tirto.id - Pengacara pengusaha Sjamsul Nursalim, Maqdir Ismail mempermasalahkan penetapan tersangka terhadap kliennya, Sjamsul dan istri, Itjih Nursalim.
Sebab, Sjamsul selaku pemilik Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI) telah menandatangani perjanjian Master Settlement and Acquisition Agreement (MSAA atau Penyelesaian Kewajiban Pemegang Saham-PKPS) atas seluruh kewajiban Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang diterima BDNI dan sudah menerima surat release and discharge dari pemerintah sejak 1999.
“Dengan demikian sejak tahun 1998-1999 seluruh aset termasuk hutang petambak Dipasena telah sepenuhnya milik dan di bawah kendali pemerintah. Apakah akan diberikan keringanan (haircut), dihapuskan, ataupun dijual sudah sepenuhnya kewenangan pemerintah, bukan lagi kewenangan SN. Sekarang, mengapa urusan hapus atau tidak mengapus hutang petambak Dipasena kembali dikait-kaitkan dengan SN?” kata Maqdir dalam keterangan tertulis, Senin (10/6/2019) malam.
Maqdir memandang, penyidikan KPK merupakan pengembangan atas perkara mantan kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), Syafruddin Arsyad Temenggung, Sjamsul sudah memenuhi kewajiban sesuai Perjanjian MSAA yang dibuat oleh Pemerintah dan Sjamsul pada tahun 1998.
Ia menyebutkan, kesimpulan laporan audit investigatif BPK 2002 intinya menyatakan seluruh kewajiban Sjamsul berdasarkan MSAA telah seluruhnya diselesaikan, serta menegaskan pemberian Surat Release and Discharge, Akta Notaris Letter of Statement, dan Laporan Audit BPK 2006 mengonfirmasikan SKL telah layak diterbitkan kepada SN, karena ia telah memenuhi semua kewajiban berdasarkan MSAA.
Maqdir pun mengaku heran KPK tidak mempertimbagkan laporan audit BPK 2002 dan 2006 yang menjadi bukti juga konfirmasi yang sangat menentukan.
“Maka sangat mencurigakan mengapa KPK mengabaikan kedua laporan audit tersebut, dan malah meminta BPK untuk melakukan pemeriksaan kembali pada Agustus 2017," ucapnya.
Menurutnya, BPK menerbitkan laporan audit Investigasi dengan hanya mendasarkan pada alat bukti, data, dan informasi sepihak dari KPK.
"Kesimpulan Audit BPK 2017 ini sama sekali bertentangan dengan kesimpulan kedua laporan audit BPK sebelumnya. Permintaan pemeriksaan ulang itu patut diduga dengan tujuan untuk mendukung argumentasi dan tuduhan KPK," jelas Maqdir.
KPK mengumumkan Sjamsul Nursalim sebagai tersangka, Senin (10/6/2019). Sjamsul ditetapkan sebagai tersangka bersama istrinya, Itjih Nursalim dalam kasus korupsi BLBI terhadap BDNI.
"SIN (Sjamsul Nursalim) dan ITN (Itjih Nursalim) disangka melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-l KUHP," kata Wakil Ketua KPK Saut Situmorang di Gedung Merah Putih KPK, Kunjungan, Jakarta, Senin (10/6/2019).
Saut mengatakan, KPK menetapkan kedua tersangka berdasarkan pengembangan penanganan perkara mantan Ketua BPPN Syafruddin Arsyad Tumenggung.
Berdasarkan putusan Syafruddin, hakim, sejak tingkat pertama, menyatakan ada kerugian negara hingga Rp4,58 triliun.
Putusan tersebut menyatakan aksi Syafruddin telah menguntungkan Sjamsul Nursalim dengan angka senilai kerugian negara.
Selama proses hukum Syafruddin berlangsung, KPK pun melakukan serangkaian penyelidikan sejak Agustus 2018 dengan memanggil sejumlah pihak hingga akhirnya lembaga antirasuah itu mengeluarkan status penyidikan kepada Sjamsul dan Itjih selain Syafruddin.
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Dewi Adhitya S. Koesno