tirto.id - Setelah setahun menjomlo, Nagapasa memutuskan untuk mencari kekasih baru. Kali ini ia tidak ingin mengulangi kesalahan yang sama: pacaran lama dengan perempuan yang beda agama.
Namun, beberapa bulan berjalan, ia tak kunjung jua bertemu wanita idamannya. Aplikasi kencan seperti Tinder sudah ia unduh dan pasang di ponselnya. Ada banyak perempuan cantik dan berkarier apik yang cocok dengannya, tetapi ada satu yang kurang: semuanya beda agama.
Naga, sapaan akrabnya, adalah karyawan di satu perusahaan di Tangerang Selatan. Usianya 27 tahun, perawakan tegap dan punya tampang tampan. Ia lahir dari keluarga Hindu yang taat. Sementara orangtuanya di Bali, Naga merantau ke Jakarta sejak kuliah.
Dianugerahi wajah yang sedap dipandang tetapi menjadi bagian dari pemeluk agama minoritas di Indonesia, membuat Naga kesulitan mencari jodoh. Di perantauan ia nyaris tak bertemu dengan teman seagama. Teman-teman kantor dan pergaulannya mayoritas muslim dan Kristiani.
“Susah, ada yang ditaksir, eh beda agamanya,” keluh Naga.
Karena alasan itu, akhirnya Naga menginstal aplikasi kencan khusus agama Hindu. Namanya 'Jodoh Hindu.' Harapannya tentu saja seterang langit.
Naga gembira bisa menemukan aplikasi semacam itu. Sayangnya, pengguna aplikasi ini masih sangat minim. Pemakai yang aktif bisa dihitung jari. Sebagian besar pasif. Profil tak diisi lengkap. Dan, selama menggunakannya, Naga hanya berkomunikasi dengan satu perempuan. Itu pun tersendat lantaran si perempuan jarang online.
“Penginnya cari serius buat nikah, tapi kayaknya susah banget,” ujar Naga.
Pilihan menggunakan aplikasi kencan berbasis agama tak hanya dilakukan Naga. Beberapa pemeluk agama minoritas di Indonesia juga melakukannya. Alasannya kurang lebih sama seperti Naga: ingin serius mencari jodoh yang seiman.
Itu diamini oleh Tantri Putri Hutapea (25), perawat di salah satu rumah sakit swasta di Jakarta. Tantri menggunakan aplikasi kencan khusus agama kristen bernama 'Jodoh Kristen' lantaran serius ingin mencari pasangan hidup.
“Ada teman yang bulan depan nikah, ketemunya dari aplikasi ini,” kata Tantri. Ia berniat mengulang kisah cinta si teman. “Kali aja gue dapat juga. Jadi, kan, enggak capek harus pacaran lama-lama."
Upaya Menyaring dan Menjaring Kenalan
Secara spesifik, memilih aplikasi kencan berbasis agama adalah upaya untuk menyaring pergaulan dengan orang-orang seiman. Tak hanya dari kelompok agama minoritas, hal ini dilakukan oleh kalangan muslim. Ada beberapa aplikasi 'jodoh Islam' berbasis Android di Google Play.
Dengan menggunakan aplikasi kencan khusus agama, nyaris tak ada kemungkinan bertemu dengan orang beda agama. Nilai itulah yang dijual oleh pengembang aplikasi.
Namun, problemnya, tak banyak orang menggunakan aplikasi itu. 'Jodoh Kristen', misalnya, hanya diunduh oleh 10 ribu pengguna. Aplikasi 'Jodoh Hindu' jauh lebih miris: hanya diunduh 500 pemakai, sama halnya aplikasi 'Jodoh Buddha dan Khonghucu.' Aplikasi itu pun tidak banyak dikenal orang.
Di Indonesia, nikah beda agama lebih ribet, kendati ada juga pasangan yang mau menyiasatinya. Kebanyakan pasangan (dipaksa) harus memilih salah satu agama. Belum lagi penolakan dari orangtua yang taat agamanya sebagaimana dialami Nagapasa. Lebih dari 87 persen darti total 237.641.326 penduduk Indonesia beragama Islam, menurut sensus 2010.
Upaya menyaring dan menjaring kenalan seiman tak hanya dilakukan di aplikasi kencan khusus seagama. Di aplikasi kencan umum, ada juga orang yang dengan sengaja mencantumkan agama atau kepercayaan pada profilnya dengan tujuan sebagai ekspresi keagamaan atau menyaring kenalan hingga upaya mencari jodoh seiman.
Lia (25), karyawan swasta di Jakarta, bukanlah pemeluk Kristen yang taat. Dalam akun aplikasi kencan OkCupid, ia mencantumkan agama dalam profilnya. Itu cara Lia menyaring teman, meski ia sendiri bukan orang yang mempermasalahkan agama seseorang.
“Itu semacam memfilter. Kalau orang lihat gue Kristen, ya dia akan memutuskan untuk swipe right atau left. Kalau gue sendiri pada dasarnya pengin cari teman ngobrol, apa pun agamanya enggak masalah,” katanya.
Di akun media sosialnya, Lia mencantumkan agama. Namun, alasannya lebih sederhana, “Kalau Facebook itu emang ada kolom agama, ya gue isi saja. Sama juga di OkCupid. Karena ada, jadi gue isi. Itu aja awalnya, tidak ada maksud lain."
Alasan berbeda diungkapkan Violet (25), karyawan sebuah perusahaan di Jakarta. Violet mencantumkan keyakinannya sebagai agnostik pada akun OkCupid. Selain karena tersedia pilihan itu pada kolom agama, Violet memilih untuk jujur menulis profilnya.
“Aku kebetulan enggak main Facebook. Di Twiter tidak ada keharusan mengisi agama. Nah, di OkCupid ini ada, ya sudah aku isi sesuai dengan apa yang aku yakini,” kata Violet.
Meski mencantumkan kolom agama sebagai agnostik, Violet tak berharap mendapatkan teman yang cocok dengan pandangan keyakinan yang sama. “Apa pun agamanya, kalau memang asik orangnya, ya enggak masalah buat kenalan dulu,” ujarnya.
Beda Tipis Serius dan Desperate
Berbeda dari survei Jakpat untuk pengguna Tinder di Indonesia, agaknya pengguna aplikasi kencan berbasis agama tidak menginstal dating online lantaran penasaran atau sekadar mencari kesenangan. Beberapa pengguna yang ditemui saya berkata tengah serius banget mencari pasangan hidup seiman.
Jonathan Simanungkalit, 28 tahun, seorang warga Jakarta, berkata sengaja menginstal aplikasi kencan 'Jodoh Kristen' karena serius mencari jodoh. Dalam pergaulan sehari-hari, Jonathan tak lagi punya waktu luang untuk bertemu dengan orang baru, apalagi yang seiman. Karena itu aplikasi kencan menjadi pilihannya.
“Kalau ditanya kenapa aplikasi ini, karena tertarik dengan yang seiman,” tegasnya.
Keseriusan itu ditunjukkan Jonathan pada aplikasi kencan yang lain seperti di Tinder di mana ia mencantumkan agama pada profilnya dengan harapan hanya perempuan beragama Kristen yang swipe right.
Shary (28), sebagai pengguna aktif aplikasi kencan 'Jodoh Buddha dan Khonghucu', juga punya motivasi serupa. Dalam profilnya, Shary secara tegas menyampai ia sedang mencari teman hidup untuk menikah.
“Ada yang sudah chat, terus lanjut pindah ke BBM. Tapi baru satu itu saja. Saya pilih-pilih juga,” ujar perempuan Tionghoa itu.
Shary berkata ia tidak sedang putus asa mencari jodoh sampai harus memakai aplikasi kencan. Ini dilakukannya semata ia tak punya lagi waktu untuk bertemu orang baru secara langsung. Sebagian waktunya sudah habis untuk bekerja. Alih-alih berusaha menggunakan waktu luang untuk mencari komunitas pergaulan baru, Shary memilih beristirahat di rumah.
“Bukan desperate, ya. Tapi ini ada teknologi, dipakai saja. Toh juga baik, bisa dapat jodoh yang seiman,” ujar Shary, meyakinkan diri.
Penulis: Mawa Kresna
Editor: Fahri Salam