tirto.id - Wakil Menteri Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (P2MI), Dzulfikar Ahmad Tawalla, membeberkan kronologi Warga Negara Indonesia (WNI) asal Bogor berusia 26 tahun yang menjadi korban eksploitasi sindikat penipuan di Kamboja.
Dzulfikar menyebut korban, yang belum bisa disebutkan namanya itu, mulanya berangkat ke Singapura pada September 2025 usai mendapatkan tawaran kerja dari teman masa kecilnya sejak di Sekolah Dasar (SD).
Usai sebulan bekerja di Negeri Singa itu, korban mengaku tidak menyadari bahwa dirinya akan diterbangkan ke Kamboja. Korban sampai di Kamboja pada 17 Oktober 2025. Mulanya, korban hanya dijanjikan berlibur oleh rekan-rekan kerjanya tanpa mengetahui maksud dan tujuan ajakan tersebut.
“Pada tanggal 17 Oktober 2025, yang bersangkutan mengabari bahwa yang bersangkutan secara tidak sadar berada di Kamboja untuk dijadikan pekerja paksa penipuan,” ucap Dzulfikar dalam keterangannya, Minggu (26/10/2025).
Lebih lanjut, korban dibawa ke salah satu kota di Kamboja, Bavet. Kota tersebut berbatasan dengan Vietnam. Namun, korban berhasil kabur dan langsung meminta pertolongan ke Kedutaan Besar Republik Indonesia Phnom Penh (KBRI PP). Tetapi, Dzulfikar tidak mengatakan secara rinci bagaimana cara korban bisa melarikan diri.
“Pada sekitar tanggal 21 Oktober 2025, yang bersangkutan kabur dan meminta pertolongan ke KBRI PP,” ucapnya.
Dzulfikar mengatakan pula, berdasarkan keterangan yang didapatkan pihaknya, meskipun korban sudah berhasil melarikan diri, dia tetap mendapatkan ancaman dari perusahaan atau sindikat tempat korban dipekerjakan.
“Pemberi informasi ini menyampaikan kondisi yang bersangkutan diancam oleh perusahaannya kalau tidak kembali ke perusahaan dan meminta pertolongan untuk ditempatkan di tempat yang aman,” kata Dzulfikar.
Menindaklanjuti kasus tersebut, Dzulfikar menyebut petugas LPMA Bakum telah menghubungi kerabat korban dan korban dipastikan sudah dalam kondisi aman. Bahkan, korban juga sudah mengganti nomor kontak pribadinya.
“Petugas LPMA Bakum telah menghubungi saudara/kerabat yang bersangkutan dan disampaikan kepada kami, bahwa kondisi yang bersangkutan 80 persen aman dan [sudah] ganti nomor dan rahasia,” tuturnya.
Dengan demikian, Dzulfikar memastikan Dit. LPMA PMI BAKUM akan menyiapkan surat resmi dari Kementerian Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (KP2MI) ke Perwakilan RI untuk bantuan penanganan permasalahan korban.
Sebelumnya, berdasarkan keterangan dari orangtua korban, Firman, korban tidak curiga saat mendapat tawaran kerja. Dia percaya lantaran rekannya yang memberi tawaran kerja itu memang benar-benar bekerja sebagai customer service di sebuah perusahaan di Negeri Singa tersebut.
“Sampai sana iya benar kerja di perkantoran sebagai customer service,” kata Firman saat dihubungi, Sabtu (25/10/2025).
Namun, setelah sebulan bekerja, komunikasi antara Firman dan korban tiba-tiba terputus pada Jumat (17/10/2025). Hari itu, tepat saat korban diiming-imingi pergi jalan-jalan mengenakan pesawat.
Atas peristiwa yang menimpa anaknya, Firman berharap KBRI dapat segera memfasilitasi pemulangan anaknya. Sebab, meski telah berada di bawah perlindungan, keselamatan korban masih terancam oleh teror yang terus dilayangkan para anggota sindikat. Selain itu, Firman mengaku kesulitan memenuhi kebutuhan anaknya selama berada di Kamboja.
Ia mengatakan, korban masih memerlukan biaya untuk penginapan di hotel yang ternyata tidak ditanggung oleh pihak KBRI.
“Katanya proses urus berkas lama bisa sampai enam bulan dan tidak ada tempat tinggal. Kami harus cari biaya sendiri untuk menginap, makan juga biaya tiket di hotel sekitar KBRI, sedangkan kami orang tua tidak punya uang untuk biaya itu,” ucap Firman.
“Kami hanya orang biasa yang sehari-hari biaya cukup hanya buat makan. Kami mohon bantuannya untuk masalah kami ini,” tambah Firman.
Penulis: Nabila Ramadhanty
Editor: Siti Fatimah
Masuk tirto.id


































