tirto.id - Pengacara enam tahanan politik Papua, Oky Wiratama Siagian menyerahkan video dan foto kepada Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Agus Widodo dalam sidang praperadilan, Kamis (5/12/2019).
"Hari ini baru sempat berikan video terkait penangkapan Surya Anta dan foto aksi di Polda Metro Jaya," ucap dia di lokasi, Kamis (5/12/2019).
Oky melanjutkan, video Surya Anta membuktikan, dalam penangkapan di Plaza Indonesia, polisi tidak memberikan surat perintah penangkapan, tapi hanya menunjukkan saja. "Pada Pasal 18 ayat (1) KUHAP, ada kata 'dan', jadi surat penangkapan tidak hanya diperlihatkan dan diberikan langsung kepada tersangka," kata dia.
Sidang praperadilan kasus dugaan makar ini akan dilanjutkan Jumat (6/12), beragendakan kesimpulan. Kemarin, agenda sidang berupa Pembuktian Pemohon, Oky mendatangkan Dosen Hukum Pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar sebagai ahli.
Dalam sidang, ia memaparkan soal proses penangkapan, penggeledahan, penyitaan, penyelidikan, penyidikan, penetapan tersangka, lantaran Oky dan timnya menilai rangkaian proses hukum terhadap kliennya tidak sah.
"Klien kami tidak pernah dipanggil sebagai saksi, namun tiba-tiba ditangkap dan disebut sebagai tersangka," ujar Oky. 22 Oktober 2019, dia mendaftarkan gugatan praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan karena menilai ada kesalahan prosedur dalam rangkaian penangkapan hingga penahanan.
Kasus ini bermula ketika rentetan penangkapan terhadap lima mahasiswa Papua dan satu aktivis Papua pada 30-31 Agustus lalu.
Enam tersangka yakni Paulus Suryanta Ginting (39), Anes Tabuni alias Dano Anes Tabuni (31), Charles Kossay (26), Ambrosius Mulait (25), Isay Wenda (25) dan Arina Elopere alias Wenebita Gwijangge (20). Lima nama pertama mendekam di Rutan Salemba, Jakarta Timur. Sedangkan nama terakhir dikurung di Rutan Pondok Bambu, Jakarta Timur.
Mereka disangkakan pasal makar lantaran mengibarkan bendera Bintang Kejora di depan Istana Negara pada 28 Agustus 2019, dalam demonstrasi menentang antirasisme terhadap orang Papua.
Penulis: Adi Briantika
Editor: Widia Primastika