tirto.id - Sidang praperadilan kasus dugaan makar enam tahanan politik Papua hari ini beragendakan penyerahan berkas kesimpulan dari Tim Advokasi Papua selaku Pemohon kepada Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Agus Widodo.
Berdasarkan analisis Pemohon, penangkapan, penyitaan, penggeledahan hingga penetapan tersangka yang dilakukan Poda Metro Jaya (Termohon) tidak sah.
Kuasa Hukum Pemohon Oky Wiratama Siagian menyatakan dalil kepolisian dalam eksepsi-nya keliru.
"Objek yang dapat dimohonkan dalam perkara praperadilan ialah tindakan-tindakan yang dilakukan oleh penyidik dalam rangka penyidikan suatu dugaan tindak pidana," kata Oky di lokasi, Jumat (6/12/2019).
Karena tindakan kepolisian tidak sesuai dengan ketentuan KUHAP, maka Oky dan tim mengajukan praperadilan sesuai dengan Pasal 77 juncto Pasal 83 KUHAP.
Pertama, dalam Pokok Perkara, Oky menyatakan telah terbukti di persidangan bahwa penetapan tersangka oleh kepolisian tidak sah.
Ia mencontohkan kasus penangkapan Issay Wenda pada 31 Agustus 2019. Usai peringkusan, polisi memeriksa lelaki itu dengan status tersangka di Mako Brimob Polri, Depok, sekira pukul 20.30 WIB.
Pada pukul 22.30, Isay diperiksa sebagai saksi pada tindak pidana makar. Hal ini dibuktikan dengan vide Bukti: T-87 milik polisi.
"Ini membuktikan telah terjadi penyimpangan prosedur yang dilakukan oleh penyidik, in casu Termohon, dalam melakukan penyidikan terhadap Pemohon, seharusnya Termohon memeriksa para Pemohon sebagai saksi terlebih dahulu," jelas Oky.
Kedua, penetapan tersangka terhadap enam aktivis Papua itu tidak berdasarkan alat bukti yang cukup. Polisi mendalilkan mereka mendapatkan lima alat bukti sebagai dasar dalam menetapkan status sebagai tersangka.
"Faktanya, Termohon hanya memiliki satu alat bukti dalam menentukan status sebagai tersangka," imbuh Oky.
Ketiga, penggeledahan terhadap enam tersangka tidak sah lantaran penggeledahan harus ada rujukan dari pengadilan. Namun Oky menilai jika tiba-tiba ada polisi yang belum tentu diberikan kewenangan menggeledah lalu mengambil paksa barang tertentu milik orang lain maka dapat disebut perampasan.
Pada 30 Agustus 2019, polisi merangsek masuk ke asrama mahasiswa Lanny Jaya di Depok. Tanpa surat perintah penangkapan dan penggeledahan, mereka menyita beberapa barang milik mahasiswa.
Surat Persetujuan Penggeledahan (vide Bukti T 127) ke Pengadilan Negeri Depok tertanggal 2 September 2019 dengan saksi A. Imam Santoso.
"Saksi A. Imam Santoso adalah seorang mahasiswa bukan kepala lingkungan ataupun RT," tutur Oky.
Keempat perihal penyitaan, tidak ada satu pun enam tersangka yang mendapatkan surat perintah penyitaan.
Sidang Kesimpulan hari ini berlangsung selama satu menit, dimulai sekitar pukul 16.28 WIB. Usai berkas kesimpulan diberikan, hakim mengetuk palu tanda sidang rampung. Kesimpulan 'dianggap dibacakan.'
Sementara, Kuasa Hukum Termohon AKBP Nova Irone Surentu membantah tuduhan Pemohon yakni kuasa hukum enam tersangka dalam sidang Jawaban Termohon pada 3 Desember.
"Kami sudah penyelidikan dan penyidikan, sudah ada dua alat bukti yang sah," kata Nova. Ia menegaskan pihaknya telah interogasi saksi-saksi dan miliki bukti pendukung dalam tahap gelar perkara sebelum meningkatkan ke ranah penyidikan.
Penulis: Adi Briantika
Editor: Hendra Friana