Menuju konten utama

KRIS BPJS Kesehatan Belum Berlaku Menyeluruh, Ini Alasannya

Agustian Fardianto menuturkan, KRIS masih belum bisa diterapkan lantaran masih menunggu keputusan pemerintah.

KRIS BPJS Kesehatan Belum Berlaku Menyeluruh, Ini Alasannya
Petugas membantu warga mengurus layanan kesehatan di Kantor Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan Cabang Jakarta Pusat, Jakarta, Jumat (6/10/2023). ANTARA FOTO/Reno Esnir/tom.

tirto.id - Kelas Rawat Inap Standar atau KRIS saat ini sedang diuji coba di 14 rumah sakit untuk menghapus kelas peserta BPJS Kesehatan. Kebijakan tersebut saat ini belum bisa berlaku efektif di seluruh rumah sakit yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan.

Asisten Deputi Komunikasi Publik dan Hubungan Masyarakat BPJS Kesehatan Agustian Fardianto menuturkan, KRIS masih belum bisa diterapkan lantaran masih menunggu keputusan pemerintah.

"Leading sector KRIS berada di Kementerian Kesehatan. Kami masih menunggu keputusan Pemerintah," kata Agustian kepada Tirto, Jumat (3/11/2023).

Saat ini, kata Agustian, BPJS Kesehatan bersama fasilitas kesehatan fokus kepada peningkatan mutu layanan Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Hal itu dilakukan agar peserta mendapatkan layanan yang semakin mudah, cepat dan tanpa diskriminasi.

"Urgensi dalam hal kebutuhan pelayanan peserta saat ini yaitu akses pelayanan kesehatan yang merata, termasuk ketersediaan tempat tidur rawat inap, serta ketersediaan obat," ucap dia.

Hingga kini, uji coba penerapan KRIS untuk menyamaratakan kelas BPJS Kesehatan masih berlanjut. Saat ini, keanggotaan BPJS Kesehatan terbagi ke dalam kategori kelas 1, 2 dan 3. Kelas-kelas tersebut menentukan iuran yang wajib dibayar setiap bulan oleh peserta.

Secara terpisah, Anggota Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) Asih Eka Putri menyebut, rumah sakit yang mengikuti uji coba KRIS menyambut baik sistem tersebut. Namun, penahapan yang dilakukan perlu pertimbangan yang serius.

Menurut dia, penahapan sistem KRIS lebih lanjut perlu diperhatikan karena tidak semua rumah sakit memenuhi indikator yang ditentukan oleh pemerintah. Diketahui, pemerintah memiliki 12 indikator yang harus dipenuhi oleh rumah sakit terkait fasilitas ruang rawat inap.

"Tidak semua rumah sakit telah memenuhi indikator itu," kata Asih dalam keterangannya.

"Ada waktu penyesuaian di rumah sakit dan juga dari sisi peserta. Jadi penahapannya itu pertama ketersediaan tempat tidur kemudian di peserta," lanjut dia.

Proses penahapan pada rumah sakit akan diatur lebih rinci dalam Peraturan Menteri Kesehatan dan Peraturan BPJS Kesehatan. Nantinya, aturan akan rampung pada akhir tahun ini.

Baca juga artikel terkait BPJS KESEHATAN atau tulisan lainnya dari Faesal Mubarok

tirto.id - Kesehatan
Reporter: Faesal Mubarok
Penulis: Faesal Mubarok
Editor: Anggun P Situmorang