Menuju konten utama

Kuasa Hukum RA: DJSN Selamatkan SAB dari Tuduhan Pelecehan Seksual

Surat terbaru DJSN dinilai kuasa hukum RA sebagai bentuk penyelamatan SAB dari skandal kasus pelecehan seksual.

Kuasa Hukum RA: DJSN Selamatkan SAB dari Tuduhan Pelecehan Seksual
Ilustrasi pelecehan seksual terhadap wanita di kantor. SHUTTERSTOCK

tirto.id - Haris Azhar, selaku kuasa hukum RA, korban pelecehan seksual di lingkup kerja BPJS-TK, menduga Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) sengaja menyelamatkan Dewan Pengawas, Syafri Adnan Baharuddin atau SAB, dari pemeriksaan dugaan pelecehan seksual yang diduga dilakukannya.

“[Kami menduga] DJSN melakukan skandal penyelamatan SAB dari kewajibanmya untuk bertanggung jawab,” kata Haris saat konferensi pers menanggapi surat terbaru DJSN, di kawasan Jakarta Pusat, Selasa (19/2/2019).

Surat DJSN terbaru nomor 49/DJSN/II/2019 yang ditandatangani oleh Ketua DJSN, Andi Zainal Abidin Dulung, pada 11 Februari 2019. Isinya yakni, SAB terbukti melakukan perbuatan maksiat; Melanggar nilai agama, norma, kesusilaan, dan/atau adat kebiasaan.

Haris menjelaskan, DJSN merupakan lembaga yang berfungsi mengawasi sejumlah instansi, salah satunya adalah Dewan Pengawas BPJS-TK. Syafri merupakan salah satu anggota Dewas.

Laporan RA masuk ke DJSN secara resmi pada 17 Desember 2018. Namun, kata dia, DJSN justru memberikan surat rekomendasi ke presiden untuk penghentian Syafri pada 31 Desember 2019 melalui surat nomor 779/DJSN/XII/2019.

Haris menilai tindakan DJSN justru berusaha untuk membantu melindungi Syafri. Sebabnya, saat terdapat laporan masuk dari RA soal dugaan pelecehan, DJSN justru mengirimkan surat ke presiden soal rekomendasi penghentian Syafri.

“DJSN hipokrit, bermain dua muka, munafik. Di satu sisi menerima laporan RA, di sisi lain dukung SAB untuk ‘yaudah lo [Syafri] mengundurkan diri aja’,” Ujar Harus.

Pada tanggal 17 Januari 2019, Presiden Jokowi mengeluarkan Keputusan Presiden (keppres) nomor 12 tahun 2019 tentang Pemberhentian Dengan Hormat Anggota Dewan Pengawas BPJS Ketenagakerjaan atas nama Syafri Adnan Baharuddin (SAB).

“Nah, bacaan kami, mereka [DJSN] memperlambat dan menghambat [proses penyelidikan dan hasil dari tim] panel, berharap Kepres keluar lebih dahulu,” kata Haris.

Setelah keppres tersebut, DJSN pun menghentikan proses tim panel. Penghentian tersebut berlandaskan alasan bahwa Syafri sudah dihentikan dan bukan lagi merupakan anggota Dewas BPJS-TK, sehingga bukan lagi menjadi ranah DJSN untuk memeriksanya.

“Dampaknya apa? Fakta yang resmi tidak pernah terungkap sampai hari ini, tapi SAB [Syafri] selamat, seolah-olah diberhentikan dan tidak bisa diperiksa oleh panel,” ujar Haris.

Lebih jauh lagi, Haris menilai bahwa DJSN tidak bisa menggunakan keppres tersebut sebagai landasan untuk menghentikan pemeriksaan.

“Padahal menghentikan sebuah kasus syaratnya bukan [karena] ada keppres, [tetapi] menghentikan itu kalau orang yang dilaporkan, dalam kasus ini SAB, mengakui atau memperbaiki,” kata Haris.

“Lah tapi SAB tidak pernah mengakui itu,” tambah dia.

Hal itu, kata Haris, secara hukum landasan DJSN untuk melakukan penghentian proses pemeriksaan dari tim panel salah.

Selain itu, Haris juga menunjukan kepada sejumlah wartawan surat dari DJSN yang diterima oleh RA.

Baca juga artikel terkait PELECEHAN SEKSUAL atau tulisan lainnya dari Fadiyah Alaidrus

tirto.id - Hukum
Reporter: Fadiyah Alaidrus
Penulis: Fadiyah Alaidrus
Editor: Zakki Amali