلَّا أَنْ تَطَوَّعَ قَالَ فَأَدْبَرَ الرَّجُلُ وَهُوَ يَقُولُ وَاللَّهِ لَا أَزِيدُ عَلَى هَذَا وَلَا أَنْقُصُ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَفْلَحَ إِنْ صَدَقَ
Artinya: “Telah menghadap kepada Rasulullah saw. seorang lelaki dari Ahli Najed yang tidak teratur rambutnya (kusut), suaranya dapat kami dengar, tetapi kami tidak paham apa yang dikatakannya, sehingga ia mendekati Rasulullah SAW dan tiba-tiba menanyakan tentang Islam. Maka Rasulullah SAW menjawab: 'Shalat lima waktu dalam sehari-semalam'.
Lalu bertanya lagi: 'Apakah ada selain itu ?', Rasulullah SAW menjawab: 'Tidak ada, kecuali kalau engkau mengerjakan shalat-shalat sunnat', lalu Rasulullah SAW melanjutkan: 'Dan
puasa Ramadhan'.
Lalu ia bertanya lagi: 'Apakah ada selain itu?'. Rasulullah SAW menjawab: 'Tidak ada, kecuali kalau engkau mengerjakan shalat-shalat sunnat'. Kemudian Rasulullah SAW menjelaskan lagi: 'membayar zakat'. Lalu ia bertanya lagi: 'Apakah ada selain itu?'. Rasulullah SAW menjawab: 'Tidak ada, kecuali kalau engkau mengerjakan shalat-shalat sunnah'.
Kemudian ia pergi, dan berkata: 'Demi Allah, Aku tidak akan menambah dan mengurangi hal ini”. Kemudian Rasulullah SAW bersabda: 'Ia akan beruntung jika benar.'"
2. Dalil shalat tathawwu' dalam hadis riwayat Abu Hurairah
إن أول ما يحاسب الناس به يوم القيامة من أعمالهم الصلاة قال يقول ربنا عزوجل لملائكته وهو أعلم انظروا في صلاة عبدي أتمها أم نقصها فإن كانت تامة كتبت له تامة وإن كان انتقص منها شيئا قال انظروا هل لعبدي من تطوع ؟ فإن كان له تطوع قال أتموا لعبدي فريضته من تطوعه ثم تؤخذ الأعمال على ذاكم
Artinya: "Amal perbuatan manusia yang pertama kali dihisab pada hari kiamat kelak adalah shalat. Allah berfirman kepada para malaikat, karena Dia yang lebih mengetahui: 'Periksalah shalat hamba-Ku itu, apakah ia menyempurnakannya atau menguranginya?'
Jika shalatnya itu sempurna maka ditetapkan baginya sebagai shalat yang sempurna dan jika ia kurangi sedikit di dalam melakukannya, maka perhatikanlah, apakah hamba-Ku itu mengerjakan shalat tathawwu'?
Jika ia melakukan shalat tathawwu', maka sempurnakanlah shalat fardhu hamba-Ku yang kurang itu dengan shalat tathawwu' yang dikerjakannya.' Selanjutnya seperti itulah amal fardhunya yang lain diperlakukan (yang sunnah dijadikan penyempurna bagi yang wajib)."
Tata Cara dan Tempat Pelaksanaan Shalat Tathawwu'
Secara garis besar, tempat dan cara pelaksanaan shalat tathawwu' sama dengan salat wajib. Berikut beberapa dalilnya, menukil buku Tuntunan Shalat-Shalat Tathawwu'.
1. Diawali dengan wudhu.
Shalat tathawwu' diawali dengan bersuci, sebagaimana dijelaskan oleh ‘Ali bin Abi Thalib dalam hadis riwayat Bukhari dan Muslim:
“Rasulullah bersabda: Kunci shalat adalah bersuci, permulaannya takbir dan mengakhirinya dengan
salam.”
Hadis riwayat Ibnu 'Umar juga menguatkan pelaksanaannya. Berikut isinya:
“Sesungguhnya aku pernah mendengar Rasulullah bersabda: 'Tidak akan diterima shalat tanpa bersuci (wudhu), dan tidak akan diterima shadaqah dari hasil rampasan.'”
2. Boleh dikerjakan sembari duduk atau berdiri, atau sebagian dengan duduk, dan sebagian dengan berdiri. Namun, seperti pelaksanaan salat yang lain, lebih utama dikerjakan sambil berdiri.
Hal itu sesuai penjelasan Aisyah dalam hadis riwayat Bukhari dan Muslim:
“Adakalanya Rasulullah SAW di waktu malam shalat lama sambil berdiri dan adakalanya sambil duduk. Dan apabila beliau membaca sambil berdiri, beliau kerjakan ruku’ dan sujud sebagaimana mestinya. Dan apabila membaca sambil duduk, beliau kerjakan ruku’ dan sujud sebagaimana orang yang shalat sambil duduk.”
3. Shalat tathawwu' bisa dikerjakan dalam perjalanan.
Hal ini merujuk pada penjelasan ‘Amir bin Rabi’ah dalam hadis riwayat Bukhari dan Muslim:
“Saya pernah melihat Rasulullah saw., beliau sedang berada di atas kendaraan (untanya), beliau memberi isyarat dengan kepalanya (dalam ruku’ dan sujudnya) ke arah manapun unta menghadap. dan beliau tidak pernah melakukan hal itu di dalam shalat fardhu.”
4. Bisa dikerjakan di masjid atau mushalla, tetapi lebih utama di rumah.
Hal ini sesuai penjelasan Zaid bin Tsabit dalam hadis riwayat Bukhari dan Muslim:
“Bahwa Nabi saw. bersabda: 'Shalatlah kamu sekalian di rumah-rumahmu, sesungguhnya seutama-utamanya shalat adalah shalat di rumahnya, kecuali shalat fardhu.'”
Penulis: Rofi Ali Majid
Editor: Fadli Nasrudin