Menuju konten utama

Kreativitas Pak Jarwo Mengubah Kain Perca Jadi Aksesori Mahal

Semua material kain perca bisa dijadikan rangkaian kalung. Namun, buyer meminta untuk desain menggunakan kain batik.

Kreativitas Pak Jarwo Mengubah Kain Perca Jadi Aksesori Mahal
Winarno alias Pak Jarwo saat mengerjakan kalung dari material limbah kain di rumahnya, Dusun Botokenceng, Kalurahan Wirokerten, Kapanewon Banguntapan, Kabupaten Bantul, DIY, pada Minggu (8/9/2024). tirto.id/Siti Fatimah

tirto.id - Hari sudah sore ketika saya berkunjung ke rumah Winarno, atau akrab dipanggil Pak Jarwo, pada Minggu (8/9/2024). Rumah yang sekaligus dapur pengolahan limbah ini berada di tepian kota, tepatnya di Dusun Botokenceng, Kalurahan Wirokerten, Kapanewon Banguntapan, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).

Sekitar rumah Pak Jarwo cukup asri dengan ditumbuhi pepohonan. Bahkan di muka rumahnya terhampar sawah. Namun, pekarangan dan dapur milik Pak Jarwo sulit disebut rapi. Tumpukan material bekas ada di sana sini, mulai dari bambu, kayu, sampai kain-kain sisa. Beberapa, juga tampak tergantung, sebab telah masuk proses finishing dan sedang menunggu kering dengan cara diangin-anginkan.

Pria dua putra ini tengah berbincang dengan anaknya ketika saya bertandang. Menyapa dengan tawa, dia lantas mempersilakan saya untuk duduk di ‘dapur’ miliknya yang terletak di selatan rumah. Obrolan kami dimulai dengan Pak Jarwo yang meminta maaf, lantaran saat pertama kali saya bertandang dia sedang tidak di rumah.

“Saya baru pulang mbak, dari Kalimatan Selatan (Kalsel),” bebernya. Rupanya pria kelahiran 1977 ini diminta oleh Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kalsel untuk jadi pemateri pengolahan limbah. “Kemarin anak saya cerita, kalau mbak ke sini terus pulang lagi,” sebutnya kemudian tersenyum.

Fokus pada pengolahan limbah, kreativitas Pak Jarwo membuahkan beragam karya. Misalnya kursi dan meja lipat dari sisa mebel. Ada juga dinding dekorasi yang terbuat dari sisa kayu gergaji. Di sisi lain, terpajang dinding dekorasi yang terbuat dari susunan gergaji bambu.

“Itu sebetulnya untuk kebutuhan saya kalau pameran, tapi juga saya sewakan,” ucap Pak Jarwo.

“Usaha saya memang bergelut di limbah, semua limbah saya kerjakan,” kata dia menambahkan.

Pak Jarwo lantas menuding karya terbarunya yang tergantung pada bambu di tepi dapur. “Sekarang yang baru limbah kain dibuat jadi kalung. Itu desain baru kirim ke London,” kata dia bercerita.

Sudah sekitar setengah tahun belakangan, Pak Jarwo menyulap limbah kain batik jadi aksesori kalung. Berawal dari kunjungan seorang buyer asal Cina yang bertandang ke ‘dapur’ miliknya. Buyer yang tinggal di London itu lantas menantang Pak Jarwo untuk mengeraskan material kain dan dijadikan aksesori.

Dalam memasok kain perca, Pak Jarwo mendapatkannya dari pabrik pakai jadi. Dia sengaja memilih pabrik, karena material kain perca dari lokasi ini umumnya berukuran panjang. Sehingga memudahkannya dalam menyusun rangkaian kalung.

“Kalau panjang kain percanya jadi bagus juga,” kata dia.

Semua material kain perca, kata Pak Jarwo, bisa dijadikan rangkaian kalung. Namun, buyer meminta untuk desain menggunakan kain batik.

“Jadi ini hasil diskusi dengan buyer. Buyer minta untuk bahan kain dikeraskan, bisa. Terus dilanjut saya bikin desain. Kombinasikan dengan permintaannya,” paparnya.

Pak Jarwo mulai mengirim rangkaian kalung limbah kain buatannya sesudah Lebaran 2024, atau sekitar April lalu. Pertama kali mengirim, dia hanya memasok sebanyak 50 rangkaian. Penjualan yang bagus, buyer kembali menaikkan permintaan. Kali ini, Pak Jarwo diminta membuat sebanyak 500 rangkaian.

“Permintaan di sana bagus, dari sini saya jual per buah Rp250 ribu,” sebutnya.

Kendati dapat terjual dengan harga bagus, Pak Jarwo mengaku belum ingin menjual karyanya di pasar lokal. “Ini masih spesial, dibeli orang sini saya belum boleh. Yang jelas etika bisnis, kalau saya terlalu banyak mengeluarkan barang, nanti yang hancur saya juga,” kata dia.

Pak Jarwo membeberkan bahwa dia sudah mulai menjual aksesori sejak tahun 2011. Usahanya kala itu bertumbuh pesat dan mampu memberdayakan sekitar 30 orang. Namun, pada 2014 usahanya berlarut surut.

“Pengalaman itu, saya jatuh. Saya awal pegang aksesori bikin gelang dan kalung. Dulu setiap ada permintaan saya kasih, dengan produk yang sama. Tahu barang itu laku. Akhirnya dibajak orang,” ucapnya.

“Saya hancur, dulu harga Rp27 ribu jadi Rp4 ribu. Hancur,” kenang Pak Jarwo.

Kini, Pak Jarwo mengerjakan aksesori seorang diri. Dia hanya dibantu oleh istrinya, pengalaman pahit yang pernah menimpanya, ia jadikan pegangan. Dia belum mempekerjakan karyawan pula, karena mengaku belum menemukan formula. Baik itu dari desain sempurna dan pengerjaan yang minimal risiko pembajakan.

“Jadi mending itu (kalung limbah kain) buat satu orang, sudah gitu saja,” kata dia.

Pak Jarwo tidak menampik, kalau dia ingin mengembangkan pula ke pasar yang lebih luas. Tapi, dia berencana akan menawarkan produk dengan desain yang berbeda. “Kalau ada yang lain datang akan kami sanggupi, tapi kemungkinan dengan desain lain. Jangan sama. Kami jaga etika bisnis. Itu penting,” kata dia.

Karya kalung dari material limbah kain

Winarno alias Pak Jarwo saat mengerjakan kalung dari material limbah kain di rumahnya, Dusun Botokenceng, Kalurahan Wirokerten, Kapanewon Banguntapan, Kabupaten Bantul, DIY, pada Minggu (8/9/2024). tirto.id/Siti Fatimah

Terpisah, Kepala Disperindag DIY, Syam Arjayanti, menyebutkan, pada tahun ini sampai dengan bulan Juni 2024, nilai ekspor DIY mencapai 246,03 juta dolar AS. Nilai ini meningkat bila dibandingkan dengan tahun sebelumnya pada kurun waktu yang sama, di mana nilai ekspor DIY sampai dengan Juni 2023 senilai 232,6 juta dolar AS. Hal tersebut menjadi pemicu dan optimisme DIY untuk bisa lebih meningkatkan lagi nilai ekspor DIY pada 2024 ini.

Ekspor DIY selama beberapa tahun ini juga masih didominasi oleh pakaian jadi bukan rajutan, perabot dan penerangan rumah, barang dari kulit, anyaman, dan rajutan. Tujuan utama ekspor masih ke negara-negara di Amerika, Jepang, Jerman, Australia dan Belanda.

“Untuk itu, Pemerintah Daerah DIY terus berupaya untuk memajukan pelaku usaha fashion di Yogyakarta ini guna mendukung terwujudnya Jogja sebagai Pusat Fashion Dunia, sesuai amanat Bapak Gubernur DIY dan untuk meningkatkan ekspor produk fashion DIY ke mancanegara,” kata Syam.

Syam pun menekankan bahwa dalam upaya membawa DIY menuju pusat Fashion Dunia, butuh dibangun identitas yang khas. Agar produk dari DIY dapat masuk ke panggung fashion global.

“Dengan menggabungkan warisan budaya yang kaya dengan keahlian lokal dan inovasi, DIY siap untuk memukau dunia dengan craft fashion-nya yang unik dan inspiratif,” tegas Syam.

Baca juga artikel terkait UMKM atau tulisan lainnya dari Siti Fatimah

tirto.id - News
Kontributor: Siti Fatimah
Penulis: Siti Fatimah
Editor: Abdul Aziz