tirto.id - Mobil-mobil kelas murah sudah bisa ditebak tempat kelahirannya. Ya, di India. Negeri Hindustan ini seolah jadi pilihan para produsen untuk melahirkan mobil berharga miring. Masih ingat Tata Nano yang dirilis 2009 lalu oleh Tata Motors? Kala itu produsen mobil India ini hanya membanderol Tata Nano seharga US$ 2.500.
Orang-orang terbelalak. Berdasarkan hitungan kurs saat itu, mobil murah Tata Nano hanya dijual Rp20 jutaan. Berselang enam tahun, pada Mei 2015, India juga jadi tempat kelahirkan bagi Renault Kwid, besutan produsen mobil asal Perancis. Kwid begitu spesial karena harganya di India dijual US$ 4.700-US$6,275 atau dimulai dari harga Rp60 jutaan.
Pada bulan itu, sebuah video dirilis menampilkan sosok CEO Renault Carlos Ghosn dan Vice President Renault-Nissan Alliance Global Gerard Detourbet yang mengungkapkan rahasia mengapa Kwid bisa dijual semurah itu. Ternyata kuncinya proses perakitan di India, yang memanfaatkan mayoritas komponen lokal, hingga lebih kompetitif dari pesaing Kwid seperti Maruti Alto.
“Faktanya Kwid dimulai produksi dengan tingkat kandungan lokal sampai 97 persen. Kami belum pernah menerapkan ini di pasar manapun di dunia. Tentu ini capaian yang besar,” kata Carlos Ghosn.
Di India, Kwid yang diproduksi di pabrik Chennai, mulai menggetarkan kompetitor, seperti Maruti Suzuki atau Tata Nano. Penjualan Kwid memperlihatkan tren positif. Sumit Sawhney, CEO and Managing Director of Renault India, mengungkapkan sepanjang Januari-Agustus 2016 sudah terjual 87.000 unit mobil Renault di India, sebanyak 65.000 unit di antaranya dari penjualan Kwid yang menyumbang 75 persen. Renault optimistis capaian Kwid bisa mengangkat pangsa pasar Renault di India hingga 5 persen dibandingkan tahun lalu yang hanya 2 persen.
Capaian positif ini membuat Renault menambah varian baru Kwid 1.000 cc pada Agustus 2016 untuk melengkapi seri Kwid 800 cc yang sudah tersedia lebih dulu. Renault juga memperluas pasar Kwid ke Sri Lanka, Bhutan, Nepal, termasuk Indonesia.
Pada 19 Oktober 2016, Kwid mencoba peruntungannya di Indonesia. Dalam sebuah acara peluncuran di kawasan Kasablanka, Jakarta, Kwid dibanderol Rp117,7 juta, sebagai satu-satunya mobil Eropa yang dijual dengan harga sangat miring. Harga ini tentunya bersaing dengan harga LCGC Agya, Ayla, Karimun Wagon, apalagi Brio Satya.
Peluncuran ini hanya berselang beberapa hari setelah heboh pemberitaan penarikan kembali atau recall mobil keluaran Renault-Nissan di India termasuk Kwid. Media timesofindia.indiatimes.com mengungkapkan ada 51.000 unit, termasuk 50.000 unit Kwid dan 932 unit Datsun Go yang di-recall. Kwid yang direcall hanya varian 800 cc keluaran Oktober 2015-Mei 2016.
Recall ini terkait dengan sistem bahan bakar dan penambahan penjepit selang. Recall dalam dunia otomotif juga sebagai bagian dari strategi produsen memberikan keyakinan kepada konsumen terhadap produknya. Bagaimana dengan strategi Kwid di Indonesia?
Indomobil dan Strategi Sadar Kasta
Kekuatan Kwid jelas mengandalkan citra merek Eropa sebagai mobil-mobil berkualitas.
Di Indonesia, kehadiran Kwid tak dapat dipisahkan dari Grup Indomobil yang membawahi Nissan, termasuk Datsun hingga Renault, Audio, VW, Suzuki, Hino, dan Volvo. Dengan demikian, line up mobil murah yang dijembreng Indomobil cukup variatif. Selain Kwid ada Suzuki Karimun Wagon, Datsun Go, dan Datsun Go+.
Makin banyak yang ditawarkan, peluang pun bakal makin besar. Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) menyebut tren pasar mobil Rp100 jutaan, khususnya LCGC, terus berkembang. Pada Januari-Juli 2016 penjualan LCGC mencapai 104.914 unit atau meningkat 14 persen dari 92.061 unit dibandingkan periode yang sama di 2015.
Ini tentu peluang bagi Indomobil menambah pundi-pundi penjualannya. Apalagi dengan kemampuan bisa memproduksi mobil murah di India dan tertolong adanya Free Trade Agreement (FTA) ASEAN-India, Kwid dengan mudah melenggang masuk Indonesia tanpa kendala. Namun, Renault bisa saja memasukkan Kwid ke Indonesia dalam skema LCGC, tapi kalau harga sudah kompetif kenapa harus bersusah-susah masuk skema LCGC? Apalagi syaratnya ketat, demi mendapatkan insentif pajak penjualan barang mewah (PPnBM).
Kwid tak perlu repot memenuhi ketentuan konsumsi bahan bakar minyak (BBM) paling sedikit 20 km/liter. Kwid juga tak ada kewajiban penggunaan tambahan merek Indonesia, termasuk model dan logo yang mencerminkan Indonesia seperti garuda. Dengan demikian, kehadiran Kwid juga menjadi peluang bagi Renault untuk memanfaatkan pasar Indonesia yang didominasi segmen harga Rp100 jutaan, dengan karakter konsumen gengsian atau sadar kasta.
Fenomena konsumen yang mengganti logo LCGC Calya dengan logo Toyota tak bisa dipungkiri karena karakter konsumen Indonesia yang sadar kasta. Kwid sebagai mobil Eropa dengan merek Renault yang sudah mentereng tentu terbuka lebar bisa diterima pasar Indonesia. Ditambah antisipasi layanan purna jual dengan jaringan Indomobil yang mumpuni di Indonesia.
Berdasarkan laman renault.co.id, jaringan bengkel resmi Renault yang ditopang oleh jaringan Nissan sudah tersebar di beberapa kota utama di Sumatera, Jabodetabek, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, Kalimantan, dan Sulawesi.
Sebagai strategi bisnis masuk pasar Indonesia dengan merek Eropa tapi bisa dijual dengan harga mobil Jepang kelas bawah, ini merupakan kekuatan Renault Kwid yang tak mudah ditiru. Mereka juga tak repot-repot membangun fasilitas produksi di Indonesia seperti yang mereka lakukan di India.
Namun, Kwid juga tak boleh hanya berpuas dengan modal satu bintang dalam uji tabrakan September lalu. Kwid harus membuktikannya di Indonesia sebagai mobil yang tak masuk "kasta" LCGC tapi berharga murah, dan harus berjuang mempertahankan citra sebagai mobil Eropa yang tak murahan.