Menuju konten utama

Loyalis Bamsoet di Golkar Tak Dapat Apa-Apa kecuali Ketidakpastian

Loyalis Bamsoet mungkin sedang harap-harap cemas. Nasib mereka tak jelas setelah Airlangga menang lagi jadi Ketum Golkar.

Loyalis Bamsoet di Golkar Tak Dapat Apa-Apa kecuali Ketidakpastian
Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Bambang Soesatyo berpose dalam pemotretan usai wawancara khusus untuk Kantor Berita Antara di kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (29/10/2019). ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/hp.

tirto.id - Airlangga Hartarto menjadi Ketua Umum Partai Golkar untuk kali kedua setelah secara aklamasi dipilih seluruh pemilik suara sah yang jumlahnya 558. Tak ada kader lain yang mau jadi penantangnya dalam pemilihan yang digelar di Munas X Golkar, Jakarta, Rabu (4/12/2019) hampir tengah malam.

Semestinya agenda pemilihan ketua umum digelar Kamis (5/12/2019). Ketua Sidang Munas X Golkar Azis Syamsuddin mengatakan pemilihan dipercepat karena "suasana dalam keadaan yang sejuk dan tidak ada calon lagi."

Para kader serentak teriak "setuju!" saat Azis bertanya apakah pemilihan ketua umum dapat dilakukan saat itu juga.

Maka, selesai sudah salah satu agenda utama Munas X Golkar yang sejak beberapa bulan terakhir memanas karena persaingan antar kandidat--Airlangga dan Bambang Soesatyo.

Sudah Ditebak

Terpilihnya Airlangga, yang menjabat Menteri Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, tidak terlampau mengejutkan karena Bambang Soesatyo menyerah sebelum bertanding. Bamsoet, demikian ia biasa disapa, adalah satu-satunya kandidat yang bisa menyaingi Airlangga--berstatus petahana--dan bergerilya untuk melobi kader Partai Golkar di DPD I dan II secara masif.

Tapi Bamsoet mengundurkan diri Selasa (3/12/2019) kemarin, atau beberapa jam sebelum bertolak ke lokasi munas di salah satu hotel mewah di Jakarta. Dia mengaku "tidak meneruskan pencalonan" demi "menjaga keutuhan dan solidaritas partai."

Dari sembilan nama calon ketua umum, empat nama tak memenuhi persyaratan: Indra Bambang Utoyo, Ahmad Anama, Dereck Loupaty, dan Aris Mandji. Menyusul pengunduran diri Bamsoet, Ali Yahya dan Agun Gunandjar Sudarso ikut mengundurkan diri, menyisakan Ridwan Hisjam berduel dengan Airlangga.

Sejak Bamsoet mengalah, saat itu juga kemenangan Airlangga menjadi pasti.

"Sudah selesai ketika Bamsoet mundur. Otomatis Airlangga tidak ada lawan," kata Direktur Eksekutif Indonesia Political Review Ujang Komarudin kepada reporter Tirto, Kamis (5/12/2019).

Ujang melihat tujuh nama lain hanya penghias pertempuran Bamsoet dan Airlangga. Ketujuh nama itu tidak ada yang nampak serius dan terbuka ingin menduduki kursi ketua umum.

Ridwan Hisyam yang awalnya ngotot mengajukan diri pun tidak protes apa-apa ketika percepatan pemilihan ketua umum.

Laju Airlangga juga terlihat sangat mulus ketika tak ada satu pun pihak yang memprotes laporan pertanggungjawabannya untuk periode 2014-2019. Tak ada protes, misalnya, dari DPD II dan kader lain meski beberapa dari mereka sebelumnya mengatakan Airlangga bukanlah sosok yang ideal untuk memimpin partai.

Kegagalan Airlangga, kata mereka, dibuktikan dengan menurunnya suara partai dalam Pileg 2019. Tahun ini Partai Golkar meraih 17.229.789 suara atau setara 12,3 persen atau 85 kursi, padahal lima tahun sebelumnya mereka menempatkan 91 kader.

Namun ketika diberi kesempatan mengkritis LPJ, semuanya bungkam. Mereka menerima tanpa catatan.

Sebagian lagi malah mengajukan Airlangga sebagai calon presiden untuk Pilpres 2024.

Nasib Loyalis Bamsoet

Pada November lalu, Airlangga mengatakan tiga loyalis Bamsoet akan diberi posisi strategis di Alat Kelengkapan Dewan (AKD) DPR. Saat itu keduanya masih jadi kompetitor.

"Tiga dari lima. Yang satu [permintaan] komisinya sudah dipenuhi, dua ditawarkan tidak bersedia," kata Airlangga di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (28/11/2019).

Menurut Airlangga, posisi yang diberikan kepada loyalis Bamsoet bukan formalitas belaka, tetapi sangat strategis. "Posisinya top banget," Airlangga menegaskan.

Salah satu yang siap digeser adalah Dedi Mulyadi yang menjadi Wakil Ketua Komisi IV DPR. Awalnya Dedi mengaku siap memberikan posisinya demi menjaga perdamaian dengan loyalis Bamsoet. Hanya saja, setelah Bamsoet mundur, omongannya berubah. Tak ada lagi kepastian soal ganti posisi.

"Urusan AKD [itu] urusan kepemipinan lalu. Ada dinamika menjelang munas. Kalau hanya alasan AKD, demi keberlangsungan partai, demi rekonsiliasi partai, saya bersedia mengundurkan diri untuk [diganti] dari kelompok Pak Bamsoet. Dinamika itu, kan, sudah selesai," kata Dedi.

Anjuran agar Airlangga merangkul Bamsoet salah satunya diutarakan politikus senior Partai Golkar Akbar Tanjung. Politik akomodasi ini dibutuhkan agar tak muncul lagi benih-benih perpecahan di internal partai berlambang pohon beringin itu, tegas Akbar. "Sebaiknya memang dikasih tempat, kalau memang mau merangkul," kata Akbar, Rabu (4/12/2019).

Tapi anjuran ini belum tentu diikuti. Ketua Penyelenggara Munas X Partai Golkar sekaligus loyalis Airlangga, Melchias Markus Mekeng, mengatakan Airlangga pasti akan memberikan jabatan kepada mereka yang punya kompetensi.

Mekeng mengklaim tak ada syarat atau janji-janji yang harus dipatuhi Airlangga terkait komposisi AKD ketika Bamsoet mundur. Kalau ada syarat seperti itu pun dia tak terima.

"Kan yang dituju kepentingan bersama, bukan kepentingan kelompok," ujar Mekeng.

Airlangga pun menyampaikan pernyataan serupa yang intinya mengaburkan masa depan para loyalis Bamsoet. Sampai terakhir dia terpilih, tak ada kepastian loyalis Bamsoet akan menggeser orang-orang Airlangga di AKD.

Pada akhirnya, yang pasti bagi Bamsoet hanyalah jabatan Ketua MPR.

"Saya rasa, kita sekarang, semua yang mendukung Pak Bamsoet, adalah pengurus DPP saya. Mereka itu jadi pengurus tanda tangan saya dua tahun yang lalu. Jadi saya pikir itu (memberi kursi ke loyalis Bamsoet) tidak menjadi isu lagi," tegas Airlangga.

Pada saat penetapan Airlangga sebagai Ketua Umum Partai Golkar, Bamsoet maupun loyalisnya seperti Nusron Wahid dan Ahmadi Noor Supit tidak menampakkan batang hidungnya.

Baca juga artikel terkait MUNAS GOLKAR 2019 atau tulisan lainnya dari Felix Nathaniel

tirto.id - Politik
Reporter: Felix Nathaniel
Penulis: Felix Nathaniel
Editor: Rio Apinino