tirto.id - Ribut-ribut soal kepemimpinan Golkar mencuat ketika politikus senior mereka, Yorrys Raweyai, menilai Airlangga Hartarto tidak maksimal berperan sebagai Ketua Umum. Desakan agar Airlangga diganti lewat musyawarah nasional luar biasa pun mengemuka.
Yorrys bilang salah satu sebab dia mengusulkan demikian adalah kesibukan Airlangga sebagai Menteri Perindustrian. Ini membuat perolehan suara Golkar di Pileg 2019 lebih buruk dari pemilu sebelumnya. Tahun ini Golkar meraih 17.229.789 suara atau setara 12,3 persen atau 91 kursi di parlemen. Padahal lima tahun sebelumnya Golkar menempatkan 91 kader.
"Kesibukannya sebagai Menteri Perindustrian telah membuat kinerja-kinerja kepartaian yang seharusnya 'digeluti' diganti dengan 'sambilan' bahkan cenderung sebagai business as usual semata," kata Yorrys melalui keterangan tertulis yang diterima reporter Tirto, Senin (1/7/2019).
Sebab lain adalah Airlangga kerap sesuka hati mengelola partai, termasuk menyingkirkan orang-orang yang tidak sependapat dengan dia.
"Kemandirian mereka pun tidak pernah terealisasi maksimal, sehingga setiap saat para elite Golkar bisa dengan mudah melakukan reshuffle saat kebijakan DPD-DPD bertentangan dengan kepentingan mereka," kata Yorrys lagi.
Hal ini misanya terjadi pada Dewan Pimpinan Daerah Golkar tingkat II. Pada awal Juni 2019, DPD Bali mencopot enam Ketua DPD tingkat II. Ada protes mencuat karena pencopotan itu dianggap tak sesuai mekanisme partai.
Mereka dicopot karena menentang keputusan DPP.
Kasus lain terjadi terhadap enam Ketua DPD tingkat II DKI Jakarta. Mereka sebetulnya mendukung calon lain meneruskan kepemimpinan di Golkar. Namun kemudian mereka membatalkan itu.
Menurut Wakil Ketua DPD Partai Golkar Kepulauan Riau, Rizki Faisal, pembatalan itu karena ada intimidasi dari Airlangga.
"Mana mungkin pagi mendukung dan malam membatalkan dukungan jika tidak ada 'main kayu' terhadap DPD II? Kami sangat sayangkan ini terjadi di partai yang demokratis seperti Golkar,” tuding Rizki melalui keterangan tertulis.
Rizki juga mengatakan yang kecewa dengan kepemimpinan Airlangga banyak berasal dari DPD tingkat II.
"Beliau sudah dipilih oleh DPD II Golkar dan berjanji untuk mengelola partai dengan baik, ternyata ingkar janji. Bantuan operasional partai tiap bulan sudah tidak ada, dana saksi juga bermasalah dan ini baru terjadi di periode di bawah kepemimpinan Airlangga Hartarto. Bahkan kami dengar di beberapa daerah bantuan saksi tidak sampai," tegasnya.
Memajukan Bamsoet
Nama yang kemudian dimunculkan Yorrys adakah Bambang Soesatyo, kini menjabat Ketua DPR. Pria yang akrab disapa Bamsoet ini pun mengaku siap.
"Mungkin pekan depan sebelum menyatakan maju saya akan minta waktu beliau (Airlangga) dan menyampaikan apa yang saya lakukan," kata Bamsoet di rumah dinasnya Jl. Widya Chandra, Jakarta, Sabtu (29/6/2019) lalu.
Sejumlah pihak juga mendukung Bamsoet. Senin (1/7/2019) kemarin, dukungan untuk Bamsoet bertambah dari Golkar DPD II Maluku.
Namun ada pula yang tidak mendukung Bamsoet dan lebih condong ke Airlangga. Misalnya Pelaksana Tugas Ketua Partai Golkar Provinsi DKI Jakarta Rizal Mallarangeng. Mengutip Antara, dia bilang: "Bambang Soesatyo saya harap menahan diri dan jangan lupa diri. Jangan main kayu."
Dia bilang Bamsoet semestinya tidak lupa diri, termasuk, katanya, bahwa dia berutang budi kepada Airlangga. Bamsoet bisa jadi Ketua DPR karena disetujui Airlangga, kata Rizal. "Tapi sudahlah, kalau tidak mau balas budi, atau kalau janji tidak ditepati, ya mana mungkin dipaksa."
Ketua DPD Golkar Sumatera Utara Ahmad Doli Kurnia punya posisi serupa, mendukung Airlangga. Menurutnya sejauh ini percepatan Munaslub belum mendapatkan momentum yang pas. Ahmad menyatakan desakan itu tidak akan mempengaruhi Golkar selama tidak sesuai dengan AD/ART.
"Jadi terkait soal pelaksanaan Munas, DPD PG Sumut taat terhadap konstitusi dan jadwal Munas yang memang harus dilaksanakan di akhir masa bakti, tidak dimajukan dan tidak pula diundur," kata Ahmad kepada reporter Tirto.
Ahmad menegaskan hasil pileg yang tidak memuaskan bukanlah kegagalan sang Ketua Umum sepenuhnya. Ahmad mengingatkan kembali bahwa Airlangga hanya menjabat sekitar 18 bulan saja.
"Tinggal siapa pun nanti yang ikut mencalonkan diri sebagai Ketua Umum, silahkan menyampaikan gagasan untuk dikontestasikan. Jangan bicara kembali ke belakang, apalagi menyerang orang per orang," ucapnya lagi.
Demi Kursi Menteri dan 2024
Dosen ilmu politik di Universitas Indonesia, Cecep Hidayat, mengatakan desakan untuk mempercepat Munaslub itu dapat dibaca sebagai strategi Bamsoet semata. Munaslub yang belum dilakukan jelang penetapan kabinet Joko Widodo-Ma'ruf Amin menyulitkan kubu Bamsoet mendapat jabatan strategis.
"Memang tim baru Golkar, kan, yang akan diajak negosiasi Jokowi. Kalau tetap sekarang tentu sudah kelihatan kelompok Airlangga saja. Diharapkan dengan percepatan itu kelompok Airlangga di luar pemerintahan mendapat bagian," kata Cecep kepada reporter Tirto.
Sementara bagi Jokowi sendiri, sebetulnya siapa pun yang akan memimpin Golkar tak jadi masalah. "Jokowi tinggal melakukan reshuffle. Tapi tentu akan menunggu situasi juga. Itu saja paling."
Bamsoet sebenarnya punya daya tawar politik yang tinggi. Dia terkenal dekat dengan Wakil Presiden Jusuf Kalla. Ketika naik menjadi Ketua Umum DPR, contohnya, JK adalah salah satu politikus yang mendukungnya. Baik Airlangga dan Bamsoet pun sudah menemui JK terkait polemik ketua umum ini.
Kedekatan ini, menurut Cecep, bisa juga menjadi modal untuk kontestasi selanjutnya tahun 2024. Selain bisa mencalonkan diri sebagai presiden, Bamsoet juga bisa berperan besar bagi siapa pun yang dia dukung kelak.
"Yang jelas Bamsoet berusaha mempertahankan eksistensinya," tegas Cecep.
Penulis: Felix Nathaniel
Editor: Rio Apinino