Menuju konten utama

Lembeknya KKP Sikapi Perusahaan Berizin Penyelundup Benih Lobster

KKP dianggap lembek menghadapi perusahaan berizin tapi memanipulasi data ekspor benih lobster. Jumlah yang diselewengkan satu ton lebih.

Lembeknya KKP Sikapi Perusahaan Berizin Penyelundup Benih Lobster
Petugas menunjukkan barang bukti saat keterangan pers soal pengungkapan kasus benih lobster di Direktorat Tindak Pidana Tertentu (Dit Tipidter) Bareskrim Polri, Jakarta, Kamis (11/7/2019). ANTARA FOTO/Aprillio Akbar/wsj.

tirto.id - Sekitar 14 perusahaan eksportir terjaring Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan lantaran terbukti menyelundupkan benih lobster di Bandara Soekarno Hatta. Penyelundupan dilakukan dengan memalsukan jumlah yang dilaporkan dengan yang sebenarnya dikirim ke Vietnam.

Inspektur Jenderal Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Muhammad Yusuf menjelaskan terdapat ketidaksesuaian jumlah benih lobster yang dilaporkan dalam berita acara pemeriksaan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) dengan pengecekan ulang secara fisik oleh Bea dan Cukai. Misalnya, berita acara pengecekan BKPM secara sampling pada satu perusahaan menghasilkan angka 59.104 ekor. Angka itu juga tercantum dalam Notifikasi Pemberitahuan Ekspor. Setelah dicek secara sampling oleh Bea Cukai, faktanya mencapai 90.000-an ekor--kelebihan 53 persen.

Total ada 14 perusahaan yang kedapatan melakukan kecurangan. Menurut data Bea Cukai, eksportir hanya melaporkan sekitar 1,5 juta ekor. Kenyataannya mereka mengekspor 2,7 juta ekor. Total perbedaan 1,128 juta ekor--selisih antara berita acara BKPM dan pengecekan fisik Bea Cukai.

“Kebangetan sampai dengan 253 persen markup-nya,” ucap Yusuf dalam rapat bersama Komisi IV DPR RI, Selasa (22/9/2020).

Soal sanksi, Yusuf belum dapat memastikan lantaran perlu disesuaikan dengan keparahan pelanggaran. Ia menyebutkan seorang eksportir mungkin hanya mendapat pembinaan karena selisih jumlah benih lobsternya tidak banyak.

Sekretaris Jenderal KKP Antam Novambar menjelaskan para eksportir sudah mengakui kesalahan. Mereka bersedia diberi sanksi dan denda. Ia bilang tak semua benih diselundupkan tetapi sebagian memiliki izin.

Ada sejumlah alasan eksportir melakukan tindakan itu, katanya. Misalnya meminimalisasi kerugian perusahaan akibat harga benih lobster di pasar ekspor lebih rendah; menghindari kerugian akibat kematian benih lobster; dan sebagian benih tidak memiliki Surat Keterangan Asal Barang (SKAB).

KKP katanya telah mencabut sementara izin ke-14 perusahaan itu sampai proses penyelidikan selesai. Mereka juga masih dapat menjalankan aktivitas budidaya benih.

“Bila di kemudian hari perusahaan mengulangi kegiatan pelanggaran dalam benih akan dilakukan penetapan pencabutan eksportir,” ucap Antam dalam rapat bersama Komisi IV DPR RI, Selasa.

Ketua Komisi IV DPR RI Fraksi PDIP Sudin menilai ekspor benih ini membuktikan pengawasan KKP sangat lemah. Sumber daya manusia KKP dianggap tak punya kemampuan mengawasi dan hanya bertindak ketika ada laporan.

“Bagaimanapun 14 perusahaan itu tidak punya niat baik. Sudah ada pakta integritas, kan,” ucap Sudin dalam rapat Komisi IV DPR RI, Selasa (22/9/2020).

Perlu Sanksi Tegas

Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) Susan Herawati menilai perlu ada sanksi tegas untuk para pelaku penyelundupan. Menurutnya akan menjadi percuma jika KKP hanya berani meninjau dan mencabut izin sementara.

Belum lagi menurut laporan Majalah Tempo sdisi 4 Juli 2020, sebagian besar eksportir merupakan orang dekat Menteri KKP Edhy Prabowo. Dari sana ekspor benih diduga menjadi bancakan parpol.

“Kalau menterinya tidak punya taring sama saja bohong. Orang malah melihat itu sebagai peluang [penyelundupan lagi],” ucap Susan saat dihubungi, Kamis (24/9/2020).

Susan mengingatkan ada ironi yang perlu disadari pemerintah. Permen KKP No. 12 Tahun 2020 awalnya menjadi dasar ekspor benih lobster dikeluarkan dengan dalih mencegah penyelundupan. Kenyataannya, penyelundupan tetap terjadi bahkan dilakukan oleh pengusaha berizin resmi. Oleh karena itu perlu perbaikan tata kelola seperti mengembalikan fokus benih menjadi pembiakan lobster yang sudah besar, lalu mengembalikan peran masyarakat pesisir alih-alih menyerahkan pada sederet perusahaan dengan dalih budidaya yang tak jelas pengawasannya.

Periset Mandiri Ekonomi Kelautan Indonesia Suhana mengatakan pemerintah seharusnya berani mencabut Permen KP No. 12 Tahun 2020 sebagai langkah tegas menindak penyelundupan. Ia bilang legalisasi ekspor malah membuat eksportir semakin berani dengan kamuflase telah berizin, alih-alih menghentikan penyelundupan.

Persoalan lain yang tak kalah genting menurutnya berkaitan dengan memburuknya kinerja ekspor lobster Indonesia dibanding Vietnam. Data International Trade Center (ITC) menunjukkan Vietnam telah menguasai pasokan lobster ke Cina sebanyak 895 ton pada Juli 2020, padahal Juli 2019 lalu hanya 18 ton.

Totalnya, sepanjang Januari-Juli 2020, Vietnam telah mengekspor 2.729 ton, naik dari Januari-Juli 2019 419 ton. Angka ini membuat Indonesia tertinggal jauh lantaran hanya mencapai 151 ton di Januari-Juli 2020.

Ini ironi lantaran ekspor benih RI terus naik. Pada Juni hanya 32 kg lalu menjadi 4,2 ton per Agustus.

“Dulu alasan mendesak dilegalkan ekspor benih lobster untuk menghentikan penyelundupan, ternyata mereka ingkar juga. Jadi jangan diberikan peluang lagi bagi para penyelundup tersebut,” ucap Suhana, Kamis (24/9/2020).

Baca juga artikel terkait EKSPOR BENIH LOBSTER atau tulisan lainnya dari Vincent Fabian Thomas

tirto.id - Bisnis
Reporter: Vincent Fabian Thomas
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Rio Apinino